Kolom M.U. Ginting: LERENG SUMBING

M.U. GINTING 3Kemarin dulu [Jumat 19/2] digerebek di lereng Gunung Sumbing, dekat Temanggung Jawa Tengah sebuah tempat ’latihan militer’ gelap. Polisi menangkap 50 orang pesertanya yang diduga dari kelompok Jamaah Ansorut Syariah (JAS). Saat penggrebekan, ditemukan 5 pucuk senapan angin, 3 buah sangkur, 1 tas berisi buku dan bendera lambang keagamaan. Demikian dilansir kemarin [Sabtu 20/2] oleh merdeka.com.

Tak terdengar istilah ’terorisme’ di sini; baik dari polisi maupun dari pemantau berita media. Jadi tanda tanya besar mengapa diragukan latihan militer gelap ini sebagai ’teroris’. Adakah perubahan dalam ’terorisme’? Atau perubahan pandangan terhadap ’terorisme’ sekarang ini?

Sekiranya hal serupa ini terjadi pada jaman Abu Bakar Baasyir dari Pondok Pesantren Al Mukmin atau jaman Amrozi bom Bali, sudah jelas namanya ’teroris’, tak akan ada yang meragukan. Ketika itu, sangatlah gampang bikin tuduhan ’teroris’. Abu Bakar Baasyir ditahan karena tuduhan bikin latihan militer di Aceh, sebuah latihan militer gelap seperti di lereng gunung Sumbing itu. Dan, Baasyir pun adalah ’terorist’ atau penggerak ’terorisme’, ditangkap dan diadili, sampai sekarang masih berlanjut prosesnya.

Gunung SumbingKetika kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Saud Usman Nasution pada 11 Feb lalu (merdeka.com) menuding 19 Pondok Pesantren termasuk Al Mukmin sebagai penganut ’radikalisme dan terorisme’, yang menurut pimpinan Al Mukmin Wahyudin bahwa tuduhan itu adalah fitnah belaka, dan yang juga telah membikin murid dan oangtua pesantren itu merasa terusik.

“Kami ini terdaftar resmi oleh pemerintah melalui Kementerian Agama, dengan kurikulum dasar dari Kementerian Agama untuk jenjang MTs dan MA. Jadi, jangan seenaknya menuduh radikal kepada ponpes,” tegas Wahyudin.

Wahyudin juga mengemukakan jika selama ini Ponpes Al Mukmin sangat terbuka dan terlibat secara aktif dalam proses pencerdasan masyarakat khususnya pengetahuan agama Islam.

Gunung Sumbing 3
Jamaah Ansharus Syariah (JAS) saat bertemu jajaran Polres Temanggung. Foto: Okezone.

Dari sini, terlihat jelas sudah ada perubahan, ada KETERBUKAAN dalam kegiatan belajar di pondok pesantren termasuk Al Mukmin. Kalau ada keterbukaan, berarti ada kejujuran dan otomatis tak ada manfaatnya untuk mencurigai. Semua di atas meja, publik bisa mengontrol dan menilai. Era terorisme semula dengan dasar radikalisme memang terlihat tak ada lagi, yang ada hanya tuduhan atau dibikin-bikin saja. Era baru terorisme sudah muncul, yang kita kenal sekarang dengan nama ’terror-based industry’ atau ’war-base economy’, seperti Alqaida, ISIS, dll.  

Terorisme jelas memang berkembang atau berubah, dan bisa dikatakan cepat juga perubahannya. Semua perubahan itu sesuai atau didasari oleh ideologi dan kepentingan di belakangnya. Atau tepatnya, dulu banyak didasari ideologi (radikalisme) agama Islam seperti DI-TII th 1950-an. Jenis terorisme ini hilang, dan yang kemudian tahun 1970-an digantikan dengan ’terorisme’ menentang ketidakadilan dari pemerintah dan orang kaya. Ini dilakukan oleh anak-anak muda progresif yang bangkit dengan kesedaran baru. Tujuan mereka adalah memperjuangkan keadilan sosial dan kekuasaan bagi rakyat banyak yang tertindas di seluruh dunia.

Gerakan kebangkitan pemuda/ mahasiswa 1968 di Eropah dan Revolusi Kebudayaan Besar Proletariat di China 1966 sangat banyak mempengaruhi gerakan teroris anak-anak muda seluruh dunia pada tahun 1970-an. 

Dua bentuk dasar terorisme yang pertama dan ke dua itu (fanatisme/ radikalisme agama dan perjuangan untuk keadilan sosial) sekarang sudah tak ada. Kalau masih diada-adakan juga, berarti dikaitkan dengan agama atau perjuangan keadilan sosial. Itu namanya penipuan saja untuk mengalihkkan isu dari tujuan sesungguhnya terorisme sekarang atau yang terakhir yaitu demi kepentingan ekonomi atau duit, duit, duit. . .

 

Kita sudah kenal sekarang dengan nama ’terror-based industry’ atau ’war-based economy’ dalam era yang semakin jelas bagi penduduk dunia dimana kekuasaan ’super power’ terbesar dunia (AS) sudah sejak lama berada di tangan bankir besar pemilik modal dunia seperti dikatakan oleh presiden Roosevelt 1933:

On November 21, 1933, President Franklin Roosevelt stated, “The real truth of the matter is, as you and I know, that a financial element in the large centers has owned the government of the United States since the days of Andrew Jackson.”

‘Financial element in the large centers’ itulah sekarang dalam era global jadi bankir/ rentenir besar dunia pemilik Fed, IMF, Worldbank, dll. Perubahan atau perpindahan dari kerangka nasional ketika Roosevelt atau Andrew Jackson (ketika itu hubungan internasional masih terbatas belum sampai era globalisasi) ke kerangka global terjadi dalam era neoliberalisme ekonomi, yang dari segi politik bertujuan mengganti kekuasaan negara dengan kekuasaan pemodal atau corporates.

State atau negara atau kekuasaan negara dalam dominasi corporate power akan dihilangkan untuk sepenuhnya nanti digantikan oleh corporate power itu dengan prinsip dasar: What benefits the corporations by definition benefits people. Inilah prinsip dasar neoliberalisme yang mau ditawarkan dan dijual ke seluruh rakyat dan nation dunia. Siapa yang mau beli ’corporate power’ ini?

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.