Kolom Darwono Tuan Guru: Ahok Jilat Ludah Sendiri Karena Panik?

Darwono 2Edan! Ada partai yang lebih mementingkan dukungan kepada Ahok dan siap kehilangan kadernya! Partai ini justru mengintimidasi kadernya untuk mundur dari partainya jika tidak mendukung Ahok. Ini tentu saja mengindikasikan adanya otoriterisme dalam partai yang dilakukan oleh oknum partai tersebut. Bukankah semestinya suara paratai adalah suara anggotanya karena partai dibentuk oleh anggota? Ataukah partai itu milik oknum tertentu sehingga kalau tidak sejalan dengan kehendak sang oknum maka silakan tinggalkan partai? Fenomena partai politik yang demikian sungguh mengindikasikan adanya partai politik yang bukan sejatinya partai politik.

Pertanyaannya adalah, seberapa penting Ahok di mata oknum partai tersebut? Begitu sentralkah Ahok dalam urutan prioritas oknum partai untuk didukung, sehingga partai rela kehilangan para kader pendukungnya yang sesungguhnya sangat membahayakan eksistensi partai itu sendiri?

Di mana aturan main, mekanisme dan hakekat partai itu terkait dengan komitmen terhadap kader dan dengan komponen eksternnya? Kita tentu tentu dapat mencari jawabnya dalam AD/ ART dan Garis Perjuangan Partai, namun jawaban mudahnya dapat kita ungkapkan dengan tidak melihat acuan itu. Mendukung Ahok rupanya lebih penting dibanding menjaga sinergi Kader dan partai Politik itu.

Kita tidak tahu alasan pastinya mengapa oknum-oknum partai itu lebih memilih mendukung Ahok dari pada menjaga keutuhan partai dengan mundurnya para kader yang sudah loyal untuk membesarkannya. Namun, logika umum bisa dikedepankan. ahok 37Paling memungkinkan adalah adanya keuntungan yanag lebih menggiurkan dengan mendukung Ahok. Keuntungan apa?

Seperti kita mahfumi bahwa Ahok maju melalui jalur per seorangan dengan didukung oleh para cukong. Hal ini sudah bukan menjadi rahasia lagi. Awalnya Ahok begitu yakin dengan dukungan itu yang dimainkan oleh kelompok yang disebut Perkumpulan Teman Ahok, yang kita bisa melihat kredibilitasnya melalui berbagai publikasi dan situs resminya. Kingintahuan berbagai pihak akan apa sesungguhnya yang terjadi dengan Ahok yang begitu yakin dengan Teman Ahok. Ini mengakibatkan banyak pihak mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi dengan pecalonan Ahok, yang terkesan “menyepelekan peran partai politik”, yang sesungguhnya telah membesarkan Ahok sendiri.

Ahok yang tidak terpilih pada Pemilihan Gubernur Provinsi Bangka Belitung mendapatkan promosi yang sangat menguntungkan dengan dibawa Gerindra ke Jakarta untuk disandingkan dengan Cagub DKI dari partai besar PDI Perjuangan, sehingga berhasil menjadi DKI 2. Dengan promosi Jokowi menjadi presiden, Ahok mendapat durian runtuh naik menjadi DKI 1. Meski banyak kalangan yang keberatan ia memimpin DKI terkait aqidah dari sebagain kaum muslimin yang meyakini bahwa pemimpin harus dari kalangan kaum seiman.

Dengan demikian, Ahok naik menjadi Wagub dan kemudian Gubernur DKI paling tidak secara institusi kepartaian atas jasa dua partai politik; yakni Gerindra dan PDI Perjuangan. Sudah selayaknya sebagai pihak yang dipercaya oleh kedua partai itu, harus menjalankan amanah kepemimpinannya secara baik. Namun, dengan “menanjaknya nama Ahok”, Ahok seolah menjalankan kepemimpinan DKI 1 adalah menjalankan aktivitasnya sendiri, tidak terkait dengan amanah kepartaian. Bahkan dengan “congongnya” Ahok justru menampar partai-partai pengususngnya dengan ungkapan “Partai tidak mensejahterakan rakyat”, ungkapan itu diartikan sebagai deparpolisasi yang dilakukan oleh Ahok.

