Kolom M.U. Ginting: ANGKA KEMATIAN G30S

M.U. GintingPembantaian G30S PKI masih ramai dibahas, terutama soal jumlah orang yang disembelih dalam waktu singkat itu. Sebagaimana dikatakan di Wikipedia:

”Ada banyak perkiraan mengenai jumlah orang yang tewas selama berbulan-bulan. Jumlah perkiraan awal sedikitnya setengah juta orang dan satu juta orang paling banyak menjadi korban.[4] Pada bulan Desember 1965, angka yang diberikan kepada Soekarno adalah 78.000 meskipun setelah ia jatuh, hal itu direvisi menjadi 780.000. Angka 78.000 itu adalah sebuah cara untuk menyembunyikan jumlah korban tewas dari Soekarno.[5] Spekulasi terus berlanjut sepanjang tahun, mulai dari 60.000 sampai 1.000.000. Meskipun konsensus tampaknya telah menetapkan sekitar 400.000 jiwa.[5] Akhirnya, pada tahun 1989, sebelum kematiannya, Sarwo Edhie memberi pengakuan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa 3 juta orang[6] tewas dalam pertumpahan darah ini.” 

g30sKalau  Jenderal Sarwo Edhie membongkar jumlah pembantaian itu dengan angka 3 juta orang tewas, juga ada kepentingan Pak Sarwo ini di belakang pernyataannya, walaupun angka dari Sarwo bisa lebih masuk akal karena dia sendiri adalah panglima pembantaian. Bisa diteliti soal ini dalam dokumen-dokumen sejarah soal hubungan antara Sarwo dengan Soeharto pada tahun-tahun 1980-an. Begitu juga Sintong atau siapa saja yang lain yang bikin angka kematian dalam pembantaian itu, lebih banyak atau lebih sedikit . . .  Patut selalu dinilai dari segi kepentingannya

Bicara soal jumlah orang yang disembelih oleh rezim Soeharto dalam peristiwa 1965 masih akan tetap bersimpang siur, dan masih akan terus begitu . Sampai nanti satu waktu orang tak merasa perlu lagi soal angka, tetapi soal hakekat persoalannyalah yang lebih penting, yaitu mengenai  KEPENTINGAN di belakang angka itu atau kepentingan di belakang peristiwa itu. Ini yang menentukan. Artinya, menentukan perubahan dan perkembangan selanjutnya.

Selama persoalannya masih soal jumlah orang yang dibantai, atau siapa pembantainya, siapa orang bersalah dsb, maka selama itu persoalannya adalah soal ’sampingan’ tak menyinggung soal yang lebih penting, soal hakiki, soal KEPENTINGAN di balik peristiwa itu. Memang tak bisa dibiarkan begitu saja kalau ada orang yang kerjanya membantai orang lain atau yang melakukan pelanggaran HAM di mana saja dan kapan saja. Orang-orang ini harus diadili dan dihukum sesuai dengan perbuatannya dan sesuai pula dengan hukum yang berlaku.




Soal jumlah yang dibantai tidak akan pernah dicapai angka yang original, karena semua tertutup ketika itu atau memang masanya era ketertutupan. Sekarang era keterbukaan, dan era partisipasi publik. Semua bisa ambil bagian atau partisipasi mengatakan pendapat dan perhitungannya atau logika kemungkinannya angka yang bersimpang siur itu.

Kalau menurut Sarwo Edhie ada 3.000.000 juga mungkin, dan terutama karena dia adalah panglima pembantaian itu sendiri. Biar bagaimanapun kalau soal angka tetap dialah yang paling bisa mendekati, karena langsung memimpin pembunuhan. Angka-angka lainnya pastilah lebih dekat ke selera masing-masing atau kepentingan masing-masing. Logisnya tetap yang paling dekat ialah angka panglima pembunuhan itu sendiri, karena langsung di lapangan.

g30s 2Soal angka 3 000.000, kalau ini dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun atau taruklah 300 hari maka per hari harus dibinasakan 10.000 orang. Ini mendekati angka pembantaian di Rwanda ketika terjadi pembunuhan atas orang Tutsi oleh orang Hutu. Orang Hutu yang jauh lebih kecil jumlahnya dari orang Indonesia yang siap membunuh orang-orang Komunis, karena itu membantai 10.000 orang dalam satu hari tak ada soal, apalagi kalau jumlah pembunuhnya lebih dari jumlah yang mau dibunuh, tak ada soal sama sekali . . . 

Ketika itu di Indonesia selain organisasi militer yang besar, banyak organisasi-organisasi pemuda yang besar-besar juga yang semua siap menjalankan perintah si militer ini. Pembunuhan 3 juta orang bukan tak mungkin tetapi malah lebih dari situ juga sangat mungkin kalau kita bandingkan dengan Rwanda itu. Itulah soal angka.  

Dua kepentingan dunia sekarang yang saling berhadapan dan saling berjuang dengan sengit antara hidup dan mati. Ini juga sudah terjadi dan sudah berlaku sejak kudeta Soeharto atas Soekarno 1965,  yaitu kepentingan neolib ’global hegemony’ (Chossudovsky) kontra kepentingan nasional tiap negeri berkembang terutama yang kaya SDA. 

Berapa jumlah yang dibantai pastilah tidak ada angka yang tepat, tak ada keterbukaan pada jaman kegelapan lalu itu. Angka-angka yang ada semuanya tergantung dari kepentingan penginfonya, tidak mungkin ada penilaian yang terlepas dari kepentingannya atau kepentingan golongannya. 

Selama kita masih mencari angka-angka yang ’betul’ dan mencari-cari pembunuhnya, maka selama itu tujuan pengalihan isu masih akan tetap bergaya dan berdominasi. Karena sekarang ini sudah banyak literatur atau tulisan-tulisan terbuka soal tujuan sebenarnya dari pembantaian itu, maka berangsur kita pasti bisa mendiskusikan hakekat persoalan pembunuhan itu, barulah kita bisa merasa lega dan mengerti inti persoalan yang bikin kita saling bunuh dan sibuk cari angka-angka selama sudah lebih dari setengah abad. 

Siapakah yang berkepentingan mengadu domba rakyat Indonesia dan untuk apa?

Pertanyaan ini sudah mungkin dijawab dengan analisa tepat dalam era keterbukaan dan partisipasi publik sekarang ini.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.