Lagi Antara NABI dan SENIMAN

Tanggapan terhadap tulisan Plato Ginting:

Beda NABI dengan SENIMAN

nabi dan seniman 2
Teater SIRULO di akhir sebuah pertunjukannya di Lubuk Pakam yang berjudul SIRULO BERTANI ORGANIK

efrata ketaren 1Tulisan ini awalnya ketika saya membacanya cukup menarik juga. Tetapi setelah melewati 2 hari ternyata cukup ‘mengganggu’ hati dan pikiran. Sepertinya penulis dapat dikatakan sebagai ‘seniman’ sekaligus juga ‘nabi’. He he he he …. ini juga hasil imajinasiku yang agak liar. Nabi di sini bukan dalam arti yang ketat seperti di kitab-kitab suci.

Dulu, ketika kami anak remaja/ pemuda Karo di Jogya (tahun 1980-1983), kami lebih banyak bertanya dan berguru kepada abang kami Saulus Peranginangin Pinem kalau kami mau membicarakan karya seni dan seperti apa itu seorang seniman.

Umumnya mereka yang berkarya dalam seni, sangat tidak suka dikatakan sebagai seniman. Misalnya WS Rendra di masa kami dulu, tidak mau dikatakan seniman. Kata seniman itu terlalu ‘sakral’, tetapi sebagai penyair, walaupun reputasi Rendra sudah internasional, dia agak keberatan dikatakan sebagai seniman. Malah opini Rendra mengatakan,”tugas seniman adalah memberikan signal, kita melihat sesuatu dan untuk mengingatkan ketika kita melihat tidak adanya keseimbangan sosial dan alam”.


[one_fourth]dengan cara BERPUISI dan bernyanyi untuk mengingat-kan bangsanya[/one_fourth]

Berdasarkan opini Rendra ini, saya justru melihat ini adalah tugas kenabian. Lihat sendiri bangsa Israel ketika identitas dan integritas mereka sedang krisis, maka bangkit suara para nabi dengan cara BERPUISI dan bernyanyi untuk mengingatkan bangsanya. Kalau sudah begini situasinya, baik seniman maupun nabi ya sama-sama ditolak dan mungkin sedang beresiko nyawanya ketika mereka mengkritik dalam sebuah syair lagu.

Poin tembaknya yang penting di sini, saya melihat bahwa fungsi kenabian dan seniman itu hampir sama. Apalagi kalau ada nabi (dalam arti yang tidak ketat) dan seniman bekerjasama dalam memberikan signal kepada masyarakatnya, suku dan bisa juga bangsanya seperti Iwan Fals misalnya.

Kembali ke sesuatu yang menggelitik di pikiran saya. Apakah para penggiat “Karo Bukan Batak” dapat dikatakan sebagai seniman atau nabi ? Ketika saya menyimak tulisan para admin grup Jamburta Merga Silima seperti Ita Apulina Tarigan, Brandy Karosekali dan juga Juara R. Ginting serta banyak penulis lainnya termasuk kam sendiri, Plato Ginting, timbul pertanyaan yang menggelitik dalam hati: “Dapatkah mereka disebut sebagai nabi sekaligus seniman?” (tentu dalam arti yang tidak ketat).

Ini termasuk imajinasiku yang liar, lho.

Tulisan terkait: Beda NABI dengan SENIMAN


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.