Kolom M.U. Ginting: Revisi UU KPK Bikin Angek* KPK?

M.U. Ginting 2Dalam menanggapi siapa pengusul Revisi UU KPK itu, banyak yang setuju memang bahwa ada ahlinya di belakang. “Yang buat langsung kemungkinan staf ahlinya atau orang tertentu,” kata Daus S. Sitepu dari Papua di yahoogroup Milis Tanahkaro.

Begitulah kira-kira ada staf ahli dan orang tertentu yang mengarang dan menyiapkan Revisi UU KPK itu. Kalau menurut Din Syamsuddin ‘orang tertentu’ itu ialah ‘koruptor yang tengah terancam’ atau ‘para setan’.

kpk 4Kalau ‘para setan’ tak jelas siapa, bisa juga para koruptor yang sudah diganjar KPK dan balas dendam. Tetapi ‘koruptor yang tengah terancam’ masih banyak, termasuk orang gede partai dan juga diantara pejabat tinggi. Ini sudah jelas bukan rahasia bagi publik negeri ini. Nasib orang-orang ini seperti telur di ujung tanduk kalau KPK punya taring yang tajam. Tetapi, kalau sudah dibikin ompong, dan itu yang mau dicapai oleh ‘para setan’, soalnya berubah semua. Rakyat negeri ini kembali dikuasai oleh kaum koruptor dan kaum gelap.

Satu yang menggembirakan ialah bahwa era keterbukaan adalah perubahan jaman, sebagai buah dari perkembangan teknik informasi dan internet. Jadi, tak tergantung kehendak perorangan. Keterbukaan akan terus berjalan dan berkembang tak tergantung rintangan dan penghalangnya.

DPR adalah badan yang bisa digunakan oleh siapa saja, yang pro kemajuan rakyat maupun yang tidak, seperti kaum koruptor ‘yang tengah terancam’ itu. Bagusnya sekarang ialah bahwa publik yang pro rakyat juga bebas beri pendapat dan argumentasi luas dalam merespon usul revisi itu. Semua golongan bisa melobbi atau memanfaatkan DPR untuk kepentingannya masing-masing, dengan cara jujur dan terbuka atau dengan cara lain seperti cara gelap tak terbuka dan pakai duit. Sekiranya tak ada keterbukaan dan tak ada bebas informasi, bisa jadi golongan penentang KPK dengan para ahlinya itu bisa berhasil memanfaatkan DPR ini.

kpk 5Pastilah ada ‘ahlinya’ diantara pengusul ini, seperti ahli bikin batas korupsi di atas Rp. 50 M atau batas 12 tahun berlakunya KPK, atau tak boleh sadap tanpa pengadilan, atau KPK cukup bikin pencegahan, dll. Yang, kalau diteliti lebih dalam, tak perlu ahli sekali bikin usul demikian. Usul seperti itu sangat tak berkualitas dari segi ilmu pengetahuan. Sangat naif dan hanya menunjukkan nafsu besar untuk bikin KPK ompong tak ada taringnya lagi dan kaum koruptor bersorak/sorai bebas dan selamat dari jangkauan KPK yang selama ini tak berkutik dibikin KPK.

Tak salahlah kalau usaha ahli-ahli ini sangat naif kekanak-kanakan, seperti usul di taman kanak-kanak, karena logikanya memang persis begitu. Kalau ompong tak akan bisa menggigit atau, kalau mengigitpun, tak akan ada yang merasa sakit apalagi merasa terancam ketakutan. Atau korupsi dibatasi diatas Rp. 50 M, semua akan bikin keramaian korupsi hanya sampai Rp. 49,9 M ha ha ha . . . hanya bikin angek* KPK. Tetapi, dengan kandasnya usaha pengompongan kali ini, KPK makin lebih kuat lagi. Usaha pengompongan berikutnya akan menyusul.

* Catatan redaksi: kata angek adalah dari bahasa Melayu yang biasa dipergunakan di Medan tapi kurang dikenal di tingkat nasional. Seseorang yang angek (kata lain dipaki di Medan, palak) adalah seseorang yang dibuat marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan atau membantah tuduhan yang diberikan kepadanya.

2 thoughts on “Kolom M.U. Ginting: Revisi UU KPK Bikin Angek* KPK?

  1. Dari pihak pengusul revisi uu KPK menjanjikan usul bersifat ‘akademis’ tidak tingkat TK.

    Usul ‘akademis’nya sudah keluar di detk.com hari ini, katanya begini:

    “Ketiga adalah masalah penyadapan itu dilakukan setelah ada alat bukti atau adanya alat bukti bahwa orang ini terlibat korupsi. Setelah itu dilakukan penyadapan dengan izin tim pengawas sehingga dengan demikian tak ada semena-mena atau yang di luar kontrol,” kata Luhut.

    “Penyadapan pun tak memerlukan izin dari lembaga kehakiman. Mengenai penyadapan sendiri menurut Luhut di negara mana pun pasti ada aturan yang mengaturnya.”

    Penyadapan dijalankan kalau sudah ada bukti terlibat korupsi . . . hahaha, ini namanya memang bukan TK tetapi pokrol bambu. Kalau sudah ada bukti korupsi kan tak perlu disadap lagi. Penyadapan kan cari bukti supaya tidak semena-mena menuduh korupsi, dan selama ini sudah bagus berhasil dilaksanakan KPK.

    Aturan penyadapan ada dinegara manapun katanya lagi. Disini aturannya ada bukti dulu . . .
    Ketika NSA sadap banyak presiden dunia, aturannya apa ya?
    Kalau NSA sadap korupsi dunia, semua rakyat dunia akan setuju sekali. Tak usah ada aturannya.

    Kontrol penyadapan tak lagi izin kehakiman, tetapi bikin badan lain . . . badan yang mengizinkan kalau sudah ada bukti . . . ha ha ha . . . bolak balik situ-situ saja . . . pokr bamb . . . era lama.
    Inilah perubahan ‘akademis’nya. Dari tingkat TK ke tingkat PB.

    MUG

  2. Karena gencarnya serangan publik terhadap usul revisi uu KPK itu, sekarang pengusul ini mau memperbaiki usulnya ‘lebih akademis’ katanya. Hebat juga ini, jadi jangan ada yang menuduh sebagai usul tingkat TK atau logika kanak-kanak TK ha ha ha . . .
    Kita lihat bagaimana tingkat ‘akademis’ orang-orang ini memperkenalkan usul-usulnya.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.