Kembali ke Medan

festival 2

Ketua DPD HMKI (Himpunan Masyarakat Karo Indonesia) Sumatera Utara, Ruben Tarigan SE saat Karo Festival 2015.

Oleh: Steven Amor Tarigan (Medan)

 

steven amor tariganDari Kuta Aji Jahe melalui Sungai Babura menuju hilir hingga akhirnya pada Tahun 1590, setelah melalui proses yang panjang, Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi membuka perkampungan yang diberi nama Kuta Madan; kelak dikenal dunia dengan Kota Medan.

Sejarah panjang orang Karo dengan semangat dan kerja kerasnya untuk menciptakan lingkungan yang asri bersahabat dengan alam sangat terpelihara dengan baik karena didukung oleh adat istiadat Karo.

Sejarah juga pernah mencatat kejayaan Kerajaan Haru yang tidak dapat dikalahkan oleh Kerajaan Majapahit sehingga Patih Gajah Mada yang kemudian munculnya Sumpah Palapa, seperti yang tercatat dalam Kitab Pararaton. Dalam catatan Dinasti Ming Kerajaan Haru disebutkan di dalamnya.

festival 4
Keberadaan tampilan budaya Karo di Lapangan Merdeka Medan dalam konteks sejarah. Foto: EDI SEMBIRING

Sedemikian besarnya kejayaan Karo pada masanya dan semangat nasionalisme pasca kemerdekaan juga terlihat bagaimana semangat perjuangan orang Karo dalam mempertahankan wilayahnya agar tidak dijajah. Mulai dari Medan hingga Dataran Tinggi Karo, rumah adat Karo yang memiliki nilai historis yang tak ternilai dibakar sebagai wujud kecintaan terhadap Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Makam Pahlawan di Kabanjahe, selain di Surabaya yang hanya ada dua lokasi di Indonesia.

Namun, kejayaan itu hanya dapat terkenang dalam benak saksi sejarah dan generasi penerusnya, tanpa dituliskan dalam buku pelajaran sekolah agar diketahui oleh generasi muda di Zaman Milenium ini.

Kota Medan sebagai pemukiman yang dahulu didirikan oleh orang Karo namun peran orang Karo seperti kurang diperhitungkan. Atau memang demikian adanya atau memang sifat merendah orang Karo yang sangat kental menyebabkan proses itu terjadi.

Pertama kali setelah Kota Medan berdiri dengan bangunan megah dan menjadi pusat perniagaan, pada tanggal 31 Agustus-6 September 1923, Suku Karo tampil di acara Pasar Malam di lapangan Merdeka Medan diiringi musik tradisional Karo. Ndikkar (silat Karo) tampil dengan jurus-jurus yang sangat indah, bangunan lige-lige turut hadir dan diarak oleh orang-orang Karo di tengah-tengah arena. Tahun 1948 jambur lige berdiri di Lapangan Merdeka.

festival 3
Panggung Karo Festival 2015 yang bergaya arsitektur tradisional Karo.

Sembilan belas tahun kemudian, Karo tampil kembali ke tengah kota membawa miniatur rumah adat dalam parade saat memperingati hari lahirnya Putri Irene anak ke dua dari Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard pada tahun 1939. Setelah Indonesia Merdeka, ketika Djamin Gintings diangkat menjadi Panglima TT I pada tahun 1960 untuk kedua kalinya orang-orang Karo kembali tampil ke tengah kota mengarak lige-lige dari Padangbulan menuju Lapangan Merdeka

Setelah 67 tahun berlalu, orang-orang Karo tak lagi pernah tampil ke tengah Kota Medan dengan identitas budayanya. Hingga pada akhirnya, di penghujung bulan Agustus tanggal 27-29 tahun 2015 di bawah kepemimpinan Bapak Ruben Tarigan SE melalui satu wadah Himpunan Masyarakat Karo Indonesia (DPD HMKI SUMUT) untuk ketigakalinya orang Karo menggelar even akbar Karo Festival 2015 di lapangan Merdeka.

Kerinduan Suku Karo terlihat ketika puluhan ribu massa tumpah ruah memadati seluruh sudut lapangan.

Harapan terbesar tersirat dari Ketua DPD HMKI SUMUT (Ruben Tarigan SE) agar masyarakat Karo tidak terkotak-kotak dan dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Melalui refleksi mengenang sejarah yang pernah terjadi di lapangan Merdeka Medan, beliau ingin memicu semangat emosional Karo agar dapat bersatu untuk kepentingan kemajuan wilayah Karo.

2 thoughts on “Kembali ke Medan

  1. “Melalui refleksi mengenang sejarah yang pernah terjadi di lapangan Merdeka Medan, beliau ingin memicu semangat emosional Karo agar dapat bersatu untuk kepentingan kemajuan wilayah Karo.” (SAT)

    Ruben Tarigan ingin ‘memicu semangat emosional Karo’, adalah gambaran aktual Karo abad ini, dan perumusan yang sangat penting dalam membicarakan perkembangan dan masa depan Karo. Dalam skala global Dominique Moisi menggambarkan soal ini dengan ‘The Clash of Emotions’ dalam bukunya The Geopolitics of Emotion. Moisi bisa dikatakan menyempurnakan pemikiran Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization. Moisi memberikan pemikiran briliant dan solusinya menurut dia. Membagi tiga sivilisasi dalam geografi HOPE, geografi FEAR dan HUMILIATION.

