Menghadapi Siswa Nakal

Oleh: Oca Putra Ginting

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
Pendidikan Sosiologi

 

 

Oca GintingSebagai calon guru Sekolah Menegah Atas (SMA), saya baru terpikirkan tips menghadapi siswa yang nakal apalagi siswa laki-laki. Mulai dari siswa yang sering terlambat atau bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas/ PR, ribut di kelas, jajan saat jam pelajaran, dan masih banyak contoh “kenakalan” lain yang kerap dilakukan siswa.

Hal-hal tersebut memang benar-benar menguji kesabaran kita. Dibutuhkan kesabaran dan keuletan tingkat tinggi.

Apakah benar ada anak yang pantas diberi label “nakal”? Saya sendiri tidak setuju bila ada siswa yang dilabeli “nakal”. Apalagi tidak sedikit guru yang memberi label “nakal” apabila ia merasa tidak sanggup mengendalikan siswanya.

Di sisi lain, ukuran “nakal” tiap guru berbeda-beda. Sebagian guru akan menganggap siswanya “nakal” bila siswanya tidak mengerjakan PR. Sedangkan guru lain berpendapat siswa yang sering bolos/ tidak masuk sekolah adalah siswa “nakal”. Sebagian lainnya menganggap siswa yang ribut saat pembelajaran adalah siswa yang “nakal”.

Menurut saya, tidak ada yang namanya siswa “nakal” melain hal-hal sebagai berikut:

[one_fourth]Siswa yang krisis identitas[/one_fourth]

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Ke dua, tercapainya identitas peran. Kenakalan siswa terjadi karena siswa gagal mencapai masa integrasi ke dua.

[one_fourth]Siswa yang memiliki kontrol diri lemah[/one_fourth]

Siswa yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkahlaku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku “nakal”. Begitu juga mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku ini namun belum bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkahlaku sesuai pengetahuannya.

[one_fourth]Siswa yang kurang kasih sayang orangtua[/one_fourth]

Orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan menyebabkan kurang perhatian kepada anaknya. Tidak mengenalkan dan mengajarkan norma-norma agama kepada anaknya. Akibatnya, si anak akan sering bolos atau terlambat sekolah. Saat di sekolah, ia berulah macam-macam untuk mendapat perhatian dari orang lain, termasuk kepada gurunya.

[one_fourth]Siswa yang kedua orangtuanya tidak harmois atau bercerai[/one_fourth]

Suasana di rumah yang tidak nyaman akan menyebabkan anak tidak fokus saat pelajaran. Kedua orangtua yang seharusnya melidungi dan memberi contoh baik justru menjadi akar permasalahan anaknya.

[one_fourth]Siswa yang “korban” dari saudara atau teman sepermainan[/one_fourth]

Tipe anak seperti ini akan melakukan hal yang sama seeperti yang dialami terhadap anak lainnya karena ia adalah ‘korban’ dan berusaha membalaskannya ke orang lain.

[one_fourth]Siswa yang mendapat tekanan dari orangtua[/one_fourth]

Tekanan ini bisa berupa tuntutan orangtua yang terlalu tinggi akan prestasi anaknya di sekolah atau peraturan di rumah yang terlalu ketat/ mengekang. Akibatnya bisa bermacam. Siswa bisa pendiam tapi juga bisa “nakal” karena merasa ingin bebas.

[one_fourth]Siswa yang mengalami kekerasan dalam keluarga[/one_fourth]

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya masalah ekonomi. Siswa yang mengalami kekerasan di rumah, maka saat di sekolah ia akan menunjukkan sikap memberontak kepada gurunya atau bahkan melakukan kekerasan seperti apa yang ia alaminya.

[one_fourth]Siswa yang salah bergaul[/one_fourth]

Lingkungan memang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan sikap siswa. Pergaulan yang kurang tepat atau salah bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.

BERSAMBUNG


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.