Oleh: Nancy Meinintha Brahmana (Kabanjahe)
…..”tepian tepian jadilah benteng jadilah benteng”
ketika tubuhku berpendar dalam sinar
“janganlah ada wanita Melayu secantik aku
kiranya satu kelikir membuat siaga jejaka berpikir”
buluh berbuluh jadilah benteng jadilah benteng
hijau ke langit berbicara ke alam nan jauh
mengundang perang datang
darah tumpah ditolak pinang anak dara
“kanda jangan beranjak
biar adik bernaung bersama kanda dalam aman”
menggeliat dalam rupa tersembunyi raung samudera
berdentum dalam keletihan siaga kanda adik tercinta
rumah kaca sesajen telur dan bertih
angkat kata pada dupa dupa tuju pada langit
menggaung hingga samudera Selat Malaka
yang menggeliat marah
“oh Sang Langit-langit siarkan kabar pada paduka dasar samudera
kiranya sambut raga adinda
telah letih merana karena darah yang melolong
bagaimana mungkin bertih menjadi tahta
dan telur menjadi peraduan?”
biarlah terngiang Medan peperangan
dan Belawan perbantahan
jejak berpasir ingsut raga kanda pada tepian Sungai Deli
biarlah terngiang rumah kita berpeluh rindu
padi bertuah di Deli Tua
dan tempat permandian hamba
“tepian tepian jadilah benteng jadilah benteng
jangan lagi melemah rakyatku karena uang menyerbu
yang kutinggal adalah buah santun
petiklah dalam tujuh rupa di sumur kita
perebutan bukanlah hatiku
jangan semai darah nan lalu”
“Aru Baru Aru Baru
adinda berserah pada rindu
hangat ayah ibu kanda bersatu
hamba berharap kenanglah itu”
MENGENANG PUTRI HIJAU
MELAYU – KARO
DELITUA – MEDAN