    Dari pembagian situasi emosional inilah kita membikin solusi yang tepat menurut Moisi, karena situasi konkret emosional tiap bagian dunia itu adalah kenyataan. Memang masuk akal, tanpa mengetahui situasi emosional sesungguhnya sudah dibayangkan akan menemukan solusi yang tepat. Moisi juga menekankan bahwa usaha pertama dalam bikin tulisan soal kultur ialah berusaha mengerti peran emosional dalam suatu masyarakat. Dia bilang: “Our first effort in academic and cultural writings should be `to understand the role of emotions in the public space`.”

    Berlainan halnya dalam kekuasaan diktatoris era lalu, atau juga harus dikatakan dalam situasi dominasi era extrovert dunia, semua diselesaikan dengan paksa atau dengan loudmouth/braggarts. Sekarang dengan suka rela dan kebebasan berpikir tiap orang, dan untuk itu harus mengetahui situasi emosiaonalnya tak perlu diragukan, dalam Quiet Revolution abad introversi atau Revolusi Mental, kebalikan dari cara-cara abad lalu, abad extroversion leher besar dan ngomong besar.

    Kita berada dalam geografi HOPE (Asia), juga orang Karo punya HOPE sangat gampang disaksikan sekarang. Sutradara Ginting juga bilang dalam istilah ‘pencerahan dan harapan’. Kita sudah banyak saling mencerahkan dan salingmemberikan harapan. Perubahan dan perkembangan Karo yang sangat bagus, bukan hanya bagi Karo tetapi kita cerahkan semua dan beri harapan bagi semua sesuai dengan filsafat hidup kita, win win solution dalam ‘sikungingen radu megersing, siagengen radu mbiring’.

    Karo punya HOPE, harapan yang begitu besar sekarang dalam mengarungi lautan masa depannya, perubahan dan perkembangannya, karena orang Karo sudah punya keyakinan yang penuh dan percaya diri yang penuh sejalan dengan identitasnya atau Jati Dirinya yang semakin kuat dengan dasar yang kuat pula yaitu sejarah dan masa lalu Karo yang sangat gemilang sejak berdirinya sivilisasi Karo 7400 th lalu, sejak kebesaran Haru sampai ke perang Badiuzzaman Surbakti terus ke perang kemerdekaan dan keteguhannya mempertahankan NKRI walau dalam situasi krisis dunia dalam era pemberontakan melawan NKRI dan meruntuhkan kekuasaan nasionalis Soekarno bapak nation negeri ini.

    Kita ada hope karena kita sudah punya keyakinan tinggi, kita punya keyakinan tinggi karena didasari oleh jatidiri kita yang kuat yang pada gilirannya didasari oleh pengetahuan ilmiah soal origin kita, sejarah perjuangan kita dan sivilisasi kita yang sudah tua dan tinggi, seperti dialektika Karo dalam alam maupun dalam pikiran adalah yang pertama merumuskan dialektika didunia, yaitu Panta Rei Karo ‘aras jadi namo, namo jadi aras’ dan Tesis-antitesis-syntesis Karo dalam rumusan ‘seh sura-sura tangkel sinanggel’. Dialektika alam dan dialektika pikiran Karo ini sudah berumur lebih dari 5000 tahun karena sivilisasi Karo sudah 7400 tahun. Dialektika Heraklitos dan dialektika Tao baru 500 BC.

    Karo telah teruji dalam tindakan semena-mena Orba karena sifat nasionalis soekarnonya, disingkirkan dari kekuasaan dipusat maupun didaerah asal usulnya sendiri seperti di Medan dan Sumut, daerahna digrogoti bahkan Tahura mau diganti namanya oleh suku lain, tetapi Karo malah semakin kuat dan semakin yakin atas perjuangan keadilannya dan semakin menyatakan diri seperti di festival Karo itu. Karo sudah menempa keyakinan dan jatidiri yang tinggi.

    Emosi dalam bentuk Harapan dan Keyakinan ini sangat menentukan dalam pembentukan nasib satu bangsa/nation atau satu suku,
    atau satu kultlur/sivilisasi tertentu seperti dikatakan oleh Moisi:
    “This confidence in its turn determines the ability of the said society to recover after crises, to meet the challenges and to change itself and adapt to the changing circumstances”.

    Kita sudah punya keyakinan dan kemampuan menghadapi dan menantang masa depan kita.
    Karo festival 2015 menunjukkan ini semua.

    MUG

  2. Menyenangkan dan sangat menyuluh artikel SAT ini.

    “Namun, kejayaan itu hanya dapat terkenang dalam benak saksi sejarah dan generasi penerusnya, tanpa dituliskan dalam buku pelajaran sekolah agar diketahui oleh generasi muda di Zaman Milenium ini.”

    Generasi modern Karo bisalah mulai menuliskan sejarah itu sehingga kebenaran masa lalu dimana orang Karo sangat pegang peranan penting dalam proses sejarah itu bisa diketahui umum dan terutama sangat penting bagi generasi muda Karo. Dan sudah banyak juga mulai menulis di internet, hal mana sangat menggembirakan dan bangga juga. Hanya tinggal menyusunnya kedalam buku sehingga mempermudah bagi semua untuk membaca.

    Mungkin bisa juga dimulai dengan satu website khusus sejarah Karo dan perjuangannya.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.