Siapa Sultan Badiuzzaman Surbakti dalam Sejarah Karo?

Oleh: Maria Timmen Surbakti

 

maria timmenMulai dari tahun 1872-1895. Perang yang berlangsung selama 23 tahun ini membuat Belanda mengalami kerugian sangat besar. Bangsal tembakau milik perusahaan Belanda banyak dibakar.

Perang dengan waktu sangat lama dan perang ini merupakan perang terlama dan terhebat di Pulau Sumatera dan salah satu perang terhebat di Indonesia sehingga pemerintah Hindia Belanda harus mengeluarkan ‘Medali Khusus’ untuk menghargai para pemimpin perang ini dari pihak mereka. Hal itu diketahui dari catatan yang terdapat di Museum KNIL, Bronbeek Belanda.

Kisah kepahlawanan Sultan Badiuzzaman Surbakti yang dahsyat tak tercatat secara formal, seperti di kurikulum pelajaran sejarah nasional. Sehingga banyak yang tidak tahu tentang selak beluk sejarah ini. Sultan Sunggal, Badiuzzaman Surbakti ini belum diangkat jadi Pahlawan Nasional. Penghormatan pun tidak ada sama sekali pada Pahlawan ini bahkan nama jalan di depan bekas kesultananya pun tidak ada.

Pada Tahun 1632, Sultan Iskandar Muda Aceh memberi gelar Laksamana Khoja Bintan kepada Sri Paduka Gocah Pahlawan, berkat pengabdian dan prestasi pada Kesultanan Aceh. Selain itu, beliau juga diberi tugas menjadi wali negeri untuk wilayah Kerajaan Haru yang sudah ditaklukkan (Sumatra Timur). Sri Paduka menikah dengan Putri Nan Baluan Surbakti, adik Datuk Imam Surbakti (Datuk Hitam Surbakti), Raja Negeri Sunggal. Oleh 4 Raja-raja Urung Suku Karo, ia diangkat menjadi raja pertama di Deli. Raja Urung Sunggal bertugas selaku Ulun Jandi, yaitu mengucapkan taat setia dari Orang-orang Besar dan rakyat kepada Raja. Sunggal memberikan sebagian ulayat (daerahnya) kepada Deli (wilayah Kuala Belawan dan Kuala Percut) dan Serdang, selaku kalimbubu kepada anak beru.

Tahun 1614, Tuanku Panglima Perunggit, Panglima Deli  melanjutkan kekuasaan ayahnya, Sri Paduka Gocah Pahlawan.

Tahun 1669, Deli merdeka dari Aceh, setelah lemahnya pemerintahan Aceh dari Sultan Iskandar Muda yang beralih kepada raja-raja perempuan. Sejak itu Deli mulai membangun hubungan dengan Belanda di Malaka.

Tahun 1700, Tuanku Panglima Pa Derap menggantikan kekuasaan ayahnya, Panglima Pa Runggit.

Tahun 1723, Deli mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan diantara empat putra mahkota. Akhirnya, Deli jatuh ke tangan Tuanku Panglima Pasutan. Tuanku Umar Johan yang harus tersingkir dari Deli diangkat menjadi Raja Serdang pertama oleh Raja Urung Sunggal, Senembah, Raja Batak Timur dan seorang pembesar Aceh.

Tahun 1767, Tuanku Ainan Jonan Alamsyah menggantikan kekuasaan ayahnya sebagai Raja Serdang.

Tahun 1817, Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah sebagai Raja Serdang menggantikan kekuasaan kakaknya, Tuanku Sainal Abidin yang gugur dalam perang Langkat. Pada masa pemerintahan beliau, Serdang mulai dikenal kuat karena perdagangan dan kemampuan perangnya.

Tahun 1819, Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah menggantikan kekuasaan ayahnya sebagai Raja Serdang. Serdang mengalami banyak peperangan termasuk melawan Deli dan Langkat. Serdang memihak Kesultanan Aceh pada masa itu. Selain itu Serdang mulai mendapat gangguan dari Belanda.

Tahun 1822, Deli mencoba menaklukkan Sunggal dan gagal. Panglima Mangedar Alam, keturunan Sultan Deli menikah dengah Dayan Sermaidi Surbakti, anak dari Datuk Hitam Surbakti (Raja Sunggal).

