Mengapa Ekowisata Karo? (1)

Oleh: Esra Barus (Medan)

 

Sibuaten
Pemandangan dari puncak Gunung Sibuaten (Kabupaten Karo)

Esra BarusMari kita sebutkan tujuan wisata yang menarik beberapa tahun belakangan ini: Raja Ampat, Semeru, Sabang, Wakatobi, Derawan, Lombok, dll. Trend tujuan wisata belakangan ini berubah dari wisata yang modern (tempat bermain, hotel, casino, kapal pesiar) ke wisata alam. Di Indonesia sendiri, trend wisata alam meningkat drastis setelah munculnya film 5 Cm.

Desember 2014 saya naik Gunung Sibayak. Dengan terkejut, kami melihat pemandangan yang tidak biasa di ujung jalur aspal. Tempat yang biasanya sepi tapi sekarang lebih ramai dibandingkan pasar kaget Berastagi. Pemilik salah satu warung di tempat itu mengatakan, pada Agustus 2014, lebih dari 1.000 sepeda motor terparkir di sana.

Bisa kam bayangkan berapa orang yang menginap di puncak ditambah yang memilih melalui jalur 54 atau naik bus? Mungkin sampai 3.000 orang.

Tidak kurang dari 500 orang ikut mendaki saat kami ke Sibayak. Mereka berjibaku ke puncak bukit Takal Kuda untuk melihat sunrise. Bayangkan berapa income yang diperoleh dari 500 orang tersebut, jika kita valuasikan perjalanan wisatanya. Sewa parkir Rp. 15.000 per motor. Makanan, tenda, minuman, retribusi, dan biaya yang dikeluarkan per orangan kira-kira Rp. 80.000 per malam dikali 500 orang = Rp. 40 juta setiap Malam Minggu.

Meletusnya Gunung Sinabung membuat pecinta alam beralih ke Gunung Sibuaten melalui Desa Naga Lingga dengan pesona pemandangan Danau Toba. Berbagai jenis anggrek hutan, lumut, dan kantong semar (cerek-cerek). Data yang kami peroleh tidak kurang dari 50 orang per bulan yang mendaki Sibuaten.

Seorang wisatawan dari Finlandia berkata kepada kami ketika di Sibayak: “Anda berkemah, berjudi, menyanyi dan bermain gitar di sekitar volcano?”

“Ya, ada yang aneh dengan kami?” jawabku.

“Saya tidak pernah melihat hal demikian di tempat wisata lain,” katanya seakan menjelaskan tidak ada gunung berapi di Eropa yang pernah dia daki dan kebiasaan naik gunung di Indonesia sangat menarik.

Seorang guru Fisika dari Jerman mengatakan kalau orang Thailand lebih ramah dari orang Indonesia, tetapi orang Thailand bersifat ramah dengan alibi memeras mereka mengeluarkan uang yang lebih banyak.

Kalau di Karo, orangnya ramah, makanannya baik, budaya baik, dan sopan,” tuturnya.

Saya tidak tahu dia berkata demikian hanya untuk menyenangkan hati kami saja atau memang jujur.

Sibuaten 2
Takur-takur (kantong semar, nephentes sp)

Objek daya tarik wisata alam (ODTWA) tidak hanya menyajikan pemandangan yang bagus tetapi potensi flora berupa tumbuhan obat, tumbuhan unik, satwa liar, formasi batu-batuan dan lain-lain. Apakan kam mengenal tumbuhan Surat-surat Dibata yang konon katanya bisa jumpa kalau tidak dicari dan tidak akan pernah jumpa kalau dicari? Apakah kam mengenal tumbuhan gagaten arimo yang menjadi doping alami yang lebar daunnya hanya 2 centimeter bujur sangkar bisa menjaga saya turun dari puncak Sibuatan. Dengan seteguk air plus daun gagaten arimo ini selama 4 jam sampai ke kaki gunung.

Apakah kam mengenal takur-takur (kantong semar, nephentes sp) yang banyak di hutan Karo?

Orang Karo cenderung berwisata ke tempat yang modern sebelum mereka mengenal daerahnya sendiri. Padahal orang luar (wisatawan luar negeri) sangat tertarik dengan kekayaan flora dan fauna di Karo.

Saya malu ketika teman saya lebih mengenal Karo daripada saya sendiri. Banyak kegiatan bersih-bersih di tempat ekowisata dan kebanyakan dilakukan oleh orang non Karo.

Mengapa harus objek wisata alam? (BERSAMBUNG)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.