Kolom M.U. Ginting: MENGUASAI DUNIA

M.U. GintingDari tulisan Ellen Brown soal FED ini terlihat bahwa ‘oversight’ oleh Kongres hanya dalam pengertian bahwa Kongress hanya disuruh baca putusan yang sudah selesai dan yang dibuat di belakang mereka. Kongres juga tak begitu mempersoalkan memang, karena kebanyakan anggotanya dari partai R atau D, juga dapat keuntungan lumayan dari inisiatif FED itu. Apalagi kalau kita ingat lagi kata-kata Roosevelt siapa yang memiliki pemerintahan AS.

“The real truth of the matter is, as you and I know, that a financial element in the large centers has owned the government of the United States since the days of Andrew Jackson,” katanya 1933.

Jadi, Presiden AS maupun Kongresnya dalam kenyataan praktis tak lagi mempengaruhi apa-apa jika menyinggung keputusan yang dibuat oleh FED. Meskipun masih ada yang namanya Bord dan the Federal Open Market Committee (FOMC) yang dikatakan sebagai pengontrol FED. Badan-badan ini hanya harus ada dalam rangka menutupi kenyataan sesungguhnya yaitu bahwa FED adalah penguasa sesungguhnya dari semua aliran duit, aliran darah kehidupan ekonomi dan finansial AS, atau berada di bawah kontrol “financial element centers” ( Roosevelt ).

Juga harus dicatat bahwa: “A Federal Reserve Bank is not a publicly traded corporation and is therefore not required by the Securities and Exchange Commission to publish a list of its major shareholders”.

Fed hanya terbuka ke dalam, keluar tak ada yang tahu.

 

menguasaiSeluruh dunia sudah lama terlihat, dan semakin terlihat sekarang, bagaimana kepentingan ”financial element centers” yang tertutup ini (neolib) mengembangkan dirinya dengan banyak cara ke semua nation dunia. Ini terutama terjadi di negeri-negeri berkembang. Bersamaan dengan itu, semakin deras juga perlawanan dari kepentingan lain yaitu kepentingan nasional tiap negeri.

Dua kepentingan yang masing-masing mewakili kepentingan satu nation atau kepentingan corporates global neolib yang sedang giat-giatnya berusaha mencapai hegemoni dunia dengan segala cara (terpenting tentu dengan menguasai duit ini) tetapi termasuk juga dengan kekerasan seperti terorisme: “A front to propagate America ’s global hegemony and create a New World Order” (Dr Michel Chossudovsky).

Kekuasaan ‘financial element’ neolib ini belum tercapai secara sempurna di seluruh dunia, memang. Negara seperti Indonesia yang selama lebih dari 30 tahun di bawah pengaruh ketat neolib, sekarang ini di bawah pimpinan Jokowi-JK, tetap terus berusaha sekuat tenaga melikwidasi imbas kekuasaan neolib; di bawah prinsip Trisakti atau deklarasi Nawa Cita Jokowi-JK, terutama dari segi ekonomi, utang dan SDA yang masih terus jadi idam-idaman neolib.

Perlawanan ini yang kita namakan juga sebagai kontradiksi antara dua kepentingan; kepentingan nasional atau kepentingan internasional neolib corporations yang bertujuan mencapai ’global hegemony’ itu.

Contoh yang sangat  jelas dalam soal ini di Indonesia ialah isu Freeport, dalam kasus Setnov Ketua DPR, penjualan atau pembelian saham Rp 21 T dengan pinjaman atau tambahan utang yang sudah disediakan IMF atau bank dunia, perpanjangan kontrak oleh Menteri ESDM, yang kemudian juga berakibat penggantian/ pemecatan dua direktur Freeport, di Indonesia dan internasional. Juga soal Blok Masela yang semula dirahasiakan dari publik tetapi kemudian dibuka ke media oleh Presiden Jokowi sendiri. 

Putusan semula membangun Masela off-shore sangat jelas menggambarkan kepentingan siapa, dan sekarang sudah diputuskan oleh presiden dibangun di darat, melihat dari segi kepentingan nasional, keterlibatan rakyat dengan perusahaan pribumi dalam pembangunannya dan memungkinkan kontrol publik atau masyarakat atas Blok Masela itu sendiri. Semua ini tak mungkin ada kalau dibikin di tengah laut!

Hukum ‘alam’ bahwa duit adalah alat paling canggih dalam mencapai atau melaksanakan apa saja di dunia ini, sudah lama berlaku. Siapa yang menguasai duit, sumber duit dan aliran duit, dialah penguasa utama dunia. Inilah hukum alam dunia manusia sejak adanya kekuasaan atau sejak adanya duit, yang pada mulanya hanyalah sebagai alat tukar meringankan beban ketidakpraktisan cara barter pada jamannya.

