Komposisi Suku dan Bahasa di Sumut

Oleh: Ariston Ginting (Medan)

 

ariston 1Ini bukan masalah malu atau bagaimana. Bagiku sendiri. mulai sejak lahir ke dunia ini, tidak pernah diajarkan tentang Batak. Orangtua saya pun tidak pernah mengatakan kepada kami anak-anaknya “kita ini orang Batak”, tetapi melainkan, “kita ini orang Karo”.

Mungkin jalan hidup yang kita alami berbeda. Mungkin kam sejak dari kecil sampai sekarang tetap diajarkan oleh orangtuandu tentang Batak. Saya tidak tahu pasti tentang itu. Kam yang lebih tahu dalam kehidupanndu masing-masing.

Saya mengakui kalau Karo bukanlah bagian dari Batak. Banyak kawan-kawan saya yang orang Batak juga mengatakan kalau Karo dengan Batak (Toba) berbeda; sejak dari adat istiadat hingga sifat sehari-hari kita berbeda. Hanya orang luar yang memang harus diakui sulit membedakannya, seperti kita tidak mudah membedakan antara orang Belanda dengan orang Jerman sedangkan sesama mereka sangat tahu beda mereka.

Sekarang, yang menjadi masalah adalah diantara kita orang Karo sendiri. Sebagian orang Karo menganggap dirinya bagian dari Batak. Tidak lupa pula, sebagian orang-orang Karo yang mengakui dirinya bagian dari Batak tidak luput dari kepentingan pribadi. Itulah yang membuat orang Karo sedikit berbeda pendapat tentang Karo Bukan Batak.

karo 2
Ilustrasi: DARUL KAMAL LINGGA GAYO (Tigabinanga)

Apa kata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara tentang ini? Mari kita lihat sendiri langsung ke situs resmi mereka di link DPRDSU pada kotak paling bawah. Di situ tertulis kalau Suku Batak itu terdiri dari Silindung, Samosir, Humbang dan Toba.

Jadi, setidaknya menurut DPRDSU, apa yang disebut Batak Toba adalah sebanding dengan Batak Humbang, Batak Samosir, dan Batak Silindung. Mereka punya bahasa yang sama dan saling mengerti. Bahasa mereka, hata Batak, tidak saling mengerti dengan bahasa kita, cakap Karo.

Mereka berseru “Horas!” kita menyapa “Mejuah-juah”. Lain sekali.

Mejuah-juah kita kerina.


One thought on “Komposisi Suku dan Bahasa di Sumut

  1. Bagus juga ini kalau DPRD Sumut sudah bisa membedakan Karo dan Batak. Berarti definisi lama yang juga dianut oleh kaum kolonial Belanda demi kepentingan politiknya, sekarang siapa Batak sudah semakin jelas. Ini juga tak lepas dari penemuan arkeolog terakhir 2011 di dekat Laut Tawar Gayo dimana civilisasi Karo dan Gayo sudah sangat tua lebih dari 5000 th. Sedangkan Batak sendiri menurut arkeolog yang sama baru berumur antara 200-700 tahun. Penemuan ilmiah ini bukan hanya mengubah persepsi Karo dan Batak tetapi juga perpindahan sivilisasi dunia diragukan apakah dari barat ke timur atau sebaliknya dari timur ke barat. Dulu dibilang dari Mesopotamia atau Mesir ke bagian lain termasuk ke Indonesia. Tetapi ini sekarang meragukan karena sivilisasi Mesir-mesopptamia belum setua sivilisasi Karo dan Gayo.

    Info ahli-ahli sejarah juga lebih meyakinkan sivilisasi Karo yang sudah sangat tua itu, termasuk dalam cerita sejarah Haru yang juga perang dan jadi sasaran Gajah Mada pada zaman kebesarannya, Kerajaan Haru tak pernah bisa dikalahkan oleh kebudayaan Hindu GM. Kehancuran Haru adalah karena perubahan zaman, perubahan sivilisasi ke islam dan kristen dari barat. Mereka ini jugalah yang berhasil menaklukkan Haru.

    Dari segi perpolitikan sangat bisa dipahami kepentingan politik tertentu membatakkan suku-suku lain seperti Pakpak, Alas, Gayo dan Simalungun. Politik ini jelas mengandung tendensi ethnic competition yang semakin jelas dipahami suku-suku bangsa itu pada era ethnic revival atau cultural revival dunia setelah runtuhnya kekuasaan ‘kiri’ sosialis/komunis. Karo sangat aktif mengikuti perubahan dunia dalam ethnic atau cultural revival ini dan kembali sangat terlihat didepan sejak reformasi di negeri ini.

    Karo punya sejarah jungkir balik dan jatuh bangun dalam proses sejarahnya yang sangat panjang, dalam jangka waktu ribuan tahun, dalam masa damai dan tenteram menghadapi alam sejak lahirnya sivilisasi Karo yang berdiam di dataran tinggi bukit barisan dan dataran rendah Sumtim sampai mencapai kejayaan kekuasaannya pada era Haru yang ‘kafir’ itu, dan kemudian runtuh dalam pergantian sivilisasi baru (islam dan kristen). Kemudian naik lagi pada era perang kolonial dan perang kemerdekaan terus ke permulaan era soekarno orla, jatuh dan merosot lagi dalam era Orba karena politik patriotis soekarnoisnya, dan bangun lagi pada era reformasi sebagai imbas utama ethnic-cultural revival dunia. Pada masa sekarang ini Karo adalah suku utama dan terdepan yang memperjuangkan kesukuan/primordialisme yang revolusioner dan adil demi semua suku bangsa negeri ini dan dunia.

    Dalam jangka ribuan tahun masa damai dengan alam, sivilisasi dan filsafat Karo telah sempat berkembang sangat tinggi, seperti melihat dan mempelajari kontradiksi dalam pikiran manusia dan juga dalam alam. Ini terlihat juga dari filsafat hidup dan dialektikanya yang sudah sangat tinggi seperti Panta Rei Karo ‘aras jadi namo, namo jadi aras’ dan thesis-antithesis-synthesis Karo ‘seh sura-sura tangkel sinanggel’. Dialektika Karo ini sudah sangat tua lebih dari 5000 th dibandingkan dengan dialektika Heraklitos Yunani kuno maupun Tao yang muncul baru 500 BC.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.