Kolom Joni H. Tarigan: JUJUR SEJAK AWAL

joni hendra tariganHari ini sudah tanggal 22 Januari 2016. Bagaimana ini bisa begitu cepat sekali terjadi? Saya merasa baru kemarin masuk kembali ke kantor tempat bekerja. Setelah mengamati kalender, kemarin yang saya rasa itu adalah tanggal 6 Jnuari 2016. Ternyata, itu sudah 16 hari yang lalu. Perasaan yang begitu cepat terhadap waktu ini akan terasa lebih cepat lagi jika sudah melintasi tanggal 20an. Apakah ini benar?

Hehehe …. ini dan semua yang akan saya tuliskan ini bukanlah masalah benar  atau salah, akan tetapi melainkan, inilah yang saya jalani dan pahami.

Baiklah, dari sekian banyak hal-hal baik yang sebenarnya ingin saya ceritakan, akan saya ceritakan sesuai judulnya. Yakni kebohongan seorang anak yang mungkin kitalah orangtua yang memulainya. Sebelum memulai cerita ini, saya ingin menyampaikan bahwa, saya hampir tidak bisa menceritakan keburukan siapapun selama menjalani 2016 ini. Bahkan krisis  perusahaan minyak dan gas (bukan krisis minyak dan gas) saya  pandang hal yang sangat baik. Karena paham yang coba saya lakukan adalah melihat peluang dalam kesulitan, bukan melihat kesulitan dalam peluang.

Sekarang kita kembali ke perihal anak yang suka berbohong.

Minggu ini tepatnya Selasa 20 Januari 2016, dari pagi pukul 04.45 WIB, istri saya sudah mengingatkan untuk membawa batre A2 yang akan digunakan untuk batre  pesawat mainan anak kami Rafael Tarigan.

jujur 2
Sumber foto: FTJ (Festival Teater Jakarta)

Sampai makan siang, saya masih ingat bahwa saya harus mebawa batre yang dipesankan. Akan tetapi, kebiasaan yang saya alami, setelah makan siang waktu terasa terlau cepat sehingga saya harus buru-buru untuk ikut jemputan kantor. Akibatnya adalah batre untuk mainan anak pun lupa. Saya tersadar steleh hampir di depan pintu gerbang rumah.

Dalam keadaan hujan, tas yang agak berat karena membawa lapton, saya tiba-tiba teringat anak saya akan langsung menagih batre yang sudah dijanjikan. Akhirnya, dalam keadaan hujan dan tas di pundak, saya berbelok ke toko peralatan litsrik terdekat. Saya pun membeli batre untuk mainan. Karena banyak mainan anak saya yang menggunakan batre, maka saya juga membeli 8 buah batre A-2. Dalam keadaan diguyur hujan di depan rumah saya mengetuk dan memanggil anak saya ‘Rafael”, saya merasa bahagia dan bersemangat karena membawa pulang sebuh janji yang kutepati yakni membelikan anak saya batre.

Setelah membersihkan diri dari jejak hujan deras, anak saya langsung membawa pesawat mainannya dan mengatakan: “Pak, ayo, pesawat abang pasang batre.” Anak 2.5 (dua setengah) tahun itu menagih batre yang kujanjikan. Berbekal alat seadanya, kamipun berlomba memasangkan batre pada pesawat mainan itu. Desingan suara pesawatpun segera menambah gembira perjumpaan kami malam itu. Dengan lampu warna warni, serta pesawat timpe baling-baling tunggal (di depan), pesawat mainan itu pun bergerak bebas dilantai rumah. Tentu saja mainan itu bergerak bebas karena kami tak punya sofa dari kayu jati, apalagi lemari hias. Jangankan lemari hias, pakaian kami pun masih tertumpuk di koper. Lemari pun kami belum punya.

Begitulah raungan pesawat mainan itu menambah ceria anak kami, dan memberi kami rasa bahagia walaupun hidup apa adanya.




Niatan saya menerobos hujan deras membeli batre itu adalah karena saya tidak ingin memberi pengalaman hidup yang berbohong (tidak menepati janji) kepada anak. Saya juga meyakini jika kami ibu bapak-nya tidak membiasakan hal-lah buruk dalam kehidupannya di rumah, kelak ia tidak akan terbiasa dengan perbuatan buruk juga. Mungkin kita tidak sadar, alih-alih supaya anak mau berkompromi dengan kita, kita menjanjikan banyak hal. Ketika kita tidak menepati apa yang kita janjikan maka si anak akan menangkap pelajaran hidup bahwa berbohong itu adalah biasa.

Tidak semua memang janji bisa kami penuhi, akan tetapi kami mencoba memberi alasan bahwa kami lupa atau apa yang kami janjikan terkendala karena cuaca dan lain hal. Sehingga, di rumah kami selalu mencoba memikirkan dahulu apa yang kami janjikan supaya sebisa mungkin ditepati. Sering kita menyalahkan lingkungan kita, sering kali kita menyatakan cinta damai, akan tetapi kita tidak memulai itu dari rumah, kita tidak menyiapkan kebaikan denga perbuatan baik terhadap anak- anak kita.

Mari kita mulai dari anak kita, buat mereka mempercayai apa yang kita ucapkan dengan melakukan apa yang kitakan. Jika kita merasa kita adalah generasi yang banyak mendapat kebohongan dari orang tua dan keluarga kita, maka itu bukan salah kita. Akan tetapi jika anak kita merasa sulit mempercayai kita, maka jelas kita orangtua harus berubah.

Salam semangat dan perjuangan,




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.