Oleh: Morina G. Ginting
Ketika sukuku tidak bisa menjadi tempatku berlindung, kemanakah aku akan pergi? Ketika sukuku tidak bisa menjadi tempat bernaung dari hujatan dan caci maki, kemana aku akan mengadu?
Ketika sukuku ikut menghujamkan tombak dan panah ke dadaku, siapakah aku? Merekakah aku? Atau hanya aku sendiri berdiri di kegelapan?
Sukuku, maafkan aku membuat kalian marah, malu, ternoda karena darah mudaku
Sungguh aku tak bermaksud demikian
Bentuk pertahanan diri yang salah sebelum mereka menggigitku
Sukuku kumohon …
Ajari aku di saat aku salah, ajari aku tumbuh menjadi rudang yang wanginya semerbak
Jangan mencambukku karena cemetimu akan melukai kakiku yang akan kupakai berjalan dan berlari saat berjuang untuk sukses nanti
Sukuku ….
Tuntun tanganku jangan mematahkannya
Karena tangan ini kelak harus meraih kesuksesan yang akan kupersembahkan untukmu
Agar kau tak malu menyebutku kade-kade
“Mari ambil hikmah dan pelajaran dari apa yang sudah terjadi. Semoga kita semua menjadi makin baik dan makin bijak.” Wow sangat indah kata-kata Ginting mergana ini.
“Tuntun tanganku jangan mematahkannya”, kata Morina. Sangat mendalam.
Sonya belum dewasa, masih dibawah umur orang dewasa, karena itu omongannya atau ‘ceplas ceplosnya’ tak bisa dianggap sama dengan orang dewasa. Sangat salah kalau diperlakukan begitu.
Belasungkawa sedalamnya atas berpulangnya alm ayah Sonya beru Sembiring Depari.
MUG
Mari ambil hikmah dan pelajaran dari apa yang sudah terjadi. Semoga kita semua menjadi makin baik dan makin bijak. Khusus buat Sonya, jalanmu masih panjang nak. Jangan larut dalam duka, tetap semangat dan minta arahan kepada Tuhan dan yang mengasihi engkau. Tuhan menyertaimu.