Tahun 1823, Sunggal melepaskan diri dari Deli di bawah pemerintahan Datuk Amar Laut Surbakti, cucu Datuk Hitam Surbakti.  Deli sebagai anak beru dianggap telah berkhianat, yang telah diberi ulayat oleh Sunggal malah ingin menaklukkan Sunggal yang merupakan kalimbubunya sendiri.

Datuk Ahmad (Abdul Hamid Surbakti) menggantikan kekuasaan ayahnya sebagai Sultan Sunggal dan mengganti nama Sunggal menjadi Serbanyaman. Saat itu, Sultan Deli (Sultan Osman I) kembali membuka hubungan dengan Sunggal dan Aceh, lembaga Ulon Jandi kembali diaktifkan.

Tahun 1862, 16 Agustus sesuai Acte Van Erkenning wilayah Serdang ditaklukkan Belanda.

Tahun 1865, missi Belanda di bawah pimpinan Netcher memulai penanaman tembakau oleh Nienhuys di daerah Labuhan.

Tahun 1866, pada usia 21 tahun, Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti menjadi Raja Sunggal Serbanaman IX. Ia merupakan anak ke 4 dari Raja Sunggal Serbanaman, Datuk Abdullah Ahmad Sri Indera Pahlawan Surbakti, ibunya bernama Aja Mili.

[one_third]Kualitas tembakau Deli sebagai pembalut cerutu terbaik[/one_third]

Pada 1870, Belanda telah menduduki Sumatera Timur yaitu di Langkat dan sekitar Binjai membuka perkebunan tembakau dan karet. Belanda ingin memperluas usaha perkebunan ke Taneh Karo dengan alasan tanah di sekitar Binjai telah habis ditanami. Perkembangan ekonomi kapitalisme di belahan Eropa semenjak abad ke-17 membawa pengaruh ke berbagai belahan dunia lainnya. Salah satu wilayah yang tak luput dari pengaruh itu adalah Sumatra Timur. Kualitas tembakau Deli sebagai pembalut cerutu terbaik tak ayal menggoda nafsu serakah para kapitalis untuk menguasai lahan-lahan kepunyaan rakyat. Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli) memberikan tanah yang subur di wilayah Sunggal tanpa seizin rakyat Sunggal. Dijadikan konsensi perkebunan perusahaan Belanda yang bernama De Rotterdam dan Deli Maschapij.

Pada bulan Desember 1871, Datuk Badiuzzaman Surbakti memimpin rapat rahasia di sebuah kebun lada, untuk mengantisipasi pengambilan tanah rakyat yang telah dimiliki/diusahai selama bertahun-tahun oleh Maskapai Perkebunan De Rotterdam dan pasca ditandatanganinya Perjanjian Traktat Sumatera. Rapat itu dihadiri oleh Datuk Kecil Surbakti (Mahini), Datuk Jalil Surbakti, Datuk Sulong Barat Surbakti, Nabung Surbakti (Pulu Juma Raja) selaku komandan pasukan orang Karo pegunungan, dan Tuanku Hasyim mewakili Panglima Nyak Makam sebagai komandan Laskar Aceh, Alas dan Gayo. Hasil dari rapat adalah kesepakatan seluruh pihak yang hadir untuk menentang dan mempertahankan setiap jengkal tanah warisan leluhur dari penyerobotan pihak Belanda. Mereka sepakat untuk bersama-sama mengusir para penjajah.

datuk sunggal 1
Makam Datuk SunggaL di Cianjur

Pada bulan Mei tahun 1872, terjadi peristiwa tembak menembak antara 1500 Simbisa Sunggal (pasukan perang Sunggal) dengan pasukan Belanda di berbagai tempat. Pada peristiwa tembak menembak 17 Mei 1872, para pejuang Sunggal menewaskan dua serdadu Belanda serta melukai beberapa orang termasuk Letnan Lange (Komandan Marinir Belanda). Pada tanggal 24 Juni 1872, pasukan Datuk Sulung Barat Surbakti berhasil menghancurkan pasukan Belanda di Sapo Uruk dan Tandak Benua.

