Kolom M.U. Ginting: KIH, KMP dan PAN

M.U. Ginting 2Tidaklah begitu susah juga menduga perkembangan ke pihak KIH (Koalisi Indonesia Hebat) adalah logis. Pertama, mengingat kecenderungan masyarakat Indonesia yang ‘lebih memuja pemenang’. Bisa ditandai misalnya seperti fenomena ‘bajing loncat’ dalam perpolitikan, loncat ke tempat yang menang.

 

ilustrasi darul kamal
Iluastrasi: DARUL KAMAL LINGGA GAYO

Ini juga termasuk menjadi faktor penting perpecahan di dalam banyak partai, walaupun proses kontradiksi di mana saja atau di organisasi mana saja dan juga partai-partai selalu terjadi. Di mana saja di dunia ini (dialektika tesis-antitesis-syntesis) dan juga kontradiksi sebagai tenaga penggerak perubahan.

Ke dua, dari segi perubahan kesedaran manusia ialah bahwa perubahan yang terjadi selalu yang memihak perkembangan. Perubahan terjadi karena paksaan perubahan atas apa saja yang menghambat gerakan perubahan. Atau dengan perkataan lain, pertentangan antara arus perubahan dengan arus yang masih bertahan, atau yang menghalangi gerakan maju perubahan.


[one_fourth]fenomena keterbukaan[/one_fourth]

Salah satu gejala perubahan yang sangat jelas dan bisa dimengerti oleh semua ialah fenomena keterbukaan. Mengapa dulu, misalnya ketika era Orba, keterbukaan tidak jalan dan mengapa sekarang bisa jalan? Mengapa dulu orang lebih memilih atau lebih menyukai kegelapan daripada keterbukaan?

Selain sifat ‘memuja yang menang’ tadi, ada juga sifat lain yang bikin perubahan lebih cepat yaitu sifat manusia yang ingin membongkar kegelapan. Ini juga sudah mungkin dan dibantu oleh faktor teknologi canggih dalam pencarian informasi dan penyebaran informasi. Dua sifat manusia ini jadi faktor penting kemerosotan KMP (Koalisi Merah Putih).

Apakah tidak ada faktor kegelapan dalam KIH?

Ada, dimana saja ada. Tetapi di KIH tidak laten, karena Jokowi pro keterbukaan dalam Revolusi Mentalnya. KMP sebaliknya pro pikiran lama menjurus ke rezim Orde Baru Soeharto yang justru berciri kegelapan dan karena itu faktor kegelapan di KMP bersifat laten.

Imbangan kekuatan suara di DPR sudah berubah drastis, KMP dari mayoritas sekarang jadi lebih susut, lebih kecil dan proses penyusutan masih akkan terus, melihat partai-partai koalisinya bergejolak terus terutama sekarang Golkar dan PPP.

Haruskah KMP lenyap? Tidak, KMP masih sangat dibutuhkan dalam imbangan kekuatan politik Indonesia. Kemunduran dan kebobrokan dalam KIH dan pemerintahan Jokowi hanya pihak KMP yang bisa melihatnya lebih jelimet karena mereka sebagai oposisi.

Kontradiksi akan tetap ada secara alamiah. Kontradiksi adalah tenaga penggerak perubahan dan perkembangan. KMP harus ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.