Kolom M.U. Ginting: SIAPA ANAK KARO?

muginting 23
Penarune Sanggar Seni Sirulo yang juga pembuat sarune, Jabal Sembiring, dengan mejelimet merapikan ‘anak-anak sarune’ yang sangat halus dan lembut sehingga suara sarune Karo kedengaran juga bening dan nyaring

M.U. Ginting“Siapa anak Karo?” kata ketua PDIP Megawati beberapa hari lalu sehubungan dengan bencana meletusnya Gunung Sinabung. Mengapa Megawati tidak bertanya siapa anak ’Batak Karo’? Pastilah karena beliau sudah paham arti yang sangat mendalam gerakan pencerahan KBB yang secara gamblang dan ilmiah menggali kembali kelahiran istilah ’batak’ seperti yang dilukiskan oleh sejarawan Unimed Azhari dan Daniel Perret.

Dari kesimpulan pengalaman Karo sendiri sudah semakin jelas bahwa ’Batak’ adalah satu organisasi politik (etnis) yang lengkap dan utuh, dari daerah sampai ke Pusat dan dari anak-anak sampai ke orang dewasa. Banyak contoh yang sudah dikemukakan dalam berbagai media Karo.

Ketika SBY ke Karo 2010, ada organisasi ’Horas’ dalam menyambut SBY di Kabanjahe. Di sini anak-anak diorganisasi jadi ’dewasa’. Pada era lalu dan juga masih ada sekarang (?) fenomena ’Karo jadi Ketua’, seperti di London (Natal/ Tahun Baru) sampai 2012, tetapi sudah tak ada 2013. Arah perubahan jelas.

Menjadikan Aksara Karo jadi Aksara Batak, walaupun jelas tidak semua huruf yang ada di Akasar Karo tidak bisa diucapkan dalam bahasa ’Batak’ lain, sehingga tak diikutkan. Jelas siapa yang menirukan, karena tak mungkin diciptakan serentak oleh 5 ’Batak’, sama semua hurufnya kecuali 3 huruf yang ada di Karo tetapi tak ada di ’Batak’ lain karena cocoknya hanya dengan mulut Karo.

Bilang-bilang Karo jadi ’bilang bilang Batak’.

muginting 24
Sanggar Seni sirulo menghibur pengungsi Sinabung di tahun 2010.

Daliken sitelu Karo (rakut sitelu) dijadikan Dalihan Natolu Batak, tetapi jelas seperti dipaksakan, hanya nama, karena dasar filsafatnya sangat berlainan atau berkebalikan. Dalam Daliken Sitelu Karo, kalimbubu adalah Dibata Nidah, yang tertinggi dalam ’hierarki’ Karo. Ini mungkin karena filsafat hidup ’sikuningen radu megersing, siagengen radu mbiring (win/ win solution). Dalam Dalihan Natolu, mengikuti filsafat hidup orang Batak seperti yang dilukiskan oleh DR RE Nainggolan: ’orang Batak di bawah sadarnya menghayati kehidupan seperti perlombaan dan dia ingin menang’. Hierarki di sini ialah memuja yang menang dalam perlombaan (hasangapon dan hamoraon), bukan kalimbubu Dibata nidah. Kalimbubu yang ’panceret’ dalam perlombaan itu tahu sendiri dimana dia akan ditempatkan.

 ”Klo org karo memang bukan dr batak knpa hrs pke marga.? Bkn kah marga2 klian org karo bkn dr toba, simalungun, dn pakpak..? Klo emg karo suku yg berdiri sndiri apakah ada sejarahnya.? Apa kah ada raja karo.? Stau gua yg ada raja batak dr toba, purba dr simalungun, lingga dr pakpak, siregar dr tapsel. Emg dr etnis batak yg lain cuma sub suku karo aja yg paling menghindar…merusak adat suku etnis batak aja..”http://hermanangkola.wordpress.com/2011/10/07/apa-sebab-org-karo-tak-mau-disebut-org-batak/

“Kalau adek-adek pergi ke Sumatra Utara, Gunung Sinabungnya meletus. Siapa anak Karo? Nah, kamu kamu boleh liat negerimu, itu tempat sayur yang bagus sekali, mereka nangis karena harga kubis wortel jatuh karena tidak dilindungi pemerintah. Masak pemimpin liat bangsanya megap-megap diam saja,” tegasnya.

http://news.detik.com/read/2013/11/30/111223/2428408/10/mega-saya-teriak-jangan-impor-bukan-berarti-anti-impor

muginting 25
Para pengungsi Sinabung dibuat senang oleh penghiburan dari Sanggar Seni Sirulo (2010)

5 thoughts on “Kolom M.U. Ginting: SIAPA ANAK KARO?