Seiring dengan berjalannya waktu, dan banyak pihak yang mengetahui bukti mengapa Ahok berani dengan apa yang dilakukan, dan siapa di balik itu semua, menjadikan arus balik dukungan dari mendukung ke Ahok ke melupakan Ahok, atau mendukung calon lain. Lampu redup teman Ahok makin terlihat dengan indikasi booth-booth yang didirikan di mall-mall terlihat kurang mendapat sambutan yanag diharapkan.` Kita dapat melihat di sosial media, hari-hari ini banyak diupload form-form dukungan tunggal, dan sepinya “counter Teman Ahok” dari pengunjung (penulis amati dari twitter dan facebook). Keredupan ini tentu saja membuat Ahok yang tipikal emasional menjadi panik.




Kepanikan Ahok ditunjukan dengan berbagai manuver yang Ahok lakukan dengan mendatangi berbagai partai politik, yang sesungguhnya langkah itu merupakan”jilat ludah sendiri”, meskipun disertai dengan argumentasi  apologis bahwa Ahok tidak bermaksud deparpolisasi. Sudah barang tentu dengan kondisi Ahok yang sangat membutuhkan  dukungan dari partai politik, maka partai politik pun memiliki bargaining position yang menguntungkan.  Oleh karena itu, istilah mahar ratusan milyar bagi “oknum partai politik” sangat mungkin dilakukan, dan itu sangat menggiurkan. Sudah barang tentu oknum-oknum parpol yang mata duitan siap melakukan apa saja.

Sudah barang tentu, keberanian memberikan mahar ratusan milyar atau deal-deal tertentu kepada oknum partai politik untuk mendukungnya harus dilakukan dari pihak Ahok. Perhitungan investasi politik tentu sudah dilakukan dengan detail sehingga berani mengambil langkah itu, oknum parpol juga, namun bagi parpol sendiri langkah seperti itu adalah langkah bunuh diri. Jelas rakyat makin cerdas, yang tidak mungkin menutup mata dengan kongkalingkong yang terjadi.

Apalagi dengan ketidakkonsistenan Ahok sendiri pada apa yang diucapkan, rakyat jelas tidak akan percaya pada apa yang Ahok ucapkan, maupun janjikan. Sekali lacur ke ujian selama hidup orang tak percaya.




2 thoughts on “Kolom Darwono Tuan Guru: Ahok Jilat Ludah Sendiri Karena Panik?

  1. Pro dan Kontra masih akan terus dalam soal Ahok sebagai cagub DKI dan juga dalam calon independent. Kalau dulu Ahok dan Jokowi didukung oleh dua partai msing-msing, sekarang tak begitu lagi. Dari segi’hukum alam’ partai patutnya Ahok turut partai lagi. Kalau tidak namanya ‘penghianat partai. Disini bisa juga dilihat dari segi perubahan, partainya atau Ahoknya. Perubahan adalah mutlak, dan tetap dan hanya itu pulalah yang tetap didunia yang fana ini. Dan apakah perubahan Ahok menguntungkan bagi rakyat yang dipimpinnya? Jawaban inilah yang tak terkalahkan oleh semua pesaing Ahok. Kalau ini sudah bisa dikalahkan, Ahokpun akan turun panggung. Ahok bersih dan hampir tak ada salahnya kata Djarot PDIP. Soal ‘ceplas-ceplosnya’ memang begitulah dia katanya. Tentu menurut hukum alam partai kang Djarot ini bisa berbahaya. Tetapi salahkan apa yang dikatakan kang Djarot? Ahok dan Djarot ada perubahan, tetapi tak terlihat dalam dua partai pendukung semula itu. Perubahan dibutuhkan oleh penduduk Jakarta, atau hanya itulah yang diperlukan sesungguhnya. Perubahan itu banyak yang positif dibikin oleh Ahok, ketika saingannya hanya masih mencari, artinya masih perlu bikin yang lebih gesit!
    Ayo mari terus bikin tantangan! Itulah juga yang bikin perubahan.

    MUG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.