Kolom M.U. Ginting: PEREMPUAN KARO

M.U. Gintingmug 4Pikiran dan pemikiran Joni Hendra Tarigan (JHT) soal anak perempuan dan kaum wanita pada umumnya sangat menarik dan patut jadi perhatian kita karena mengangkat fenomena atau kenyataan yang masih terlihat dalam kehidupan modern negeri ini.

JHT tulis:

[slide][box type=”shadow”]

  1. Kebaikan itu diwariskan, bukan disuapkan. Bayak orang yang berkecukupan merasa mewariskan tetapi menyuapkan kebaikan, dan ahirnya sang penerus tidak mampu bertahan karena kita tidak tahu bagaimana kebaikan itu terjadi.
  1. Banyak orang (terutama penganut patrilinieal) yang ada keraguan untuk mendidik anak perempuannya setinggi mungkin. Karena toh akan  ke dapur juga.
  1. Banyak orang mengumpat generasi Indonesia yang kalah dari negara tetangga, tetapi bagaimana kualitas ibu itu luput dari perhatiannya.
  1. Sering kali kita memperdebatkan persaingan antar etnis, dan tentunya kualitas manusianya menjadi bahan perbandingan. Mempersiapkan calon ibu,  berarti mempersiapkan anak yang akan dilahirkan maka artinya juga mempersiapkan generasi seterusnya. Dalam hal ini, ini pendidikan untuk kaum perempuan begitu penting.

[/box]
[/slide]

“Sering kali kita memperdebatkan persaingan antar etnis, dan tentunya kualitas manusianya menjadi bahan perbandingan,” kata JHT.

Betul sekali memang, termasuk di sini dia tekankan keterlibatan kaum wanita dan pentingnya pendidikan bagi mereka dalam peningkatan kualitas manusianya tadi. Pasti tak adalah diantara kita ini yang masih ragu bahwa kekalahan atau kemenangan dalam ethnic competition selalu ditentukan oleh ‘kualitas manusianya’ dalam pengertian yang sangat luas selain Darwinian ‘natural selection’.

JHT di sini menekankan  juga pentingnya peranan wanitanya dalam kompetisi itu.

Sangat berkesan memang dan sangat dibutuhkan keterlibatan kaum wanita untuk kemenangan dan survival suku Karo dalam kompetisi itu. Mengingat juga keterlibatan mereka dalam diskusi ethnic competition selama ini masih sangat minimal.

mug 2
Festival Tari Karo yang dilaksanakan oleh Permata GBKP Depok (2013) dengan mengundang beberapa seniman Karo sebagai juri. Salah seorang diantara Ita Apulina Tarigan yang merupakan Ketua Sanggar Seni Sirulo.

Apakah karena menganggap kompetisi hanyalah persoalan kaum laki saja atau karena golongan wanita ini merasa tak diikutkan karena satu dan lain hal? (Padahal merekalah yang akan meneruskan generasi yang akan melanjutkan kompetisi itu).

Dengan pikiran JHT ini mudah-mudahan bisa menambah perhatian kita untuk lebih banyak melibatkan kaum wanita dalam semua perjuangan Suku Karo untuk perubahan, perkembangan dan terutama sekali untuk survival Karo dalam  Darwinian ‘natural selection’ yang tak terhindarkan.

Di beberapa daerah Sumut telah terlihat ‘natural selection’ ini sedang berjalan atau sudah berjalan dalam tingkat terakhir, seperti di Pakpak Dairi dimana kearifan lokal penduduk aslinya sudah lenyap karena kekuasaan dan tanah ulayatnya sudah pindah tangan ke pendatang. Demikian juga sebagian besar daerah Simalungun terutama ibu kotanya.


[one_fourth]menurut Bupati Karo, Terkelin Brahmana …[/one_fourth]

Di Karo, menurut Bupati Karo, Terkelin Brahmana, kearifan lokal dan nilai-nilai lokal sedang dalam proses pergeseran. Pakpak-Dairi dan Simalungun sudah lama melewati tingkat ‘pergeseran’ ini. Tingkat sekarang terutama orang Pakpak Dairi sudah tersisih total dalam ‘natural selection’ Darwin yang sudah berlangsung selama abad ke 20, sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Saat Reformasi tiba, ‘natural selection’ Darwin pada pokonya sudah selesai sempurna di Dairi Pakpak.

Orang Pakpak sudah tersisih dari pertandingan, tanah ulayat dan kekuasaan sudah pindah tangan. Mobilitas dan pertambahan cepat penduduk pendatang yang sangat jauh melampaui penduduk asli adalah faktor utama dalam kekalahan Pakpak.

Juga harus ditekankan bahwa “unilateral renunciation of ethnic loyalties by some groups means only their surrender and defeat – the Darwinian dead-end of extinction.

Di kalangan Pakpak kelihatannya persoalan ini juga telah ikut pegang peranan dalam penyisihan mereka dari pertandingan.

Orang Karo sudah bikin analisa dini yang tepat dalam soal ini, termasuk waktunya yang masih belum terlambat. Begitu juga Bupati Karo, Terkelin Brahmana, ikut berpikir. Tentu kekuatan pikiran ini akan lebih berlipat ganda jika DPRD Kabupaten Karo juga bisa berangsur melibatkan diri dalam kompetisi yang mematikan ini.

Kekuatan perkasa lainnya yang semakin terus menanjak kita lihat ialah kekuatan dalam media sosial dan semua kekuatan internet Karo. Tak boleh tak disebutkan juga ialah kekuatan dalam pemuda Karo seperti PKM (Pemuda Karo Medan), Mahasiswa Karo dari semua universitas di seluruh Indonesia, intelektual/ akademisi Karo USU dan ITB, serta sekolah-sekolah tinggi lainnya di seluruh negeri ini.


[one_fourth]Bravo Karo Australia[/one_fourth]

Begitu juga penggiat dan aktivitas seni/ budaya Karo, terutama Sanggar Seni Sirulo (Medan), aktivitas seni budaya Karo di Yokyakarta, Tartar Bintang di Belanda, dan semua aktivitas seni-budaya Karo di seluruh dunia, Eropah, Amerika, dan juga Australia yang sudah memulai kegiatannya belakangan ini. Bravo Karo Australia.

Kita mengucapkan selamat dan sukses kepada semua penggiat kultur-budaya Karo dunia itu.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.