Puncak dari kekuasaan hukum ’alam’ satu ini ialah pada akhir Abad 20 dan permulaan Abad 21 sekarang, yang dalam kenyataan prakteknya adalah dalam bentuk 1. korupsi, 2.terorisme, 3. narkoba.

Ketiga faktor ini adalah komponen penting dalam rantai usaha perongrongan kekuasaan Negara RI mencapai  ”global hegemony” (Chossudovsky). Ketiga komponen ini didasari dengan duit, atau aliran duit, artinya berlaku ’duit sebagai senjata paling canggih’ itu.

 

1. Korupsi

Dalam soal korupsi, sudah kita lihat bagaimana hebatnya kejadian-kejadian tersohor di negeri kita. Mulai dari ’perang cicak’ berbagai jilid, revisi UU KPK dan penggantian KPK, penggantian Kapolri, terus ke dilengserkannya Ketua DPR RI, dwelling time pelabuhan dan kasus JICT, Gubernur dan kepala daerah pada berjatuhan dan nginap di penjara, hutan tak berasap lagi.

Inilah sebagian dari kejadian-kejadian penting yang sangat mengesankan bagi publik negeri ini dalam kaitannya dengan duit sebagai senjata paling ampuh itu, korupsi. Kalau ini terus merajalela, tak terhindarkan kekuasaan RI akan pindah ke tangan asing: dengan alat canggih duit! Semua ini sudah ditelanjangi dengan keterbukaan dan partisipasi publik.

 




2. Terorisme

Sudah banyak kita bahas soal terorisme yang erat kaitannya dengan duit. Pemain teroris di lapangan adalah orang-orang kriminal atau orang-orang naif gampang dibrain-wash dengan janji masuk surga begitu selesai bunuh diri. Pemain lapangan ini bisa direkrut belasan atau puluhan dalam tiap aksi lapangan, dengan  janji duit dan kekuasaan. Kekuasaannya sangat hebat, bahkan bisa bunuh siapa saja cukup dengan alasan ’kafir’.

Tujuan utama teror ialah ’fear mongering’, nakut-nakut semua orang supaya ’bungkam’.Bungkam dari soal apa? Sudah banyak penjelasan di media internet. Di belakang aksi ini adalah ’terror-based industry’ atau ’war-based economy’. Semuanya ini juga sudah ditelanjangi dengan keterbukaan dan partisipasi publik.

 




3. Narkoba

“Saya yakin ada agenda negara-negara lain yang ingin merusak Indonesia dengan narkotika,” ujar Budi Waseso kepala BNN.

Tidak diragukan memang, karena narkoba termasuk dalam 3 komponen itu. Kita sekarang dalam darurat narkoba, pernyataan perang dengan narkoba, hukuman mati bagi gembong dan pengedarnya. Kesungkanan Jaksa Agung melaksanakan hukuman ini bisa jadi tanda tanya besar, karena sudah sangat mendalam akibat perongrongan ini.

Sudah memasuki usia muda anak-anak sekolah dan tiap hari mati 30-40 orang seluruh Indonesia. Cukup mengkhawatirkan. 

Apakah narkoba ini termasuk juga dalam usaha pelaksanaan ’global hegemony’ dari ’financial element centers’? Bisa diganti pertaannya memang, yaitu apakah ’financial element centers’ itu akan mengharamkan cara ini karena cara ini terlalu tak berperikemanusiaan?

Cara ini tak lebih manusiawi dari teror yang mematikan banyak orang dalam tiap aksi.

Semua soal ini juga semakin jelas dengan keterbukaan dan partisipasi publik.

Jadi, obat yang bisa menandingi ’hukum alam’ duit sebagai alat paling canggih ini sudah ada sekarang, dihadiahkan oleh alam juga, artinya perubahan jaman dari ketertutupan ke keterbukaan. Kekuasaan ’financial element centers’ sudah mencapai puncaknya dan dalam proses menurun, mengikuti hukum alam juga yaitu KETERBUKAAN DAN PARTISIPASI PUBLIK.

Sekarang tak ada yang bisa menandingi hukum alam terakhir ini, karena sudah menjadi hukum alam tertinggi dalam sejarah kemanusiaan, untuk menyelesaikan soal-soal kemanusiaan, kontradiksi dan pertikaian sesamanya dalam mencapai tujuan kemanusiaan yang tertinggi: kesejahteraan dan kedamaian sesamanya.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.