Sejarah, Wisata dan Singapura

Ita Apulina Tarigan dari Singapura

 

singapor 12
Serpihan tembikar dan porselain dari beberapa abad lalu di Museum Singapura

ita-13.jpgPagi ini, tak sengaja saya menemukan sebuah artikel di www.theonlinecitizen.com. Artikel itu berbicara tentang menulis ulang sejarah Singapura yang dimulai 500 tahun lalu, bukan semenjak koloni Inggris menjejakkan kaki di Singapura.

 

“Setiap generasi harus menulis ulang sejarahnya. Meskipun Singapura melihat dirinya sebagai negara kota dengan warisan Inggris, Singapura modern membutuhkan interpretasi yang berbeda dari sejarah untuk memperkuat perspektif yang lebih global. Banyaknya migrasi dan arus perubahan yang datang ke Singapura harus kita antisipasi dengan menggali identitas diri kita atau kita akan hilang,” demikian kutipan dari artikel itu.

Sejarah Asia Tenggara hingga hari ini adalah salah satu kisah yang menarik untuk ditelusuri. Perubahan yang cepat di sepanjang pesisir, legenda, pergantian penguasa membuat sejarah wilayah ini masih misteri. Setidaknya ada banyak mata rantai yang putus, apalagi jika dibandingkan dengan situs-situs bersejerah yang meninggalkan batu berukir entah berupa tulisan maupun gambar.

Selat Malaka, Sumatera, Semenanjung Malaka dan Singapura adalah bagian yang  tidak terpisahkan jika  kita membicarakan kondisi maritim Asia Tenggara.

Untuk Singapura, mari kita mulai dari Fort Canning Hill. Bukit ini oleh orang Melayu di Singapura dikenal dengan nama Bukit Larangan. Menurut mereka, di bukit itu bersemayam raja-raja yang dulu memerintah Tumasik, sebelum berganti gelar menjadi Singapura. Puncak bukit itu dipercaya sebagai makam Rajah Iskandar Shah, raja terakhir dari 5 raja yang memerintah Tumasik. Menurut catatan kolonial Inggris, ketika Inggris sampai di tempat ini dan ingin membangun Bukit Larangan sebagai pusat pemerintahan, orang-orang Melayu menolak menaiki bukit, karena menurut mereka bukit itu keramat.

singapor 11
Bekas penggalian Micsick yang juga pernah mengadakan penelitian di Kota Cina (Medan) dalam kaitannya dengan Kerajaan Haru

Dr. John Micksick peneliti yang fokus kepada sejarah Asia Tenggara telah membuktikan bahwa sejarah awal Singapura bermula dari Bukit Larangan.  Di situs penggalian arkeologi di atas Bukit Larangan di tahun 1984, persis di bawah makam Rajah Iskandar Shah, ditemukan banyak sekali artefak-artefak penting, seperti keramik, gerabah, manik-manik dan perhiasan emas. Para pengunjung dapat melihat bekas galian dan hasil galian karena situs ini dibuat seperti museum alam terbuka.

Mengitari Bukit Larangan, kita seakan berpindah-pindah dimensi, dimensi kolonial dan pre kolonial. Di bagian-bagian yang merupakan peninggalan kolonial, modernisasi dan sistemisasi terasa sekali. Semuanya rapi dan dibuat sesuai fungsinya. Tetapi di bagian lain, masa pre kolonial yaitu masa-masa abad XIV, betapa misteri masih menggantung di udara. Seakan ada rantai yang putus. Ketika melintasi Keramat Rajah Iskandar Shah tercium bunga rampai dan wangi-wangi magis lainnya, walaupun pengelola sudah memasang papan pengumuman, dilarang melakukan tirakat atau doa di makam Keramat.

singapor 14
Keramat Raja Iskandar Shah

Orang-orang Melayu di Malaysia dan Singapura percaya, bahwa Melaka didirikan oleh Raja Singapura yang melarikan diri ketika Tumasik diserang oleh Raja Sriwijaya. Sehingga, banyak pendapat mengatakan bahwa Singapura adalah cermin Melaka. Sama halnya dengan Singapura, Melakapun kemudian menjadi pelabuhan penting di masanya.

Selain sebagai tempat menelusuri sejarah, Bukit Larangan ini juga merupakan taman botani hutan hujan Asia Tenggara. Setiap pohon dan rumput dilengkapi dengan nama lokal, Inggris dan Latin, serta kegunaannya. Pohon-pohon hutan raksasa menjulang tinggi dengan semua parasitnya. Barangkali, terkait dengan kelangsungan sumber air yang ada di atas bukit.

Salah satu pohon yang dikategorikan heritage di taman ini adalah Pohon Hujan atau Pohon Si Pukul Lima. Sesuai dengan namanya, pohon ini akan selalu menguncupkan daunnya bila pukul 5 sore telah tiba, atau bisa saja di siang hari daunnya menguncup pertanda hujan akan tiba. Pohon ini juga ada di hutan raya Sibolangit, persis di belokan di dekat gerbang sebelah kiri. Dalam bahasa Karo namanya sempinur. Selain sebagai Pohon Hujan, pohon ini juga sangat ramah terhadap parasit dan anggrek yang menumpang hidup di dahan-dahannya.

singapor 8Peninggalan-peninggalan kolonial penting di awal Singapura modern juga banyak di taman ini.  Di puncak bukit ada rumah peninggalan Sir Stanford Raffles. Rumah mungil yang masih indah. Di depannya ada tiang bendera yang digunakan sebagai alat komunikasi syah bandar dengan kapal yang datang dan pergi. Dengan melihat bendera syahbandar, pedagang-pedagang di kota Singapura bisa tahu apa barang dan kapal apa yang datang. Melihat bendera itu, para pedagang (lokasi para pedagang itu sekarang dinamai The Merchants Street) bisa bersiap-siap menyambut kapal yang akan tiba.

Dari bendera yang berkibar mereka akan tahu kapal apa yang datang, barang apa yang dibawa, bahkan mereka juga tahu apakah kapal yang datang tersebut sedang terjangkit  wabah penyakit menular. Persis di sebelah kanan berdiri tegak mercu suar pertama yang dibangun di Singapura. Berdiri di teras depan rumah Raffles, tepat langsung memandang Marina Bay tanpa halangan.

singapor 10
Pahatan Eric Tay

Masih banyak lagi peninggalan penting sejarah Singapura di taman ini, rasanya sehari tak cukup untuk mengamatinya. Hari ini, tempat ini digunakan oleh warga untuk berolahraga, beberapa pelajar menggunakannya sebagai sarana untuk mengenal alam dan pepohonan. Di sudut taman di depan gerbang benteng Fort Canning disediakan sebuah tempat untuk bermeditasi, alami sekali. Di jalanan bebatuan, seniman pahat masa kini Singapura memajang hasil karya mereka yang intinya adalah hubungan manusia dengan alam dan sejarah.

Sebuah pahatan wajah yang dibuat dari bonggol kayu di pinggir jalan berbatu mengenang abad XVI, yang diberi judul Say A Little Pray karya Eric Tay diberi pengantar sepenggal doa:

When I asked the sky, the sky continous to rain

When I asked the earth, the earth does not reply

When I aked myself, my conscience is clear.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.