Kolom M.U. Ginting: INFLASI INDONESIA

M.U. GintingKenaikan harga barang  dan jasa di Indonesia belakangan ini sangat mengkhawatirkan, memang. Bagi SBY, ini sudah merupakan usaha terakhir untuk ikut mengomongkan soal inflasi, sebagai kenangan terakhir pemerintahannya.

 

Selama 10 tahun jabatannya, inflasi sudah terus berlanjut, dan sangat terasa akhir-akhir ini. Tetapi, selama ini juga, belum pernah terlihat ada usaha/ program yang ditonjolkan mengatasi inflasi misalnya seperti yang dia anjurkan di atas: “Mulai dari mengatasi masalah pengangguran, menjaga kestabilan harga dan penciptaan lapangan kerja.”

Selama 10 tahun jabatannya, belum terlihat mengesankan hasil pemikirannya ini dalam praktek kehidupan sehari-hari. Sekarang, mungkin hanya tinggal akan diwariskan ke penerusnya siapa yang bakal jadi presiden negeri ini.

Bagi Jokowi, kalau terpilih, akan memulai acara moneternya dengan ’acara’ inflasi. Dia memasuki jabatan dengan gelombang inflasi yang semakin tinggi. Tetapi, dia sudah punya pengalaman tersendiri soal ini ketika jadi Walikota Solo. Jokowi seperti kebiasaannya, kalau ada pikiran/ ide, langsung dibikin dalam praktek. Dia bikin itu ketika di Solo ”berhasil menekan inflasi hingga 1,53%” dengan ”melakukan manajemen distribusi dan pengecekan”.

SBY dan Jokowi punya ide inflasi, sebagai presiden dan calon presiden sangat perlu, karena hal ini adalah soal penting dalam kehidupan manusia modern, sejak adanya uang. Sudah banyak ide dan gagasan atau program mengatasi inflasi di banyak negara dan di seluruh dunia, tetapi apakah pernah ada yang berhasil?

Susahlah untuk mencari catatan sejarah yang menuliskan keberhasilan mengatasi inflasi. Apakah soal inflasi ini ada kaitannya dengan pertambahan jumlah manusia yang tak bisa diatasi sehingga inflasi juga tak bisa diatasi? Saling hubungan ini tak ada yang mau pernah membicarakan, karena masalahnya sangat luas dan sulit dianalisa.

Bayangkan saja kalau penduduk dunia masih 2 miliard seperti pada permulaan abad 10-11, 10 abad yang lalu, atau jumlah manusia masih sama seperti permulaan masehi . . . . mesin pencetak uang tak perlu dan inflasi tak mungkin.

Tetapi, manusia bertambah seperti bilangan berpangkat dibandingkan pertambahan kebutuhan, dan ini tak ada yang bisa mengendalikan. Perubahan dan perkembangan memang berada di luar kesadaran manusia. Tugas manusia dan terutama pemerintahan tiap negara ialah menganalisa dan mengatasi sedapat mungkin dengan melihat semua fakta. Fakta yang memang sangat komplex. Juga sebab lainnya yang tak kalah pentingnya ialah karena berbagai kepentingan sehingga fakta juga masih banyak yang harus disembunyikan. Orang yang sedikit-sedikit bisa membongkar rahasia fakta yang sangat komplex ini dikatakan ahli ekonomi dan dapat hadiah Nobel.

Saling hubungan lainnya yang enggan disebutkan oleh penguasa atau calon penguasa ialah antara jumlah uang yang dicetak oleh bank negara sehingga bikin uang tak ada nilainya atau turun drastis nilainya karena jumlahnya sudah terlalu banyak dibandingkan dengan petambahan produksi.

Lihatlah apa yang dikatakan SBY dan Jokowi, seperti merahasiakan percetakan uang bank negara. Ini sebab langsung dan gampang dimengerti oleh rakyat biasa, dan selalu terjadi. ”Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon” kata economist Milton Friedman. Salah satu terpenting yang dia sebutkan ialah hyperinflasi karena uang dicetak terlalu banyak.

Jelas di sini negara (bank negara) dan politik keuangannya adalah yang terutama harus dianalisa dalam persoalan inflasi. Dan, ini sering atau selalu dihindari atau dilupakan!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.