Kolom M.U. Ginting: Karo dan NKRI dalam Diri Djamin Ginting

M.U. GintingDengan diterimanya Djamin Ginting sebagai pahlawan nasional, berarti dua putra Karo telah diangkat sebagai pahlawan nasional. Sebelumnya adalah Kiras Bangun.

Perjuangan orang Karo melawan penjajahan adalah perjuangan alamiah. Pertama adalah karena sifat kepatriotisan dan nasionalismenya yang sangat cocok dengan ideologi Bung Karno pejuang nasion Indonesia. Sebab kedua ialah karena tanah-tanah subur orang Karo di Sumtim dirampok oleh Belanda, dijadikan perkebunan tembakau, sisal dan karet. Dengan adanya kepentingan ekonomi Belanda di daerah ini dan yang sangat vital bagi pemerintahan kolonial, maka militer Belanda juga kuat di daerah ini.

Dua sebab utama ini telah membikin perlawanan orang Karo yang tak pernah berhenti menentang kehadiran Belanda. Pemberontakan pertama ialah dari Datuk Badiuzzaman Surbakti 1870 ditulis oleh Belanda dengan nama ”Batak Oorlog” (Perang Batak). Istilah ’Batak’ di sini adalah buatan Belanda yang menggolongkan pemberontak sebagai orang Batak, istilah yang mengandung penghinaan bagi semua pemberontak dan khusus Badiuzzaman Surbakti. Keluarga Surbakti bikin perlawanan selama 25 tahun berakhir dengan dibuangnya Badiuzzaman dan saudaranya ke pengasingan di Jawa dan meninggal di pembuangan.

Tak ubahnya dengan perjuangan Badiuzzaman Surbakti, Djamin Ginting muncul dalam perang kemerdekaan. Watak patriotisme dan pro Soekarnonya sangat menonjol dan dinyatakan dalam sikapnya yang jelas dan tegas mendukung NKRI dan tak henti-hentinya bikin perlawanan terhadap Belanda menentang agresi 1 dan ke 2 yang dilancarkan oleh Belanda dan sekutunya.

Ketika Perjanjian Renville 1947 ditandatangani, atas perintah Jenderal Sudirman, pasukan Djamin Ginting terpaksa keluar dari daerah van Mook dan pindah ke Kutacane Alas. Dari sana dia tetap melancarkan serangan ke Mardinding (Tanah Karo) yang sudah menjadi pusat pertahanan Belanda diperbatasan dengan Aceh.


[one_third]Djamin Ginting tak bisa dipisahkan dari Karo [/one_third]

Serangan-serangan ini melawan Perjanjian Renvillre dan Djamin Ginting sempat mau digantikan oleh Kol Din, tetapi Daud Beureuh pemimpin Aceh menentang penggantian Djamin Ginting karena, kata Daud Beureuh, Djamin Ginting tak bisa dipisahkan dari Karo dan Karo tak bisa dipisahkan dari perjuangan melawan penjajah. Daud Beureuh mengerti sungguh sejarah perjuangan Karo melawan Belanda.

Di era pemberontakan PRRI, panglima TT1 kol M Simbolon membentuk Dewan Gajah dan Djamin Ginting tanpa ditanya lebih dulu dimasukkan ke dalam Dewan Gajah Simbolon. Djamin Ginting punya pendirian nasionalis menentang dengan tegas PRRI  dan Dewan Gajah Simbolon. Simbolon melarikan diri dan pro PRRI lainnya muncul di kalangan militer seperti Boike Nainggolan dan Sinta Pohan. Kedua orang ini berusaha melawan dan melikwidasi pasukan Djamin Ginting, tetapi Djamin Ginting tetap pada pendiriannya yang tegas pro pusat dan NKRI serta terus berlawan. Kesemuanya berakhir dengan pengikut PRRI ini semua melarikan diri ke Tapanuli dan bergabung dengan Dewan Banteng Ahmad Husin dari daerah  Sumatera Barat (ketika itu masih dalam wilayah Sumatera Tengah).

Pada era Orba, Djamin Ginting tidak begitu populer di mata Soeharto karena pro Soekarnonya dan juga Karo sebagai daerah dan suku, sangat dijepit oleh Orba jelas karena kepatriotisannya dan pro Soekarnonya.

One thought on “Kolom M.U. Ginting: Karo dan NKRI dalam Diri Djamin Ginting

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.