Kolom M.U. Ginting: Demokrasi Digital

M.U. GintingKetua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan bisa mendukung KIH dan Jokowi: “Selama itu tujuannya untuk rakyat, bangsa dan negara. Toh pada posisi sebagai partai penyeimbang saat ini saja kami mendukung pemerintah jika langkah-langkah pemerintah pro rakyat,” ujarnya [Selasa 9/12] sebagaimana dirilis oleh merdeka.com.

Dengan pertemuan SBY-Jokowi barusan, kelihatan ada perubahan dan perkembangan hubungan PD dengan pemerintah dan KIH umumnya. SBY punya  semacam kepercayaan atas pemerintah Jokowi maupun Jokowi sebagai presiden. Terlihat dalam UU Pilkada dimana PD jelas memihak KIH di parlamen, lebih setuju dengan pemilihan langsung. Tetapi PD akan tetap mengambil prinsip sebagai partai penyeimbang dengan “mendukung pemerintah jika langkah-langkah pemerintah pro rakyat”.

UU Pilkada itu harus diubah. Pelaksanaan Pilkada secara langsung berarti bagi PD pro rakyat. Memang betul, sikap ini pro rakyat dan pro perubahan dan perkembangan.

Sikap PD ini bagus dan sesuai dengan perubahan dan perkembangan demokrasi digital ini, perubahan cepat dimana-mana. Tak bisa menunggu perubahan kesedaran parlemen yang berubah 5 tahun sekali. Perubahan pikiran rakyat sesuai perubahan demokrasi digital, berubah tiap detik.

Melihat imbangan suara sekarang di DPR, dimana KMP 56,5 % dan KIH 43,4% sedangkan  suara PD 10% pindah ke KIH maka imbangan kekuatan jadi berkebalikan, KIH jadi mayoritas. Tetapi hanya dalam soal ’langkah-langkah pemerintah yang pro rakyat’.


[two_third]mayoritas suara KMP seperti bertengger di ujung tanduk[/two_third]

Apalagi kalau ditinjau perubahan dan perkembangan partai PPP maupun Golkar yang sedang bergejolak, mayoritas suara KMP seperti bertengger di ujung tanduk. Perubahan imbangan kekuatan di DPR sangat dinamis sesuai dengan demokrasi digital itu, bisa terjadi tiap detik. Tak mungkin lagi seperti pendapat Ketum PPP Suryadharma yang bilang kalau PPP akan tetap dengan KMP dalam keadaan susah maupun senang, kalah maupun menang. Ini kayak kisah percintaan era Shakespeare dalam Romeo and Juliet. Jelas pikiran ini jauh dari demokrasi digital.

Dalam jangka panjang ada juga negatifnya kalau pemerintah punya kekuatan mayoritas di DPR, bisa jadinya terlalu enak menjalankan pemerintahan karena suara yang mengkritisi jadi minoritas. Kerja pemerintah selalu butuh kekuatan penyeimbang. PD bersedia akan mengambil tugas ini. PD bisa karena 10% suaranya akan bisa bikin keputusan yang menentukan.

Perubahan-perubahan imbangan kekuatan dalam perpolitikan di banyak negara dunia seperti di Eropah dan juga USA, punya kecenderungan yang searah, yaitu perubahan yang diakibatkan adanya atau munculnya demokrasi digital. Demokrasi digital ini menggantikan ’demokrasi jalanan’ dari abad lalu. The Establishment tak begitu terganggu oleh ’demokrasi jalanan’. Tetapi, dengan demokrasi digital (jutaan suara di internet), perubahan imbangan kekuatan dalam perpolitikan telah bikin the establishment kalang kabut.

Krisis pemerintahan awal Desember di Swedia betul-betul bikin kalang kabut the establishment Swedia. Baru saja selesai pemilihan dan bentuk pemerintah baru, tetapi tiba-tiba harus bikin pemilihan baru lagi dengan harapan bisa menyelesaikan krisis perimbangan suara di parlement dimana persoalannya tak ada budget yang bisa diterima. Dengan pemilihan baru berarti menyerahkan penyelesaian persoalan ke jutaan orang, atau demokrasi digital.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.