Akibat perlawanan yang hebat dari pejuang Sunggal, maka Pemerintah Hindia Belanda melalui Asisten Residen Riau, Locker de Bruijne, mencoba menyelesaikannya melalui jalur diplomasi. Raja Urung Serbanaman, Datuk Badiuzzaman Surbakti, beserta beberapa orang pengulu kampung Karo Dusun (kampung di sekitar Deli) lainnya dikumpulkan. Datuk Badiuzzaman Surbakti diminta secara paksa memerintahkan para pejuang Sunggal menghentikan perlawanan dan pulang ke rumah masing-masing. Permintaan itu ditolak mentah-mentah dan ia pun dikenakan hukuman tahanan kota. Meski sebagai  tahanan kota, Datuk Badiuzzaman Surbakti sebagai pemimpin perlawanan tidak mengenal kata menyerah. Dibantu para kerabatnya selaku komandan lapangan para pasukan Sunggal terus melancarkan gerilya terhadap aset perkebunan Belanda. Komunikasi antara Datuk Badiuzzaman Surbakti dengan para komandan lapangan dilakukan melalui perantaraan kurir yang menyamar sebagai perlanja sira (orang yang memikul bungkusan berisi garam).

Pada tanggal 27 Juni 1872, pasukan infantri pimpinan Kapten Koops dan artileri di bawah komandannya Van De Meurs diserang kaum gerilyawan; seorang tewas dan beberapa orang luka parah. Van De Meurs memerintahkan seluruh pasukan meninggalkan benteng dan berusaha sendiri-sendiri menyelamatkan diri menuju kebon Enterprise.

Pada tanggal 30 Juni 1872, kaum gerilyawan berhasil mengusir Belanda di Sapo Uruk, menyerang kebun Enterprise dengan jatuhnya korban dari pihak Belanda dan Cina. Mereka meninggalkan barang bebannya di tengah jalan.


[one_third]Akibatnya, produksi tembakau berhenti[/one_third]

Pasukan Sunggal diperkuat oleh Wan Musa dari Kejuruan Senembah dan Tengku Sulong Hebar dari Kejuruan Selesai. Di samping itu, Kejuruan Bahorok, Kejuruan Stabat Tan Mahidin juga orang-orang Karo di Langkat Hulu mendukung para pejuang Sunggal setelah mereka mengadakan rapat di Tanjung Jati. Setelah rapat itu, para pejuang itu mulai membakari bangsal-bangsal tembakau dan rumah-rumah tuan kebon Belanda. Akibatnya, produksi tembakau berhenti. Para Tuan Kebon berlarian membawa anak dan istrinya mengungsi ke Labuhan Deli. Tanggal 8 Juli 1872 Belanda mengungsikan keluarganya karena diserang pasukan Sunggal di Perkebunan Padangbulan, Paya Bakung dan Geserverance ke Labuhan untuk dinaikkan ke kapal Banka.

Tanggal 10 Juli 1872, bantuan pasukan Belanda datang,  dipimpin oleh Letkol van Hombracht mengambil alih kepemimpinan Kapten Koops di kebun Enterprise Kampung Lalang. Pasukan ini mendapat serangan pasukan Sunggal, jatuh korban di pihak Belanda dan Letkol van Hombracht luka parah.

Tanggal 20 Agustus 1872, Belanda terpukul mundur di Rimbun (dekat Tuntungan). Pimpinan diambil alih Mayor van Stuwe dengan kekuatan 350 orang terdiri dari 1 detasemen artileri, 3 kompi infantri termasuk 14 orang perwira. Pasukan ini mendapat perlawanan dahsyat di sepanjang Lau Margo oleh Pasukan Sunggal.

Tanggal 4 November 1872, pada tahun 1872 saja telah terjadi korban tewas di pihak Belanda sebanyak 31 orang (serdadu Eropa 27 orang Angkatan Darat, 1 orang Angkatan Laut dan Bumiputra 3 orang), luka-luka sebanyak 592 orang (serdadu Eropa angkatan Darat 320 orang, 2 orang Angkatan Laut dan Bumiputra Angkatan Darat 270 orang) belum termasuk korban di kalangan prajurit Laskar Sultan Deli dan Laskar Pangeran Langkat, penunjuk jalan dan kuli-kuli.

