Kolom M.U. Ginting: Gejala Calon Tunggal

M.U. Ginting 2rismaDalam Pilkada kali ini, muncul dilemma satu calon. Ini tak pernah terduga sebelumnya. Biasanya calon berjubel. Kalau memang tak ada calon lain yang bersedia mengapa harus dibikin-bikin seakan-akan ada calon. Siapa yang membutuhkan ini?

“Mempermainkan demokrasi,” kata Paloh.

Betul juga. Ada juga yang mengusulkan dibikin pilih ‘Ya’ atau ‘Tidak’ bagi calon tunggal itu. Tetapi, ini juga ada soalnya nanti. Kalau lebih banyak yang pilih ‘No’, lantas jadinya tak ada calon terpilih. Undang-undang mengharuskan ada dua calon. Ini menjadi dilemma tersendiri bagi negeri ini. Jokowi bikin Perpu juga solusi.

Bahwa banyak daerah sekarang yang punya satu calon adalah trend yang berlaku karena cara pikir yang menganggap tak ada gunanya maju kalau sudah pasti kalah atau nanti jadi buronan KPK sebagai pejabat. Berita yang mendominasi soal daerah sekarang ialah pejabatnya ditahan KPK, kepala daerahnya atau pegawai tingginya. Berita ini tak disukai oleh orang-orang yang ingin jadi pejabat karena ingin cari duit dengan cara gampang seperti selama ini, bukan karena ingin mengabdikan diri ikut ambil bagian bikin maju bangsa ini.

Tetapi, ini saya kira hanyalah gejala sementara, karena perubahan sekarang menuju introversi dari extroversi loud mouth braggarts. Orang Karolah yang sangat cocok memasuki abad Quiet Revolution ini, tetapi orang Karo masih belum dikenal dan orang Karo sendiri juga masih ragu kalau mereka adalah salah satu calon terpenting sebagai pemain utama akrobat perpolitikan abad ini, abad Quiet Revolution.

Perubahan dunia kompatibel dengan way of thinking dan filsafat hidup Karo yang sudah ribuan tahun. Dunia berubah ke Karo bukan sebaliknya.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.