Kolom Ita Apulina Tarigan: GURUKU

ita 29
Foto kenangan penulis dari SMA

Gara-gara banyak status berseliweran soal guru, saya jadi ingat masa sekolah dulu di Karo. Saya mulai dari guru SD-ku. Ada Pak Kaban guru sejarah, dia sangat sayang padaku. Guru tua, yang juga guru ibuku dulu di Sekolah Rakyat. Pak Guru satu inilah yang bikin saya gila sejarah. Kami satu kelas bisa terpaku terpana kalau dia sudah bercerita masa Revolusi, agresi Belanda bahkan bagaimana datangnya orang-orang Portugis ke Indonesia.

Selanjutnya ada ibu Purba, ini orang Simalungun. Basiknya adalah guru Geografi, tetapi juga mengajar Seni Suara. Beliaulah yang akhirnya menyadarkan saya kalau saya buta arah, tidak bisa membedakan kanan dan kiri, selalu terbalik apalagi arah mata angin. Sampai pernah dia bilang, saking kesalnya melihat saya tak paham-paham juga: ‘Begini saja ya, kepala adalah Utara dan pantat adalah Selatan.” Ketika kuceritakan pada Nande-ku dia malah ngakak.

Kemudian, ketika SMP, masih dengan guru Geograpi. Saat ujian kenaikan kelas, tiba-tiba aku sakit demam dan muntah-muntah saat ujian. Aku disuruh pulang, lalu tidak ujian sampai seminggu. Setelahnya, saya meminta ujian susulan pada guru Fisika. Ditolak mentah-mentah. Menangis sampai jelek. Lalu, sang guru Geografi datang dan menenangkan. Entah bagaimana, akhirnya bisa ikut ujian susulan dan naik kelas.

Selain itu, guru Fisika yang nyentrik. Guru satu inilah yang membuat Fisika seperti sastra. Love you full, pak…

Suatu ketika, kami bikin beliau sakit hati dan dia hanya diam. Entah bagaimana, saya dan beberapa teman berkunjung ke rumahnya untuk meminta maaf (soalnya aku juga banditnya). Sesampai di rumahnya… ya ampuunnn… kita disuguhi teh  manis, diajak berbincang ramah… Guru yang luar biasa….

Menginjak SMA, kenakalan semakin menjadi. Bolos, tidak hanya sendiri tetapi juga mengajak teman-teman. Dari nonton bola sampai sekedar menikmati es cendol di Peceren. Menembus hutan bamboo, melewati ladang jagung biar tidak kelihatan oleh guru BP.

Salah satu yang terkesan adalah guru Bahasa Inggris (lagi-lagi ternyata teman Bapa dan Nande). Sekali dia strap saya karena membolos dan membuat guru praktek menangis serta mogok mengajar (padahal bukan aku saja lho..). Katanya saya calon pembangkang nomor satu. Tetapi, ketika kemudian dia mengajar dan bertanya siapa yang pernah membaca novel The Count Of Monte Christo dan aku mengangkat tangan. Dia tanya siapa penulisnya, aku jawab…

Sejak itulah hubungan kami membaik, biar saya bolospun dia hanya geleng-geleng tersenyum. Ketika akhirnya masuk perguruan tinggi, ternyata si Bapak Guru kena kanker. Masih sempat mengunjunginya, sebelum akhirnya ajal menjemput.

Ada guru Sejarah yang selalu kami kerjai dengan sangat tidak sopan. Untuk yang satu ini saya sangat menyesal lahir bathin. Maafakan kami ya, pak, para anak-anakmu yang tidak tahu diri.

Waktu itu, kami sok sekali, merasa pintar dan hebat karena ikut bimbingan test. Merasa bimbingan test lebih hebat dari para guru kami. Mentang-mentang jurusan Fisika, kami sepele pada pelajaran Sosial dan Sejarah. Setiap Jumat dan Sabtu, kelas nyaris kosong. Dengan gaya petentengan, anak Kabanjahe bergaya ikut try out ke Medan. Sekarang, saya bisa bayangkan betapa sakitnya hati guru kami mendapati kelas kosong. Dari lubuk hati terdalam, saya minta maaf ya, Pak..

Bapak, Ibu Guru… saya sayang padamu. Maafkan saya ketika pengertian itu datangnya terlambat. Engkau semua telah turut membentuk saya.

2 thoughts on “Kolom Ita Apulina Tarigan: GURUKU

  1. Hahaha..bujur sudah membaca Kila…sampai hari ini, para guru tetap mengingat saya sebagai anak yang nakal dan bandel, serta penghasut teman-teman untuk memberontak. tetapi, entah bagaimana, saya merasakan mereka semua sayang padaku…hahahahaah…

  2. Bisa dikatakan kita semua mengalami atau berbuat sendiri juga apa yang ditulis oleh Ita. Hampir semua kita punya ‘ulah’ pada umur-umur demikian disekolah. Tapi Ita berani menuliskan dan mengmumkan kepada kita semua ‘pembuat ulah’ masa lalu, masa puber/remaja. Bravo!
    Apakah ‘ulah’ begini bisa dihindari untuk generasi berikutnya? Ha ha ha . . . apa kata generasi sekarang atau generasi berikutnya?

    Bujur
    MUG

Leave a Reply to MUG Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.