Beradu Nasib di Kaki Sinabung

gambir 2
Nande Esra br Milala dan Lulu br Sitepu

astrea purbaASTREA PURBA. KABANJAHE. Hingga kini Gunung Sinabung terus menunjukkan erupsi. Belum diketahui sampai kapan akan berakhir. Salah satunya yang kena dampak erupsi Gunung Sinabung adalah warga Desa Gambir (Kecamatan Simpang Empat).

Warga Desa Gambir sudah disuruh oleh Pemerintah Kabupaten Karo untuk mengosongkan desa dan mengungsi. Akan tetapi warga masih nekad kembali ke desa untuk mencari makanan.

“Karena mencari uang dan makanan di kota sangatlah susah,” kata Nande Esra br Milala (56) yang diamini oleh Lulu br Sitepu (61).

Mereka berdua adalah warga Desa Gambir yang ditemui oleh tim Sora Sirulo di dekat rumahnya di Desa Gambir beberapa hari lalu.

“Memang benar, Desa Gambir ini sudah disuruh oleh pemerintah untuk dikosongkan. Kami juga diberikan uang tunai sebesar Rp 5.600.000/ KK untuk biaya mengontrak rumah dan ladang. Tapi uang sebesar itu tidaklah mencukupi karena warga Desa Gambir tidak disediakan tempat untuk lokasi pengungsi. Kami semua disuruh mengontrak rumah masing-masing. Di Kota Kabanjahe biaya kontrak rumah saja mencapai Rp. 3.000.000 per tahun. Belum lagi biaya untuk menyewa ladang per tahunnya. Biaya makanan kami dari mana?’’begitulah kata Lulu.

Nande Esra br Milala juga mengatakan kalau mereka terpaksa kembali ke desanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka.

gambir 1
Desa Gambir dengan latar belakang Gunung Sinabung yang telah kering kerontang karena sapuan awan panas. Di foto terlihat juga sebuah pohon yang dalam bahasa Karo bernama Batang Buah yang sering ditanam di kampung-kampung tradisional.

“Kami dengan rasa takut dan keterpaksaan harus kembali ke Desa Gambir ini. Kalau tidak kembali ke sini, keluarga kami akan mati kelaparan. Di desa ini aku mempunyai satu ladang yang tidaklah luas, tapi di ladang itu sudah ada pohon kopi yang sudah berbuah. Dari situlah sekarang sumber makanan keluarga kami,” kata Nande Esra.

Mereka mengakui seewaktu sedang bekerja di ladang mereka selalu ketakutan Gunung Sinabung bisa meletus sekonyong-konyong mengeluarkan awan panasnya. Desa Gambir tepat di bawah Gunung Sinabung.

“Kalau tiba-tiba Sinabung meletus, kami semua akan lari mencari tempat berlindung ke mana saja. Kalau ada jurang yang dalam, ke situlah kami lompat agar tidak terkena awan panas Gunung Sinabung. Itulah kesusahan kami di sini. Harus bertaruh nyawa untuk mencari kebutuhan hidup,” kata Nande Esra lagi.

Nande Esra menjelaskan lebih lanjut, kadang-kadang juga mereka harus meminjam uang ke keluarga dekat untuk biaya ongkos dari Kabanjahe ke Desa Gambir ini. Biaya ongkos saja mencapai Rp. 7.000 untuk mencapai desa ini.

“Belum lagi ongkos untuk kembali ke rumah kontrakan yang juga Rp. 7.000  per orang,’’ begitulah kata Nande Esra br Milala.

One thought on “Beradu Nasib di Kaki Sinabung

  1. Sangat mengharukan nasib dua ibu ini, mempertaruhkan nyawa kembali ke desanya karena bantuan tak mencukupi untuk menunjang kehidupannya di kota atau di pengungsian.

    Mengapa harus begitu?
    Katakanlah kalau erupsi ini akan berlanjut 30 tahun lagi seperti lumpur Sidoarjo. Karena itu patutlah diberi
    relokasi permanent bagi kedua ibu ini dan juga semua yang lain yang masih bernasib sama.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.