Tanggal 6 September 1874, Datuk Mohd.Jalil meninggal di masa pembuangan oleh Belanda, di Cilacap disusul adiknya Datuk Mohd Dini (Kecil) Surbakti pada tanggal 7 Agustus 1876.

Sejak tanggal 24 Oktober 1872 Datuk Badiuzzaman Surbakti mengubah pola perjuangan dari penyerangan secara langsung menjadi penyerangan dengan cara membakar bangsal perkebunan Belanda dan maskapai perkebunan asing, agar menimbulkan rasa tidak aman bagi tuan kebun dan keluarganya, serta menghentikan kegiatan produksi dan ekspansi areal. Pimpinan penyerangan oleh adik kandungnya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti. Sosialisasi strategi ini dilakukan melalui rapat-rapat rahasia yang dilakukan di berbagai tempat termasuk di Kampung Pagar Batu yang dihadiri oleh pemuka masyarakat dan tokoh laskar Sunggal.

Di Deli, selain pembakaran bangsal-bangsal tembakau. Datuk Badiuzzaman Surbakti juga berhasil menggerakkan rakyatnya, sehingga petani tidak bersedia menjual beras kepada Belanda. Akibatnya, Belanda terpaksa mengimpor beras dari Ranggoon. Pada tahun 1886, timbullah gerakan pengacauan di perkebunan (onderneming). Pemilik perkebunan beserta anak-anak dan istri mereka di beberapa tempat mati terbunuh. Yang lainnya menjadi panik dan ketakutan serta merasa keselamatannya tidak terjamin lagi. Gerakan ini semakin meluas dan secara serentak di perkebunan milik Belanda dan maskapai perkebunan asing. Pembakaran bangsal dengan ranjau ini mengakibatkan tidak satupun bangsal dapat diselamatkan.

Pada tahun 1894, Belanda menawarkan perundingan dengan Datuk Badiuzzaman Surbakti untuk mencari jalan keluar mengatasi kemelut di Sunggal selama beberapa minggu menemui Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta. Tawaran tersebut diterima dengan hati yang bersih mengingat usia perang sudah hampir ¼ abad. Bersama adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti, Datuk Mahmud (sekretaris) dan ajudannya Daim ternyata mereka tidak dipertemukan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, malah disuruh minta maaf atas kesalahan yang dilakukan.Tentu saja ditolak olehnya, bagi Datuk Sunggal dan rakyatnya sampai matipun mereka tidak mau jongkok-jongkok dan minta ampun kepada Belanda karena itu kepantangan nenek moyangnya.

Pada tanggal 20 Januari 1895, mereka dibuang seumur hidup setelah sebelumnya ditahan di penjara Bengkalis. Datuk Badiuzzaman Surbakti dibuang ke Cianjur dan adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti dibuang ke Banyumas. Di sana, makamnya dikenal dengan sebutan Makam Istana Deli, dan kedua makam itu dihormati oleh penduduk setempat sampai saat ini.

Setelah kabar pembuangan sampai ke Sunggal, rakyat Sunggal berkabung selama 3 bulan menunjukkan hormat dan kesetiaan mereka kepada para pejuang rakyat itu. Belanda menyatakan Perang Sunggal telah selesai tuntas tahun 1896, padahal kaum gerilyawan masih beraksi. Nabung Surbakti mengerahkan seluruh pasukannya menghantam serdadu Belanda di Tandak Benua dan menyabung nyawa di Dataran Tinggi Karo. Dia gugur oleh peluru musuh pada tanggal 14 Agustus 1915 dan hingga kini bermakam di Kampung Kuala, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo.

4 thoughts on “Siapa Sultan Badiuzzaman Surbakti dalam Sejarah Karo?

