Kopi Darat Anggota JMS Bawa Inspirasi Baru

alexander firdaustALEXANDER FIRDAUST. BERASTAGI.  Ajang pertemuan sekaligus ´kopi darat´ para anggota grup facebook Jamburta Merga Silima (JMS) [Jumat 14 – Sabtu 15/11] berlangsung semarak dan beri harapan baru untuk kegiatan-kegiatan nyata ke depannya terkait upaya mengangkatkan Karo ke dunia lebih luas.

kopi darat 3
Foto bersama sebelum berpisah

Pertemuan ini dihadiri 30 anggota JMS yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Surabaya, Jambi, Aceh Tenggara, Berastagi, Medan dan bahkan ada yang datang dari Belanda.

Dalam pertemuan ini, dibahas berbagai strategi maupun langkah-langkah yang akan ditempuh untuk memperkenalkan Suku Karo, baik ke dalam untuk sesama Karo maupun ke luar Karo di tingkat nasional maupun internasional.

Berbagai rencana dan strategi yang berhasil digagas dalam pertemuan tersebut, diantaranya mengupayakan keberadaan media Karo, memaksimalkan seni pertunjukan Karo, menerapkan pendidikan karakter kepada pemuda Karo, sekaligus mengadakan berbagai pameran/ penampakan terkait dengan Suku Karo.

Sebagai inti dari semua topik yang dibahas adalah menegaskan bahwa Suku Karo merupakan suku yang mandiri dan berdiri sendiri, sekaligus menumbuhkembangkan rasa percaya diri dan kebanggakan akan kinikaron di kalangan generasi mendatang.

“Selain untuk mengkonfirmasi Kekaroan, pertemuan ini akan membawa harapan untuk Karo masa depan yang dicita-citakan,” kata Kikin Tarigan yang datang dari Aceh Tenggara ke pertemuan ini.

Kikin juga menyampaikan rasa ketertarikannya terhadap inisiatip diadakannya pertemuan ini.

“Melalui pertemuan seperti ini selalu ada kesepakatan atas segala perbedaan melalui diskusi dunia maya yang sudah berlangsung selama ini. Menarik, dari setiap perjumpaan, selalu akan ada basic line kesepakatan atas segala perbedaan di dunia maya. Tentu karena perjumpaan yang saya lakukan tidak hanya dengan kawan segagasan di dunia maya, namun tidak jarang justru dengan seteru gagasan,” ujarnya dalam menekankan bahwa kesepakatan tidak harus terjadi pada orang-orang yang memiliki gagasan yang sama.

Dalam pertemuan tersebut Kikin mengingatkan konsep siangkan yang dipopulerkan oleh Juara R. Ginting di milis tanahkaro sebagai basic line untuk meretas perbedaan dan perselisihan atas pengakuan dan eksistensi dalam keunikan pribadi maupun kelompok yang tentunya akan berdampak terhadap harapan keberadaan Karo yang lebih baik di masa mendatang.

“Siangkan merupakan basic line dalam pertemuan ini. Dapat dipastikan bahwa pada setiap pertemuan hampir selalu ada kehendak dari masing-masing peserta. Namun dengan adanya kata kunci siangkan, maka ini akan menjadi peretas perbedaan dan perselisihan untuk masa depan Karo yang lebih baik. Semoga perjumpaan-perjumpaaan seperti ini masih terus belanjut untuk kemasllahatan Karo yang lebih baik lagi,” tutupnya.

Pertemuan ini dimulai sore hari [Jumat 14/11] dan diakhiri sore esok harinya [Sabtu 15/11]. Diawali dengan pertemuan saling kenal dan obrolan tentang berbagai hal yang mencuat di berbagai grup facebook Karo, khususnya grup Jamburta Merga Silima (JMS) dimana hampir seluruh peserta turut bergabung. Usai makan malam, diadakan pemaparan tentang organisasi kepemudaan Karo yang disampaikan Kordinator Pemuda Karo Medan (PKM) Denhas Sembiring Maha. Alexander Firdaust Sembiring menyampaikan pentingnya peran media dalam mencuatkan Karo dan kinikaron baik ke dunia yang lebih luas maupun ke dalam sesama Karo. Selanjutnya, pimpinan Sanggar Seni Sirulo menyampaikan liku-liku pengelolaan sebuah sanggar seni serta apa pentingnya seni pertunjukan Karo dilakukan secara kontinu meski tidak harus secara besar-besaran.

