Kolom M.U. Ginting: AGAMA

M.U. GintingDalam Tabligh Akbar di Purwakarta dipadukan agama dengan Budaya, dimana perpaduan ini sudah merupakan tendensi berarus besar dalam era global. Globalisasi telah memaksa manusia/ golongan manusia terdorong ke ’lokasi yang lebih dekat’ (etnis, bangsa, nation) dalam kesatuan kultur/ budaya yang lebih meyakinkan, dalam usaha mempertahankan survivalnya.

Dalam aliran Islam Indonesia, ada 2 golongan besar yang punya pandangan berkebalikan dalam soal ini. NU sebagai ’Islam tradisional’, sedangkan Muhammadiyah sebagai ’Islam modern’. Perbedaan yang sangat menyolok dan mendasar mungkin soal inilah, artinya hubungan agama Islam dengan tradisi/ adat penduduk pribumi yang sudah ada sebelum kedatangan agama import seperti Islam dan Kristen, maupun Hindu dan Buddha.

Sebelum Islam atau Kristen lahir, manusia dunia sudah punya kepercayaan (tradisional) seperti yang disebut ’penyembah berhala’, batu atau benda lain yang dianggap punya kekuatan lebih dari manusia biasa. Orang/ golongan ini dinamakan ’syirik’ oleh Islam modern (Arab) sampai sekarang juga.

Islam modern Arab lahir dalam perjuangan menentang kepercayaan tradisional itu (syirik), dan begitu sampai sekarang masih dianggap persoalan besar di Arab. Ini terlihat dalam peristiwa

agama 1
http://indonesian.cri.cn/201/2011/09/02/1s121068.htm

terakhir dimana bulan Augustus lalu dipulangkan secara paksa beberapa orang Indonesia dari Arab/ Mekkah karena dianggap syirik walaupun mereka datang ke Arab dalam rangka naik haji.

Dalam agama Kristen Karo juga terlihat perkembangan terakhir dimana agama (Islam maupun Kristen) dan tradisi, adat istiadat Karo semakin dipererat saling hubungannya. Di Indonesia larangan terhadap ’syrik’ tak ada, karena tak sesuai dengan sifat toleransi tinggi sesama bangsa yang berbeda di negeri ini. Selain Islam, ada Hindu, Buddha, Kristen, dan banyak agama tradisional di berbagai daerah.

Agamanya majemuk dan tradisinya juga begitu. Mengakui perbedaan dan menghormatinya, adalah jalan paling aman dan damai bagi semua umat majemuk negeri ini. Dari situ terlihat juga toleransi yang sangat besar di kalangan anak negeri ini. Toleransi yang besar lahir dari bangsa yang besar juga.




Hubungan menganut agama apa saja yang datang kemudian ke Indonesia (agama import Islam, Kristen, Hindu, Buddha) tak gampang lepas begitu saja dengan pemikiran yang sudah ada sejak ratusan/ ribuan tahun (Karo dan Gayo sudah ada sejak 7.000 tahun) di negeri ini.

Bahwa sekarang semakin terlihat keeratan agama import ini dengan tradisi dan adat isitiadat rakyat, juga sangat sesuai dengan apa yang terjadi dalam era global soal kultur/ sivilisasi manusia dunia. Ini tentu juga sesuai dengan gambaran perubahan dan perkembangan yang digambarkan oleh Huntington dan Moisi dalam karianya masing-maing ‘the clash of civilization dan ’the calsh of emotion’.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.