Kolom M.U. Ginting: The Karo, Too Nice

M.U. Ginting 2Seorang penulis Psikologi lama (Swedia) bilang kalau Psikologi harus untuk rakyat, diketahui oleh semua dan berguna untuk semua dalam kehidupan sehari-hari. Betul jugalah saya pikir, pendapat ini. Kelihatannya sekarang makin banyak kita mengerti bahwa soal mengetahui ini bukan hanya soal Psikologi tetapi ilmu apa saja yang telah ada di depan manusia sekarang ini perlu dipelajari dan diketahui.

Jelas memang kalau Psikologi sangat istimewa bagi kemanusiaan, karena pada dasarnya menjelaskan pikiran dan sikap manusia itu sendiri dan saling hubungannya dengan sesama manusia. Namun,  mayoritas manusia tak mengetahui atau sedikit sekali mengetahuinya.

Cobalah baca lebih mendalam soal-soal yang saya postingkan di atas, pastilah banyak membantu kita dalam kehidupan, terutama dalam saling hubungan kita sesama teman atau yang kita anggap teman tetapi juga malah sering mencelakakan termasuk sering mencelakakan orang baik (too nice). Saya tertarik melihat hal ini karena menyangkut orang Karo sebagai introvert selalu sangat baik, jujur dan ikhlas bukan main, tetapi malah dapat imbalan tak patut karena dimanfaatkan atau tak ada respek sama sekali kepada orang nice itu.

too niceJadi, saling hubungan itu memang seperti ekonomi juga:  “The economy runs on the law of supply demand: the more something is available in abundance, the less values it has. The same rule applies to the economy of human relations.”

Kalau kebaikan itu terlalu banyak maka kebaikan itu jadi kurang harganya atau sama sekali tak dihargai lagi, malah diejek atau ditindas. Terutama kalau berhadapan dengan orang-orang extrovert yang cari menangnya saja.

Orang-orang Pakpak Dairi begitu baiknya kepada pendatang, akhirnya mereka minggir ke tebing kepunahan. Ini terjadi juga bagi Simalungun, yang sekarang menurut mereka sendiri sudah jadi tamu di daerahnya sendiri.

Ketika PNS Siantar pakai pakaian adat Batak di kantor, orang Simalungun masih protes karena Siantar adalah tanah ulayat Simalungun katanya, dan akhirnya pakaian Batak itu dihentikan ‘sementara’. Orang Karo masih dominasi dan berkuasa di Karo, tetapi tak begitu lagi di daerah ulayat Karo Deliserdang.

Apakah karena orang Karo Deliserdang terlalu nice? Psikologi untuk rakyat tadi . . .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.