Kolom M.U. Ginting: Suara dari Papua

M.U. Ginting 2adzan“Memang asal muasal soal speaker itu. Ada dua acara berdekatan yaitu Idul Fitri dan pertemuan pemuka masyarakat setempat,” kata Jusuf Kalla (JK) di Istana Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta [Jumat 17/7].

Menyikapi pernyataan JK tersebut, ustaz Yusuf Mansyur yang mengatasnamakan masjid dan surau meminta maaf jika suara mengaji yang diperdengarkan dari rumah ibadah tersebut dianggap mengganggu. 

“Maafkan masjid-masjid… Maafkan surau-surau… Maafkan langgar-langgar… Jika suara-suara kaset, atau suara-suara asli, terasa mengganggu,” tulis Yusuf Mansyur melalaui akun Twitter-nya, Selasa (9/6).

Kalla pernah juga bilang: “Berhentikan itu, apa urusannya. Anda mengaji pakai kaset, tidak ada pahalanya. Kalau ada pahalanya itu orang Jepang yang dapat karena pasti pakai Sony.” 

Susah juga mengkombinasikan suara yang diagungkan memuji Tuhan dalam kepercayaan Islam, tetapi terasa mengganggu bagi orang-orang lain.

JK menyimpulkan gangguan itu dengan nama polusi suara. Selama Orba, ‘polusi suara’ ini tak pernah disinggung. Dari peristiwa Pembakaran musala di Papua karena polusi suara dari speaker, maka semakin banyak orang memikirkan polusi suara ini.

Pastilah ada juga perubahan dan perkembangan yang positif dari kontradiksi ini. Kontradiksi adalah tenaga penggerak perubahan dan perkembangan.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.