Kolom M.U. Ginting: EKSPRESSI MEDIA TENTANG BOM BRUSELS

M.U. GintingTelah diumumkan bahwa ISIS adalah dalang teror di Brussel pagi kemarin [Selasa 22/3]. Di semua negeri Eropah Barat pemboman ini jadi pembicaraan utama di televisi/ radio. Ada sedikit perubahan dalam beberapa komentar dibandingkan dengan masa-masa lalu yaitu dalam memandang teror itu ada sebagian, agak lain dari biasanya, yaitu sepertinya mengikuti kata-kata Presiden Jokowi ’tak perlu ditakuti’ katanya. Alasannya terpenting ialah:

1. Karena ada saja selalu orang yang mau bunuh diri dengan bomnya (orang-orang naif percaya masuk surga kalau membomi orang lain). Ini tak bisa dihindari.

2. Maksud teror itu memang menakut-nakuti supaya kita tutup mulut, katanya.

Tetapi tutup mulut dari soal apa? Inilah pertanyaan yang masih sangat disimpan dalam-dalam oleh elit politik eropah. Tak ada yang berani buka mulut bahwa terorisme itu kaitannya adalah duit, duit, duit. Tak mungkin ada orang berencana membunuhi tanpa tujuan. Tetapi duit yang mana? Kalau ISIS jelas duitnya. Mereka rampok sumber minyak Syria dan Irak.

brussels 2Lantas ISIS beli senjata besar-besaran dari ’terror-based industry’ dan pasukan antiteror beli senjata besar-besaran dari fabrik senjata ’resmi’ termasuk dari Perancis tempo hari, direstui oleh Hollande sendiri. Betapa banyak senjata diadu di Syria dan Irak, berapa banyak untung fabrik senjata dan saham pada naik berlipat ganda.

Sekiranya Indonesia ini adalah salah satu negeri Eropah Barat, ha ha Freeport pasti sudah jingkrak-jingkrak gembira, tari kegembiraan, karena kontrak langsung diperpanjang dan saham lantas dibeli dengan pinjam uang ke Bank Dunia. Tetapi terbalik di Indonesia, cita-cita ’financial element’ (istilah Roosevelt pengganti neolib jaman dulu) tak seperti diharapkan.

Menurut logika para the establishment Eropah, di Indonesia, orang harus diam kalau Freeport diperpanjang dan saham laris. Pemerintah bisa tambah utang supaya beli saham (Rp. 21 Triliun) ditawarkan tempo hari ketika Setnov minta jatah saham.

3. Nama baru sekarang teror ini disebut sebagai ’jihadis’ oleh elit politik Eropah. Dalam hal ini dikaitkan dengan ’radikalisme Islam’.

brussels 3Satu komentator politik dari Swedia bilang kalau rencana ’jihadis’ ini ialah mengusir orang-orang Eropah dari Timur Tengah sehingga kaum jihadis ini bebas mendirikan negara Islam ’jihadis’. Ini sangat tidak masuk akal, karena terorisme sekarang tak ada kaitannya dengan agama Islam seperti orang-orang Indonesia sudah memahami sepenuhnya.

Di Indonesia, sudah berkembang lebih jauh bahwa teror itu tak ada kaitannya dengan agama Islam telah dinyatakan resmi oleh wapres JK dan soal tak perlu ditakuti telah dikumandangkan oleh Presiden Jokowi ke seluruh Nusantara. Ternyata, kesimpulan Jokowi ini sudah menjangkit juga ke Eropah.  




Bahwa ahli-ahli dan akademisi telah menyimpulkan bahwa terorisme itu adalah bikinan ’teror-based industry’ atau ’war-based economy’ (uang tadi), bagi politisi Eropah Barat masih sangat sungkan untuk mengatakannya. Tetapi berapa lama lagi ’kesungkanan’ ini bisa dipertahankan?

Jonathan Turley George Washington University bilang  ”The core of this expanding complex is an axis of influence of corporations, lobbyists, and agencies that have created a massive, self-sustaining terror-based industry.”

Seorang akademisi terkenal dan penulis, Dr Michel Chossudovsky warned that ‘the so-called war on terrorism is a front to propagate America ’s global hegemony and create a New World Order. Terrorism is made in USA , The global war on terrorism is a fabrication, a big lie’, katanya. Biar sudah jelas begitu, politisi Eropah masih sungkan buka mulut.

Mungkinkah Indonesia jadi negara pertama buka-bukaan menantang ‘kesungkanan’ politisi Eropah?




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.