Kolom Darwono Tuan Guru: Ujian Nasional dan Siswi Hamil

Darwono 2Beberapa tahun lalu, kita sempat dikagetkan dengan kejadian di luar dugaan. Ada seorang peserta ujian yang melahirkan. Sekolah menyangka, siswi yang gemuk itu hanya sekedar bertambah gemuk, ternyata dia hamil. Dunia pendidikan nasional saat itu merasa tercoreng, guru-guru dipertanyakan kredibilitasnya. Mungkin nanti hal tersebut bisa dianggap biasa dan wajar, karena siswi yang hamil dibolehkan mengikuti ujian sesuai kebijakan Mendikbud.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Basweda menyatakan kepada awak media: “Mengikuti UN itu hak siswa. Kami ingatkan bahwa sekolah tak boleh melarang siswanya yang sedang mengandung untuk mengikuti UN. Tidak boleh ada larangan seperti itu.”

Pernyataan Mendikbud yang terkesan mendewakan “Hak” dan melupakan kewajiban yang tersebar melalui media sosial kontan mendapatkan tanggapan negatif terutama dari pihak guru, termasuk penulis. Dalam pikiran penulis, bergaung tujuan pendidikan yang tidak sekedar menjadikan siswa pintar, tetapi juga beriman dan bertakwa, menjadi  warga negara Indonesia yang berketuhanan yang maha Esa, yang menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban.

Penyelenggaraan Ujian Nasional tahun 2016 ini didasarkan pada Permendikbud Nomor 57 Tahun 2015. Menurut Permen ini, disebutkan bahwasannya hasil dari Ujian Nasional Tahun 2015/ 2016 digunakan untuk pemetaan mutu program dan/ atau Satuan Pendidikan, pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, dan siswi hamil 3sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada Satuan Pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu kelebihan kurikulum 2013 adalah adanya penilaian dari semua aspek. Penentuan nilai bagi siswa bukan hanya didapat dari nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain. Kurikulum 2013 sendiri merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter. Siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun dan sikap disiplin yang tinggi. Kurikulum ini secara resmi menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sudah diterapkan sejak 2006 lalu.

Kembali pada dasar penyelenggaraan Ujian Nasional 2016 yang berdasarkan Permendikbud Nomor 57 Tahun 2015, peserta didik dinyatakan lulus dari Satuan Pendidikan setelah memenuhi kriteria:

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b. memperoleh nilai sikap/ perilaku minimal baik, dan;

c. lulus Ujian S/ M/ PK.

Terkait dengan syarat kelulusan nilai sikap/ perilaku minimal baik, maka layak dipertanyakan, apakah siswi yang hamil (di luar nikah) memiliki  perilaku baik, Pak Menteri? Jika Pak Menteri menilai itu perilaku baik, penulis yakin semua guru apalagi ustadz yang menjalankan agama dan kepercayaannya pasti menilai itu perilaku tidak baik. Setiap sekolah pasti memiliki peraturan dan tata tertib sekolah yang telah disepakati bersama.

Biasanya, untuk mendidik peserta didik tetap  berperilaku baik ditetapkan juga aturan pelanggaran dan sanksinya yang, atas kesepakatan bersama, aturan itu biasa dijalankan dengan “Aturan Kredit Point” melakukan pelanggaran apa dan poin pelanggarannya berapa. Sekolah-sekolah untuk tujuan preventif agar peserta didiknya tidak terlibat dalam berbagai aktivitas yang melanggar norma hukum dan kesusilaan, memberi poin tinggi pada pelanggaran yang berat pula.

siswi hamil 2Hamil di luar nikah, yang berarti melakukan tindakan asusila zinah, yang dalam konteks agama merupakan dosa besar, penulis yakin hampir setiap sekolah memberikan sanksi dikeluarkan! Sebuah kehamilan tentu saja tidak terjadi begitu saja, ada proses, yang memungkinkan dapat dipantau oleh pihak sekolah. Sekolah yang betul-betul memperhatikan setiap peserta didiknya, pasti akan dapat memantau sejak dini dan segara diambil keputusan sesuai tata tertib sekolah, sehingga tidak memungkinkan siswi tersebut bertahan di sekolah hingga ujian, kecuali memang tidak diketahui.

 

Sudah barang tentu, untuk yang tidak diketahui kehamilannya tidak termasuk dalam pembahasan ini. Dalam penilaian penulis, apa yang disampaikan Mendikbud sangat kontraproduktif dalam upaya pembangunan karakter bangsa, dan pencegahan pergaulan bebas. Jika Mendikbud sadar akan hak dan kewajiban siswa, tentu hal itu tidak perlu terungkap. Mendikbud terlihat ingin mengedepankan Hak Siswa, tetapi tidak mendidik supaya menyadari kewajibannya siswa (dalam hal ini siswi) untuk memenuhi kriteria berperilaku yang baik, sesuai dengan norma-norma dan tata susila bangsa Indonesia.

Ini sungguh sangat kontradiktif dengan pembangunan karakter diamanatkan Undang-undang. Oleh karena itu, dalam kasus dimana ada siswa yang hamil, maka sekolah harus benar-benar mengambil tindakan yang tepat. Jika sekolah harus mengikuti instruksi Mendikbud dan membolehkan siswi tersebut ikut ujian, bagaimana dengan pemenuhan kriteria kelulusannya? Sudah barang tentu tidak memenuhi kriteria kelulusan karena perilaku minimal adalah baik tentu saja akan berbeda dengan mereka yang menganggap zina itu baik.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.