Kolom Ita Apulina Tarigan: RASPUTIN

ita-13.jpgrasputin3 tahun yang lalu, suatu Sabtu subuh-subuh, saya bermimpi tentang Rasputin. Rasputin yang membisikkan nama saya lalu menuntun ke ruang yang remang. Depresi, ketakutan, kesedihan begitu berat di udara menindih sesak dada. Rasanya ingin teriak tetapi tak kuasa, teriak ingin melepaskan dari tekanan udara yang berat menggantung.

Tadi malam saya menonton film Rasputin yang diperankan Alan Rickman, Rasputin yang nyentrik digambarkan sebagai sahabat keluarga Kaisar Romanov, meski sang Kaisar sendiri tidak bisa begitu menerimanya, hanya karena menghormati istrinya yang digambarkan relijius yang selalu berdoa untuk kesembuhan anak mereka, Alexei. Rasputin jauh dari gambaran rahib atau penyihir yang penuh nafsu birahi dan licik.

Gejolak revolusi sosial cukup bagus digambarkan di film itu, hingga pembunuhan kaisar sekeluarga di tengah malam di rumah pengasingan. Sedih melihat rakyat Rusia yang kelaparan ditindas, sedih melihat akhir kaisar Romanov yang tragis.

Tadi pagi, saya baca pendapat John Roosa tentang tragedi 1965. Menurutnya identitas bangsa Indonesia berubah total sesudah 1965, semangat anti kolonialisme hilang diganti dengan semangat antikomunisme sehingga sesama orang Indonesia saling membenci.

Saya juga tidak tahu kenapa tiba-tiba mengkaitkan Rasputin dan tragedi 1965. Apa ada similarity dengan situasi waktu itu atau situasi sekarang ini di Indonesia dalam soal perang ideologi ? Tidak tahu juga.

Saya hanya merasa kita hilang kesadaran apa sebenarnya yang terjadi tehadap suatu peristiwa lalu dengan mudah membuat penilaian, menghakimi yang baik dan yang jahat, hitam dan putih. Dan penghakiman tak berdasar itu dilakukan dengan riang gembira penuh sukacita. Saya merinding.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.