  1. Sudah selayaknya pahlawan besar Karo yang terbenam sejarah ini menjadi pahlawan nasional. selain itu nama Datuk Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti sudah selayaknya lebih dikenalkan dan dikenang dengan mengabadikan nama besarnya di tanah yang diperjuangkannya sebagai salah satu nama jalan protokol. Perjuangan Datuk Badiuzzaman ini sudah selayaknya mendapat porsi utama di dalam sejarah perjuangan di Sumatera utara khusunya di daerah Langkat, Medan Deli Serdang dan Karo. Sejarah perjuangan besar beliau dan jiwa patriotnya seharusnya lebih dikenal lagi dan selayaknya menjadi salah satu kebanggan dan masuk pelajaran di sekolah-sekolah di sumatera utara, sehingga masyarakat Sumatera Utara terutama generasi muda tidak hanya mengenal pahlawan nasional seperti Diponegoro, Patimura, Cut Nyak Dien atau Sisingamangaraja saja tapi juga bisa bangga karena Sumatera Utara juga punya seorang Pahlawan Besar Yang berjuang seperempat abad lebih lamanya untuk tanah kelahiranya yang kelak menjadi daerah modal untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Jika dibandingkan lama perjuangan Datuk Badiuzzaman (Batak Oorlog,1872-1895,23 tahun) dengan Diponegoro (Diponegoro en java Oorlog,1825-1830, 5 Tahun) perbandingannya 1:4+.dan Datuk Badiuzzaman juga lebih dulu mengobarkan perang terhadap belanda dibandingkan dengan Sisingamangaraja (1878-1907). Dan jika dihubungkan dengan kedekatan wilayah, tidak tertutup kemungkinan jika strategi dan gigihnya perlawanan Datuk Badiuzzaman dan pasukannya melawan belanda di Langkat dan Karo Area yang menjadi penggerak perjuaangan Sisingamangaraja di Toba Area dan ‘Dairi Area’?, siapa yang tau kan… hehehe… ‘Sekali layar terkembang surut kita berpantang’… mejuah-juah!

  2. Prof USU Ahmad Samin Siregar sangat giat mengusulkan supaya datuk Badiuzzaman Surbakti diangkat jadi pahlawan nasional. Begitu juga dari pihak orang Karo dan dari pihak keluarga Surbakti sendiri telah banyak bikin usaha kearah itu. Perjuangan Badiuzzaman sudah selesai, tetapi perjuangan orang Karo supaya beliau diangkat jadi pahlawan nasional sebagai tanda penghargaan atas perjuangannya yang sangat patriotis itu, masih belum selesai.

    Setelah Badiuzzaman ditangkap dan dibuang 1895, perang dan perjuangan diteruskan oleh anggota keluarganya yang lain Nibung Surbakti yang berjuang dan berperang hingga kematiannya 1915. Dia gugur karena tertembak dalam pertempuran di Tandak Benua Tanah Karo.

    Pengetahuan daerah (Sumut) tentang perjuangan Badiuzzaman sudah meluas, tetapi masih minim di pusat sebagai penentu dan pengangkat kepahlawanan.

    Pencerahan dan lobbi Karo dan Sumut masih sangat kurang dalam meluaskan berita daerah dan perjuangannya. Ini harus dijadikan tugas penting bagi anak-anak muda Karo khususnya dan Sumut umumnya supaya lebih giat dalam promosi kepahlawanan daerah ini.

    Didaerah Sumatra bagian utara ini, selain suku Aceh, suku Karo adalah suku terdepan menantang penjajahan karena Belanda memusatkan kegiatannya di daerah-daerah subur orang Karo yang dijadikan perkebunan karet, tembakau, dan sisal sebagai pendukung utama perekonomian kolonial.

    Ayolah semua orang Karo, katakan apa yang harus dikatakan, tulis apa yang harus ditulis, gunakan INTERNET untuk memperkenalkan dan meluaskan informasi tentang perjuangan Karo melawan kolonial.

    MUG

  3. Salam mjj Turang Maria Timmen br Surbakti , aku sanagt tersentuh setelah membaca tulisenndu mengenai Sultan Badiuzzaman Surbakti terima kasih atas tulisanndu ya .Saya sudah mendengar sedikit mengenai pejuang ini tapi sekali ini baru saya lengkap mengetahui ,saya dengar dari abang di Jakarta katanya ingin di perjuangkan menjadi Pahlawan Nasional .Bujur mjj T.Antonio Surbakti Melbourne /Australia .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.