Pikiran Jernih dalam KBB

Oleh: Robinson G. Munthe (Jakarta)

 

robinson g. muntherobinson munthe 14Berfikir jernih, menganalisa berdasarkan fakta-fakta kongkrit dari praktek-praktek budaya, mencari masukan dari para ahli dan peneliti yang netral, sedapat mungkin meminimalisir unsur-unsur subyektivitas dalam diri (obyektif) barangkali adalah cara terbaik untuk memutuskan jatidiri KBB (Karo Bukan Batak) atau sebaliknya.

Saya pribadi telah melakukan hal itu ketika dulu yakin akan kebenaran KBB. Saya tidak yakin argumentasi KBB kuat apabila didasarkan  atas sentimen pribadi, kebencian etnis, kepentingan orang per orang dan sebagainya. Kalau hal-hal seperti ini yang mendasari pilihan atas KBB maka argumentasi yang mendasarinya menjadi lemah, emosional dan situasional.

Setiap kita tentulah pernah mendapat pengalaman negatif dan positif dalam interaksi sehari-hari dengan suku-suku lain yang beragam. Pencerahan KBB haruslah didasari atas kematangan emosional dan kajian intelektual yang memadai disertai dengan kejernihan pengamatan atas praktek-praktek budaya sehari-hari. Jika unsur-unsur subyektif dan emosional dapat diminimalisir dalam sosialisasi KBB, maka kita merasa tidak  terbebani dalam pergaulan sehari-hari terutama dengan teman-teman Batak yang mau tidak mau menjadi “obyek pembicaraan” dalam KBB.

Namun, saya juga mengingatkan, jangan terlalu menuntut dan mendambakan analisis, kajian dan teori yang terlalu muluk-muluk dan lengkap ketika memutuskan dan berpihak pada KBB . Tidak akan ada teori ataupun data penunjang yang sempurna dalam ilmu sosial. Jangan terlalu lama terombang-ambing dalam keraguan sehingga terkesan tidak punya pendirian atau peragu.

Orang yang tidak punya pendirian dan peragu tidak pernah mendapatkan kursi kehormatan di tengah-tengah masyarakat. Jika kita yakin bahwa kita jernih dan obyektif dalam hal KBB maka abaikan pikiran-pikiran negatif lain yang mungkin masih mengikuti. Identitas diri yang jelas dan tegas sama sekali bukan penghambat dalam hubungan kemasyarakatan dan keberhasilan hidup. Yang menjadi penghambat adalah kualitas diri, bukan identitas etnis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.