Epilepsi dalam Masyarakat Karo

Oleh Salmen Kembaren

SALMEN FOTOSecara ilmu medis modern, epilepsy dikategorikan sebagai penyakit atau gangguan syaraf di otak. Kecenderungan gejala epilepsy yakni mengalami kejang-kejang secara berulang. Jumlah prevalensi epilepsy dunia sekitar 70 juta jiwa. Perbedaan jumlah penderita epilepsy negara maju dan berkembang adalah sekitar 1 : 2. Di Indonesia, prevalensi epilepsy diperkirakan 0,5% dari jumlah penduduk atau lebih dari satu juta jiwa. Dengan asumsi yang sama, maka prevalensi di Sumatera Utara sekitar 65.000 jiwa. Data bisa saja menyimpang atau lebih karena ada kecenderungan masyarakat tertutup atas survey kesehatan.


Epilepsy merupakan sebuah penyakit universal dengan gejala yang hampir sama yakni penderita kejang-kejang dan berulang selama. Ada kultur yang menganggap epilepsy sebagai penyakit akibat sihir namun ada juga yang menganggapnya sebagai penyakit alami atau disebabkan oleh faktor natural.

epilepsi
Kebanyakan bahan ramuan Karo untuk mengobati epilepsi terdiri dari biji-bijian yang antara lain adalah tabu-tabu.

Masyarakat Tanzania dan beberapa negara Afrika menganggap epilepsy sebagai akibat dari pekerjaan roh jahat, tenung, keracunan dan juga menular. Cina dan India membuat epilepsy sebagai alasan untuk menolak pernikahan. Bahkan awal sampai pertengahan abad ke-20 di Inggris ada larangan menikah bagi penderita epilepsy. Kultur masyarakat memandang epilepsy akan berpengaruh pada stigma dan proses penyembuhan epilepsy itu sendiri bagi anggotanya.

Dunia medis mengkategorikan epilepsy sebagai penyakit gangguan syaraf. Kerusakan otak akibat trauma kepala, infeksi otak, masalah hormonal, masalah gangguan peredaran darah otak dan tumor di otak dapat memicu terjadi Epilepsi. Pada beberapa kasus epilepsi, serangan dapat dicetuskan oleh stres, perubahan hormonal, dan sedang menderita sakit (Lihat di SINI).

Ada dua persepsi utama mengenai kesembuhan penderita epilepsy. Pertama meyakini bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengobatan atau dengan melakukan pembedahan. Lainnya menyatakan bahwa tidak dapat disembuhkan namun dapat meminimalisir gejala-gejalanya.

Masyarakat Karo juga mengenal penyakit epilepsy ini sejak sebelum ilmu medis modern tiba di Karo (akhir Abad 19). Masyarakat Karo Kuno meyakini bahwa semua manusia memiliki cikal bakal penyakit ini. Hanya saja ada yang menunjukkan gejala dan ada yang tidak muncul. Hal ini dikarenakan sesuai ketahanan dan kondisi lingkungan seseorang. Penyakit ini dahulunya dianggap dapat menular melalui kontak fisik dengan air liur penderta. Penyakit ini disebut dalam dua kategori sesuai usia penderitanya.

Bagi bayi (0-2 tahun) disebut dengan Sakit Mula Jadi. Sedang bagi orang dewasa disebut tabu. Pada usia anak-anak, jarang dibahas dikarenakan mungkin telah sembuh saat bayi atau belum kambuh. Apabila penyakit ini timbul pada usia bayi maka pengobatannya semakin gampang yakni dengan ramuan herbal dan mandi ramuan di pagi hari (embunken). Bagi penderita dewasa, penyakit ini juga diyakini masih dapat disembuhkan dengan pengobatan. Hanya saja durasi pengobatannya saat dewasa lebih lama.

Dari hasil pengamatan bahwa ramuan yang digunakan dalam pengobatan sakit mula jadi dan tabu didominasi oleh biji – bijian dan berbagai jenis jeruk. Selain itu penderita juga dilarang untuk mengkonsumsi daging ayam selama pengobatan. Belum ada kajian mendalam mengenai pantangan daging ayam tersebut.




Tabu terdiri dari berbagai jenis. Kategori ini sendiri dibuat oleh masyarakat berdasarkan pengalaman melihat kecenderungan saat kambuh penderita.

Tabu Las, yakni epilepsy yang akan kambuh saat seseorang berada di suhu yang panas atau terik. Gejala utamanya sama dengan gejala umum yakni kejang-kejang.

Tabu api, penderita cenderung kambuh sakitnya ketika melihat kobaran api. Gejala utamanya adalah penderita seakan ingin mengejar api dan kejang – kejang.

Tabu lau, yakni kecenderungan penderita kambuh saat melihat atau berada di air atau sungai. Gejalanya yaitu mengejar atau melompat ke air dan kejang.

Terpenting dari semuanya adalah mendidik masyarakat kita bahwa epilespi bukan penyakit kutukan atau sihir dan tidak menular. Kesalahan persepsi masyarakat atas penyakit epilepsy dapat berdampak buruk bagi penderita yakni munculnya stigma. Keluarga menjadi tameng utama dalam penyembuhan penderita karena penderita kebanyakan tidak sadar akan penyakit mereka. Masyarakat juga seharusnya terbuka dan tidak perlu malu memiliki anggota keluarga dengan penderita epilepsy.

Epilepsy pada dasarnya dapat disembuhkan (diminimalisir gejalanya) secara ilmu medis modern. Dan bahkan dalam masyarakat Karo sendiri tabu atau sakit mula jadi dapat disembuhkan secara total.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.