Melenyapkan Adat?

Oleh: Daud S. Sitepu (Papua)

 

daud  sitepuburuh 1Lagu buruh “Internationale” datangnya dari Eropa sana, diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sesuai dengan kondisi negeri masing-masing untuk dijadikan lagu perjuangan kaum buruh. Sekarang, ada diantara negara-negara itu yang merasa masih cocok dengan terjemahan lama tapi ada pula yang menganggapnya tidak lagi cocok dengan terjemahan lama itu.

Pasalnya, sudah banyak kaum buruh yang berpendidikan tinggi dan punya banyak pengalaman kerja dibandingkan di masa lalu.

Banyak pula yang menyesuaikannya sesuai dengan tuntutan hidup dan lingkungan di mana mereka berada. Misalnya, terjemahan “melenyapkan adat”, apakah makna kata tersebut? Apa memang iya? Atau, adakah “adat” di Belanda sana yang tidak sesuai lagi dengan jaman sekarang sehingga dirasa perlu mengatakan “mari melenyapkan adat”?

Kalau kita lihat konteks di Karo, ajakan “melenyapkan adat” tentu saja tidak diterima karena adat dianggap pemersatu seluruh warga Karo. Apakah politik Belanda saat itu ingin menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang beradat melalui lagu itu atas dasar anggapan adat adalah  musuh yang perlu dihancurkan karena mereka tidak bisa menembusnya dan sekaligus sebagai simbol kekuatan rakyat?

Ki Hajar Dewantara (KHD) tidak kalah dengan pemikir-pemikir bangsa lain pada jaman itu. Wajar saja dia mendapat apresiasi atas jasa beliau yang peduli pendidikan dan berkata “dengan ilmu kita menuju kemuliaan”.

Setuju. Saya berfikiran “dengan adat kita menuju kearifan lokal”.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.