GBKP Pekanbaru Mengadakan PI ke Mamahan Jaya

E maka mbuah ko sawit, mbuah ko sawit

Ricky Mainaki Purba 5

Ricky Mainaki Purba 4Laporan Perjalanan:

Ricky Mainaky Karo Purba (Reporter Sora Sirulo Pekanbaru)

Jam sudah menunjukkan Pkl. 16:30 Wib [Sabtu 4 Mei 2013], mengawali perjalanan ke sebuah dusun di Kabupaten Pelalawan, Riau. Rasa penasaran menghampiri hati. Jujur, saya baru pertama kali ini keluar dari kota Pekanbaru. Kebetulan pula bareng dengan teman-taman Permata. Perjalanan dimulai dengan menumpang Mitsubishi Kuda  dengan pembalap jitu kami Rizaldi Perangin-angin.

Setelah tiba di kota Pangkalan Kerinci, tepatnya di sebuah BPK, sekalian menyantap. Kami disaran: “Besuri kena, nakku. Ndauh denga perdalanenta. 3 ngasa 4 jam nari maka seh. Mesera dalanna.”

Dari sini kami menggunakan mobil Daihatsu Taff. Hujan lebat pun menyertai perjalanan. Tanpa sungut-sungut, ya lanjut terus. Pahitnya, ketika tanjakan hampir sampai di dusun, Daihatsu Taff kebangaan kami sudah nyerah. Yah, harus jalan dan dilangsir. Rasa lelah hilang ketika sampai di Dusun Mamahan Jaya ini.

Ricky Mainaki Purba 3Eh. enggo kena reh? Iyah, minem lebé,” kata tuan rumah sambil menyeduh teh manis.

Gelap malam dan sejuknya hawa hutan serta teriakan serangga-serangga malam membuat tidur kami pulas. Pagi-pagi disambut dengan nyanyian-nyanyian burung yang indah. Matahari mulai ada.

“Tenang kel i jenda me, bang. La bising kel bagi inganta tading,” sebutku kapada teman-taman.

Tak lama berselang, panggilan untuk menyantap sarapan pagi pun datang dengan menu spesial “bulung gadung puyu ras ikan asin”. Saya suka menu ini. Setelah sarapan, Kebaktian Minggu pun dimulai dengan suasana apa adanya.

Terdapat 21 KK penduduk Dusun Mamahan Jaya yang semuanya adalah orang Karo asal Karo Gugung dan Karo Jahe-Langkat. Mereka datang ke dusun ini sengaja untuk menggarap lahan pertanian. Ada juga yang sudah lanjut usia.

Hinga sampai acara ercakap-cakap. Ternyata, budaya Karo di dusun ini masih kental. Biak-biak kalak Karo nya masih ada, walau mereka hidup di tanah Bumi Lancang Kuning. Mereka bahu membahu dan budaya aron dan runggu masih dipakai.

Ricky Mainaki Purba 6Lagu-lagu Karo yang asyik pun dinyanyikan, seperti lagu GBKP Si Malem, Family Taxi, Mejuah-juah, dan lagu terakhir sebelum pulang itu Palu Me Gendang  dengan merubah lirik lagu ini dari kata “page” mejadi “sawit” sehingga “emaka mbuah ko sawit, mbuah ko sawit, emaka mbuah ko sawit, mbuah ko sawit”. Kami bernyanyi dengan gaya menari yang masih khas Karo tanpa ada goyang ngebor.

Waktu pun sudah menujukkan Pkl. 14;30 Wib. Kami harus pamitan dan pulang karena teringat kalau mobil kebanggan Daihatsu Taff masih ada di jalan tempat dia menyerah. Kami pun pulang dengan membawa kasan dan pesan.

Ternyata, mereka yang tinggal di luar Karo masih memakai adat istiadat kalak Karo, sedangkan yang tinggal di Karo malah malu memakainya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.