Beidar: Si Hitam dari Sinabung Menuju Punah

KAMBING HUTAN SUMATERA SUMATRAN SEROW (Capriconis Sumatraensis sumatraensin)

 

Oleh : Elkana Sasta Gurusinga (Medan)

elkana 2Beidar 1Ketika Taneh Karo dihentak dengan bencana erupsi Gunung Sinabung, puluhan ribu warga harus menggungsi dari Kuta. Gunung Sinabung terus mengalami peningkatan level hingga ke leve IV (Awas). “Status Gunung Api Sinabung masih Awas (level IV),” kata Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho [Kamis 23/1].

Gunung Sinabung tak kunjung usai menyudahi geliatnya, rentetan erupsi dengan semburan debu vulkanik dan awan panas serta guguran lava pijar dan bumi bergetar. Awan panas menyapu hutan Sinabung dan lahan pertanian warga serta perkampungan. Hutan pun meranggas kering kerontang hilang kehidupan liarnya dan tak hijau lagi. Satwa-satwa pun lari menyelamatkan diri meninggalkan habitatnya, tapi tak seberuntung manusia yang mendapat batuan tanggap darurat dan ditempatkan dibeberapa titik pengungsian.

Salah satu satwa yang sangat langka yaitu Kambing Hutan Sumatera, Sumatran Serow (Capriconis Sumatraensis sumatraensis) (Kalak Karo menyebutnya Beidar) telah turun dari gunung. Sontak terjadi kehebohan karena si Kambing Hutan Sumatera satwa yang sangat langka dan terancam punah. Satwa ini hanya terdapat di hutan tropis Sumatera (satwa endemik Sumatera). Oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN), Kambing Hutan Sumatera, Sumatran Serow (Capriconis Sumatraensis sumatraensis) dikategorikan ke dalam status genting (endangered, red ) yang artinya: spesies dengan risiko kepunahan amat tinggi di waktu mendatang.

Hingga saat ini populasi Beidar tidak diketahui jumlahnya di habitar liarnya. Setalah ditemukannya seekor Beidar di pemukiman warga [Jumat 17/1] oleh Zulkarnain Milala (33) warga Desa Berastepu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Ristanto, dalam keterangannya kepada wartawan [Sabtu 18/1] menyatakan, kambing itu mati sekitar pukul 20.00 WIB di Medan Zoo, pada Jumat, 17 Januari. Sudah sempat dilakukan penanganan, namun kondisi kesehatannya sudah memburuk.

“Sebelumnya, sejak dibawa dari Karo memang kondisinya sudah lemas. Tidak mau makan. Setelah sampai di Medan, sudah dikasih macam-macam, tetapi tak bisa juga bertahan. Akhirnya mati,” kata Ristanto.

Setelah dipastikan kematiannya, petugas kemudian melakukan autopsi. Ternyata di paru-parunya ditemukan banyak abu vulkanik yang bersumber dari letusan Gunung Sinabung. Kondisi inilah yang paling utama menyebabkan kematiannya.

“Kondisinya seperti terkena TBC begitu. Jadi memang sudah parah, karena terpapar abu vulkanik sudah cukup lama,” kata Ristanto.

Beidar ke dua ditemukan oleh penduduk Desa Sigarang-garang (Kecamatan Namanteran, Kabupaten Karo) [Rabu 22/1] oleh Paten Sitepu dan Mercu Sitepu di lokasi persawahan desa sekitar pukul 17.00 WIB. Kemudian Beidar dibawa oleh mereka ke Wisma Sibayak karena diminta oleh pemilik wisma tersebut. Namun, sekitar pukul 21.00 WIB, satwa tersebut dilepas ke hutan di kawasan Desa Jaranguda (Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo).

“Kambing itu dilepas atas niat dari pemilik wisma, Morina,” kata Pelin Sembiring, seorang warga yang ikut melepasliarkan satwa tersebut [Kamis 23/1].

Pelin menyebutkan, sebelum diambil dari warga yang menangkapnya, Kambing Hutan tersebut sempat dibawa ke pasar untuk dijual. Namun, Morina menebusnya sebelum kambing tersebut laku.

“Rp.4 juta dibayarin,” ujarnya.

ngguntur purba 112
Beidar Satu dari Sinabung

Sumatran Serow (Capriconis Sumatraensis sumatraensis) merupakan satwa endemik Sumatera masuk dalam kategori Apendix I (hewan sangat langka dan dilindungi serta tidak boleh diburu). Klasifikasi ilmiahnya : Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Mammalia Ordo: Artiodactyla Famili: Bovidae Upafamili: Caprinae Genus: Capricornis Spesies: C. sumatraensis Up spesies: C. s. Sumatraensis

 

Terancam Punah

Siapa yang bertanggungjawab? Banyak faktor yang menjadi penyebab kepunahan satwa yang ada di dalam risiko kepunahan bisa karena jumlahnya sedikit, pergantian kondisi alam atau hewan pemangsa. Sekarang ini, kepunahan satwa cenderung karena campur tanggan manusia, yaitu orang-orang yang egois mencari keuntungan pribadi maupun kelompoknya. Misalnya: pembukaan lahan-lahan perkebunan, lahan pertanian, dan illegal loging yang mengakibatkan terdegradasinya kawasan hutan.

Perburuan liar pun penyebab terancam punahnya satwa. Keanekaragaman hayati hutan di Sumatera Utara dalam tahap memprihatinkan, bahkan ada mata rantai yang hampir punah atau bahkan sudah punah dalam rangkaian ekosistem hutan kita. Keanekaragaman hayati adalah tingkat variasi bentuk kehidupan dalam, mengingat ekosistem bioma spesies atau seluruh planet. Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari kesehatan ekosistem. Keanekaragaman hayati adalah sebagian fungsi dari iklim.

 

Kawan, mari kita renungkan

Dalam kehidupan liar, satwa tidak membutuhkan campur tangan manusia, tapi manusialah yang butuh mereka. Manusia diciptakan sebagai pengelola bumi beserta isinya untuk diusahakan searifnya bagi kepentingan bersama (manusia, hewan, tumbuhan).

Manusia bukanlah penguasa alam ciptaan Tuhan, kita hanya wali-Nya. Nasib Kambing Hutan Sumatera, Sumatran Serow (Capriconis Sumatraensis sumatraensis) – Beidar dari Gunung Sinabung ada pada kita. Mari kita jaga dan lestarikan satwa ini agar generasi penerus kita dapat menyaksikan keberaadaan satwa ini, dan bukan mendengar dongeng dari nenek tua (manusia sebelum mereka).

Dampak positif bencana erupsi Gunung Api Sinabung membuka mata kita bahwa kita memiliki harta yang tidak ternilai, yaitu Beidar dari Gunung Sinabung. Beidar jangan sampai punah, lindungi dan lestarikan!

Mejuah-juah, Salam Lestari.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.