Acara malam itu diakhiri dengan penampilan Sanggar Seni Sirulo dengan vokalis Juara, Ita dan Ave diiringi kulcapi (Jimmy Sebayang), belobat dan surdam (Jhon Tarigan), ketteng-ketteng (Alex Ginting). Di luar acara, para peserta kemudian bercengkerama ke sana ke mari sambil membakar jagung dan minum bier. Gelak tawa hingga pagi disemarakkan oleh Alex Ginting yang ditenggarai akan menjadi penerus Bejenk Ginting dalam melawak ala Karo.

Esok paginya, para peserta berangkat ke sebuah rumah makan di Berastagi untuk menyantap sarapan pagi. Dalam perjalanan kembali ke villa tempat pertemuan/ menginap, para peserta menyempatkan diri foto bareng di Tugu Perjuangan Berastagi.

Diskusi dilanjutkan di villa dengan penyampaian gagasan-gagasan kinikaron. Diawali oleh Robinson Ginting Munthe yang tak dapat hadir tapi menyampaikan gagasannya lewat SMS yang dibacakan oleh Ita Apulina Tarigan. Selanjutnya giliran Kikin Tarigan, Penatar Perangin-angin dan Ita Apulina Tarigan menyampaikan gagasan.


[one_third]rangkuman ringkas atas jalannya semua diskusi[/one_third]

Penyampaian gagasan kemudian dipindahkan ke lapangan Hotel Bukit Kubu sehingga suasana lain pun merekah setelah semalaman berada di villa. Di sini, penyampaian gagasan dimulai oleh Herlina Surbakti dan dilanjutkan dengan diskusi terbuka. Usai diskusi terbuka, Juara R. Ginting yang sejak awal berperan sebagai moderator memberi rangkuman ringkas atas jalannya semua diskusi dan menyampaikan gagasannya sendiri mengenai pencuatan kinikaron.

Menurut Juara, Karo sangat kaya dengan berbagai potensi.

“Masalah kita bukan kualitas individu, tapi adalah susahnya merangkai kualitas individu-individu Karo menjadi sesuatu yang dapat mencuatkan Karo. Lihat suku-suku di sekeliling Karo, mereka sudah kehabisan daya jual budaya tradisional ke tingkat nasional dan internasional. Bila kita Karo mampu secara rutin mengadakan seni pertunjukan tradisional kecil-kecilan saja dan beritakan secara multi media melalui media online, maka dunia akan menyadari kelebihan luar biasa dari Karo dalam hal seni tradisional. Ini, adik-adik yang tampil kemarin, sudah memiliki kualitas internasional dalam bermain musik. Tapi, mengapa kita selalu merasa kalah populer dari suku tetangga? Pergilah jalan-jalan ke tempat-tempat lain di Indonesia. Di mana ada kampung yang satu kede kopi punya dua sampai tiga macam koran untuk pelanggannya? Hanya di Karo,” papar Juara dalam rangka menggugah para peserta untuk tidak terus menerus menganggap Karo “tidak ada apa-apanya”.

Terkait dengan gagasannya itu, Juara segera merealisasikan rencana lamanya untuk membuka cultural café (kede kinikaron) dengan menampilkan ceramah-ceramah budaya, pembacaan-pembacaan puisi dan cerpen, penutur turi-turin dan lagu-lagu Karo dengan iringan musik tradisional dari Sanggar Seni Sirulo.

“10 orang saja yang hadir, sudah merupakan sebuah event besar bila direkam dengan video dan siarkan melalui youtube. Apalagi kalau media-media online dan cetak turut memberitakannya. Kita juga mengupayakan agar warung ini bisa menjadi tempat pertemuan para wartawan,” kata Juara.

Suasana haru dan penuh harapan mengiringi perpisahan para peserta setelah ditutup oleh Ita Apulina Tarigan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.