Pendakian Gunung Penanggungan dari Tamiajeng (2)

Laporan: Ita Apulina Tarigan (Surabaya)

 

Ita Apulina Tarigan 2Tenda serasa dikocok dan digaruk-garuk angin yang mempunyai cakar. Lalu saya bergurau, jangan-jangan besok pagi ketika bangun, kita sudah di tepi jurang. Mereka mendelik! Benar saja, angin semakin kencang.

Pukul 02.00 subuh, semua terbangun. Ada suara ribut-ribut di luar. Ternyata sepasang pemuda tengah berkutat memasang tenda di tengah terpaan angin. Berkali-kali tenda mereka terlipat dan rubuh. Akhirnya merekapun mampir ke tenda kami dan minta bantuan. 15 menit Lutfi, Deni dan Ulum beraksi. Tenda tetanggapun jadi.

Setelahnya, teman-temanpun bersiap-siap menuju Puncak Penanggungan mengejar sunrise. Saya dan Egia tidak ikut. Tadi malam kaki kram. Kami sudah memperhatikan jalur menuju puncak yang nyaris tanpa pohon dan akar. Tepat Pukul 03.00 subuh, Adel, Lutfi, Deni dan Ulum berangkat. Saya dan Egia kembali tidur.

Pukul 00.06 pagi, kami dibangunkan teriakan teman-teman yang ternyata kembali membawa rombongan baru. Oh, ternyata komunitas pendaki juga sekelompok dengan Ulum. Ulumpun beraksi lagi sebagai chef alam bebas. Sekali ini dia harus member makan 12 orang.

pendakian 4Dengan santai dia memasak nasi dan indomie, membuat kopi dan teh. Tidak punya piring dan sendok bukan hambatan untuk sarapan. Ulum membelah plastik dan menggelarnya di dalam tenda. Nasi dan indomie dituang memanjang dan 10 orang duduk mengelilingi sarapan ala chef Ulum. Indah dan akrab.

Setelah makan, kami beres-beres. Mengumpulkan sampah kami, botol-botol plastik dan juga mencek lokasi sekitar tenda. Kemudian sesi berfoto bersama sebelum menikmati penderitaan menuruni Penanggungan. Kami sudah memperkirakan, turunnya akan lebih menyakitkan daripada saat mendaki.

Benar saja. Tebing yang curam dan berbatu membutuhkan nyali dan kewaspadaan. Egia dan Lutfi memilih jalur berpasir yang menenggelamkan kaki sebatas betis. Kami memilih jalur aliran hutan yang sempit dan berdebu.

Berkali-kali jatuh dan diteriaki adanya longsoran batu. Kami semakin berhati-hati, setelah melihat ada dua pendaki terluka saat menuruni lereng berbatu nan terjal. Jiwa muda barangkali membuat mereka kurang sabar dan hati-hati. Lukanya cukup parah sehingga harus dituntun. Kembali saya dan Deni tertinggal di belakang. Di belakang Deni juga terjatuh berkali-kali seperti saya.

pendakian 6Syukur, kami tiba kembali di Posko Utama dengan selamat. Wajah kami kusam dan legam seperti pendaki yang kami temui kemarin. Benar-benar lusuh dan berdebu. Di perjalanan pulang juga kami saksikan hutan di lereng Penanggungan kawasan hutan Kaliandra terbakar. Pantaslah tadi di Posko 2, banyak mantri kehutanan bergegas ke atas mengarahkan para pendaki agar turun.

Esoknya kami ketahui kebakaran hutan lebih 60 ha dan Penanggungan ditutup (SELESAI).



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.