Kolom M.U. Ginting: Khawatir Orkemas?

M.U. Ginting

Para wartawan Karo mengadakan diskusi mengenai masa depan seni pertunjukan Karo seusai menonton konser ERSIBAR LA ERSIBAR di Jambur TAMSAKA kemarin.

Dalam berita Sora Sirulo kemarin dikatakan:

”Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran serta fungsi dan kewajiban seluruh organisasi kemasyarakatan sebagaimana tertuang dalam UU nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Undang-undang ini menyebutkan antara lain bahwa organisasi dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan dan tujuan. Berkenaan dengan hal tersebut, sosialisasi  undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan dan peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2012 tentang pendaftaran organisasi kemasyarakatan di lingkungan kementerian dalam negeri dan pemerintah daerah dipandang sangat penting dilakukan. Demikian disampaikan oleh Plt. Bupati Karo Terkelin Brahmana SH dalam sambutan tertulis yang dibacakan kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Karo, Ronda Tarigan SH ketika membuka acara fasilitasi sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada organisasi kemasyarakat Kabupaten Karo di Suite Pakkar Hotel Jl. Letjen Jamin Ginting, Desa Raya (Kecamatan Berastagi), [Jumat 7/11].” 

 

Lanjut diberitaan, sejumlah peserta pertemuan menanggapi bahwa “UU Nomor: 17 tahun 2013 tersebut terlalu longgar sehingga berpeluang menjamurnya organisasi-organisasi masyarakat di tingkat paling bawah, yang kemudian dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan terjadinya pengkotak-kotakan masyarakat.”

Organisasi pada bermunculan ada positifnya dibandingkan kalau tak ada yang muncul sama sekali yang berarti bahwa rakyat pada melempem saja. Tiap organisasi berbeda satu sama lain dan akan menimbulkan kontradiksi atau persaingan adalah dialektika perkembangan dan sangat wajar. Kerjasama dalam perbedaan adalah soal menangani kontradiksi dan kontradiksi adalah tenaga penggerak perubahan dan perkembangan yang memungkinkan kemajuan dan yang pada gilirannya bisa menambah kesejahteraan masyarakat.

Organisasi muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Organisasi yang tak mengikuti perkembangan ini akan hilang dengan sendirinya. Karena itu tak perlu ada kekwatiran akan terlalu banyak organisasi.

Modal sosial yang tinggi ditandai dengan adanya gejala tumbuhnya kemajuan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial tergantung sepenuhnya adanya saling percaya diantara anggota masyarakat itu sendiri. Dan saling percaya sesama anggota masyarakat semakin tipis jika semakin banyak ragam etnis dimayarakat itu (Putnam). Karena itu pertumbuhan berbagai organisasi bisa dikaitkan dengan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat, hanya berlaku di daerah yang masih didominasi oleh satu kultur, misalnya di Karo.

Daerah yang dihuni bermacam-macam etnis tanpa dominasi kultur setempat atau kultur setempat sudah mau punah, berarti daerah ini adalah daerah tak bertuan. Di situ berdominasi saling curiga, saling tak percaya dan karena itu susah berkembang apalagi untuk maju. Di situ berlaku segala macam hukum termasuk hukum rimba.


[one_third]Individuals pursuing their ethnic interes[/one_third]
t’

Pepatah leluhur kita mengatakan ’di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’ yang berarti supaya masih tetap terpelihara dan berlaku dominasi kultur penduduk asli setempat, sehingga modal sosial dalam masyarakat masih bisa exis dan bisa bermanfaat. Seperti MacDonald juga bilang bahwa pendatang secara ‘Individuals pursuing their ethnic interest’ dan menambahkan bahwa ‘Minorities should be welcomed but they should not be able to remake society in their own image’. Ini adalah rumusan pepatah leluhur kita itu dalam bahasa dan logika orang Barat yang dirumuskan oleh Kevin MacDonald pada era modern sekarang ini setelah mempelajari ethnic competition belasan tahun.

Rumusan leluhur kita maupun rumusan Kevin MacDonald adalah untuk tetap memelihara dominasi dan menghormati kultur masyarakat setempat sehingga ada patokan hidup bagi semua anggota masyarakat yang hidup di situ.  Contohnya kalau di Karo adalah tutur siwaluh merga silima serta filsafat hidupnya ’sikuningen radu megersing siagengen radu mbiring’. Situasi terpeliharanya kultur dan kearifan lokal begini terutama penting untuk menghindari munculnya saling curiga, menghindari terbentuknya masyarakat tak bertuan atau ’pengkotak-kotakan masyarakat’ seperti yang disinyalir oleh sejumlah peserta pertemuan itu, yang memungkinkan munculnya serta berdominasinya hukum rimba.

Bisa diambil kesimpulan jelas dan tegas ialah bahwa kultur pendatang tak boleh mengubah atau mendominasi kultur masyarakat setempat. Dengan begitu, di sini modal sosial selain masih bisa exis, juga bisa berkembang sehingga dasar untuk meningkatkan kesejahteraan tadi semakin meningkat juga, karena masih tetap terpelihara saling percaya atas dasar kultur dan kearifan lokal masyarakat daerah tertentu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.