Kolom M.U. Ginting: Inisiatip FORLET

M.U. Gintingmuginting 66Inisiatif FORLET ini adalah satu inisiatif dalam perkembangan hubungan antar etnis/kultur.

Dari hubungan ‘sukuisme’ ke era permusuhan dan saling bunuh di masa lalu, sekarang ke tingkat usaha dengan inisiatif dan kegiatan konkret mendekatkan etnis-etnis yang terdiri dari berbagai kultur. Inisiatif ini bercita-cita sangat mulia. Tidak hanya sekedar menunjukkan hati yang tulus membantu korban penduduk Sinabung, meringankan penderitaan mereka yang sudah berbulan-bulan di pengunsian, tetapi juga sebagai kegitatan dan usaha konkret dalam menjalin hubungan baik antara berbagai suku di negeri multi suku Indonesia yang, dalam hal ini, antara Karo dengan suku-suku Indragiri Hulu dalam FORLET (Forum Komunikasi Lintas Etnis).

Ethnic-revival atau Cultural- revival rakyat-rakyat dunia adalah thema sentral dari penulisan dan analisa ahli-ahli dunia setelah melihat sendiri katastrof yang diakibatkan oleh kebangkitan/revival ini.

Sejajar dengan inisiatif penulis-penulis dunia dalam mempelajari dan menganalisa kebangkitan etnis-etnis dunia yang sudah mengorbankan jutaan jiwa manusa dalam perang etnis pada ahir Abad 20 dan permulaan Abad 21,
dari berbagai negeri seperti Indonesia juga muncul banyak analisa dan inisiatif untuk ikut menyumbangkan buah pikiran. Tujuan utamanya adalah mennghindari kejadian-kejadian sangat mengerikan dalam hubungan antar etnis, atau interaksi antar kultur.

Salah satu perbedaan yang sangat nyata antara analisa Indonesia dengan analisa ahli-ahli dunia ialah, Indonesia menekankan ‘persatuan dan persamaan’ sedangkan analisa internasional menekankan perbedaan yang nyata antara berbagai kultur.  Analisa nasional ini masih banyak dipengaruhi kontaminasi demagogi ‘persatuan dan kesatuan’ Ppancasilais Orba. Demagogi ini telah membikin orang saling sembelih seperti di Kalbar, Kalteng, Maluku, Poso, dll.

FORLET adalah salah satu diantara sekian banyak organisasi/forum yang dibentuk pada permulaan Abad 21. Pada dasarnya bertujuan menghindari kejadian-kejadian mengerikan di masa lalu dalam hubungan antara berbagai etnis/kultur negeri kita. FORLET, seperti dijelaskan oleh ketuanya Agus Rianto: “Banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa Forlet ini bukanlah organisasi politik dan nirlaba, tetapi organisasi yang menghimpun semua kalangan dari berbagai etnis untuk bergerak bersama dalam bidang sosial dan budaya.”  Jelas di sini bahwa FORLET bukan politis.

Ketika permulaan kampanye Jokowi/Ahok muncul juga organisasi bernama FKAS (Forum Komunikasi Antar Suku di Jakarta) dengan tujuan utama mendukung Jokowi/Ahok jadi gubernur/wakil gubernur Jakarta. Jelas disini FKAS adalah organisasi antar suku yang berpolitik, artinya mendukung Jokowi/Ahok.

Dari dua ‘organisasi suku’ ini terlihat perbedaannya bagaimana mendekatkan dan menjaga saling hubungan baik antara berbagai etnis/suku. FORLET dengan memakai bidang sosial dan budaya, sedangkan FKAS memakai cara politis.

Adapun perwakilan perwakilan antar suku yang tergabung dalam FKAS Jakarta adalah sebagai berikut. Suku Sunda  diwakili oleh Djuanda Nataatmaja, Suku Jawa oleh Subagio Joyosumarto, Suku Tionghoa oleh Juliato Liem, Suku Batak  oleh Malvin Panjaitan, Suku Bugis oleh Mappatoba Sila, Suku Minangkabau oleh Sutan Attar, Suku Ambon oleh Yansen Matulessi, Suku Papua Robert Kogoya, Suku Manado oleh Ferdi Sam Ratulangi , Suku Arab oleh Rahman  Assegaf, dan Suku Melayu oleh Mahmud Baharudin.

FORLET mengikutkan dan menghargai Suku Karo, sedangkan dalam FKAS sama sekali tak menyebutkan existensi Karo dan tak mengikutkan Karo walaupun banyak orang Karo di Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.