  1. Pertanyaan-pertanyaan Guru Karo adalah hakiki bagi gerakan pencerahan KBB. Bagian besar orang Karo saya yakin sudah bisa menjawab dengan beragam jawaban pula, seperti sudah kita jumpai sering belakangan ini, jawaban mendalam atau dangkal, sopan atau kurang sopan dsb. Tapi semuanya menarik dalam proses perubahan dan perkembangan pemikiran KBB, karena istilah B ini sudah lebih dari 200 th ‘dibukukan’ dalam benak manusia negeri kita oleh antropologi kolonial, mision kolonial, dan orang-orang kolonial sendiri untuk kepentingan politik kekuasaan dan penjajahan mereka. Setelah kolonial pergi, istilah B digunakan oleh etnis tertentu dalam konteks internal colonialism, seperti istilah ‘A’ atau Aceh di provinsi Aceh.

    Pertanyaan terakhir ‘Apakah akan bermanfaat membangun Bhineka Tunggal Ika’? adalah pertanyaan yang sangat penting, karena menyangkut nasib seluruh nation Indonesia dalam hubungannya dengan keragaman, pengakuan terhadap keragaman, dimana Karo adalah salah satu unsurnya. Tiap unsur sangat perlu punya kejelasan, keaslian, kultur dan budayanya, IDENTITASnya dan daerahnya. Pengakuan dan penghargaan atas unsur-unsur kebhinekaan ini perlu untuk menghindari konflik dan perang antara berbagai unsur bhineka tunggal ika. Karo dan Batak adalah dua unsur berbeda, kultur, budaya, bahasa, way of thinking, filsafat hidupnya, primordialnya, daerahnya dsb semua keaslian dalam tiap unsur kebhinekaan itu.

    Mengaburkan atau tak mengindahkan perbedaan (abad 20) sangat berbahaya, perang etnis dunia yang sudah makan jutaan korban jiwa jadi bukti hidup. Abad 21 adalah abad pencerahan perbedaan, setelah itu pengakuan dan penghargaan atas perbedaan itu, demi kedamaian, perubahan, perkembangan dan kemajuan.
    Tidak mungkin ada Bhineka Tunggal Ika kalau tak ada orang yang mengetahui PERBEDAAN dari unsur-unsur perbedaan yang ada dalam Bhineka Tunggal Ika. Era lalu hanya retorika dan jargon politik Bhineka Tunggal Ika, tetapi kalau ada pertanyaan apa bedanya Karo dan Batak, tak ada yang tahu, walaupun banyak yang ngepul soal persamaannya, ‘sama-sama Batak’ untuk mengaburkan dua unsur berbeda sehingga sempat pada zamannya Karo tak dikenal sama sekali. Dan ini jelas bukan tujuan Bhinneka Tunggal Ika.

    MUG

  2. Apa manfaatnya kampanye Karo Bukan Batak? Apakah akan mendatangkan kemakmuran pada orang Karo? Apakah akan bermanfaat membangun Bhineka Tunggal Ika?

  3. “Akar masalahnya adalah di kekuasaan tulisan” (MGS)
    Betul sekali MGS. Tulisan bisa berakar sangat dalam dan bercabang sangat luas. Pembatakan Karo sudah sejak abad 18 kolonial, dan semakin lebih ditekankan setelah kolonial hengkang 1945. Pertama kepentingan kolonial, setelah itu kepentingan internal cloloniial. Äda yang sangat berkepentingan membatakkan Karo setelah kolonial habis. Seperti juga halnya mengacehkan orang Gayo, Alas, Tamiang dll di Aceh setelah pengacehan dari kolonial berakhir. Ini semua ada dan berakar dalam tulian-tulisan yang ada selama ini, dan itu pulalah yang sering dibaca orang banyak, yang berkepentingan maupun yang tidak.
    KBB telah menciptakan tulisan yang berkebalikan dan telah dalam perjalanan menjadi KEKUASAAN pula, berkat kreasi dan daya cipta tinggi semua orang Karo yang giat di internet, menulis dan membentuk kekuasaan baru KBB.

    MUG

  4. mejuah-juah..
    kalo saya sendiri ga suka dibilang Orang Batak..
    kenapa ? ya karena saya orang Karo..
    😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.