Kolom M.U. Ginting: DI DEPAN MATA

M.U. GintingBeberapa pendapat soal tradisi buruk PNS/ ASN dari NTB ini, juga adalah gejala yang sudah membudaya di negeri ini sejak Kemerdekaan. Sekretaris Daerah Provinsi NTB Muhammad Nur menambahkan, yang paling pokok dalam disiplin adalah sadar akan tanggungjawab dan kewajiban. Perubahan diri tidak dapat dilakukan oleh siapa pun, termasuk oleh Tuhan, jika dia sendiri tidak mau mengubahnya. Karena itu, kesadaran akan tanggungjawab yang melekat pada diri, wajib dibangkitkan oleh diri sendiri, katanya.

Kalimat di atas membicarakan perubahan adalah semata-mata dari segi faktor intern. Apa yang dilupakan oleh Sekda NTB ini ialah faktor lain dari perubahan yaitu faktor extern yang juga merupakan syarat utama memungkinkan adanya atau terjadinya perubahan.

Dalam kontradiksi dan dialektika perubahan selalu ada 2 syarat itu; intern dan externKontradiksi ini adalah pertentangan antara 2 kepentingan, yaitu kepentingan diri sendiri PNS (ASN) dan kepentingan publik, kepentingan rakyat banyak di tiap daerah/ negara.

”Bahwa negara memberikan fasilitas, seperti gaji layak kepada kita untuk menjalankan kewajiban sebagai ASN,” kata M Amin Wakil Gubernur NTB.

Itulah komponen kepentingan diri PNS. Tak masuk kerja atau masuk kerja tetapi tak berbuat apa-apa, berarti melalaikan kepentingan yang satunya itu, kepentingan publik, tetapi hanya mengutamakan kepentingan diri. Contoh dalam soal ini sudah banyak, begitulah sudah tradisi ’membudaya’ di negeri ini di kalangan PNS itu, di seluruh Indonesia!

Mungkinkah ada perubahan kalau hanya dari segi mengharapkan pengaruh faktor intern itu?

depan mata 2Pengalaman sejak Merdeka, menunjukkan TAK MUNGKIN dan karena itu pulalah dinamakan sudah membudaya, mendarah daging! Menggantungkan perubahan kepada faktor intern saja seperti anjuran, disiplin, kejujuran, tanggungjawab dan kewajiban, jadi contoh dan teladan. ”Jangan terpengaruh pada orang yang kurang disiplin” dsb,  sudah jelas ternyata hanyalah UTOPIA saja. Karena itu sudah patutlah kalau seluruh daerah Indonesia dipersilahkan tak pakai lagi faktor intern saja! Sudah terbukti tak pernah berhasil dan tak akan pernah berhasil ke depannya juga.

Ketika asap ngepul terus dari kebakaran hutan yang tak pernah berhenti sudah bertahun-tahun, Presiden Jokowi turun tangan dengan ancaman akan mencopot Kapolda dan Pangdam kalau kebakaran hutan di daerahnya masih terus. Sim sallabim . . .  asap hilang, kebakaran hutan berhenti, yang ada ialah kebakaran jenggot.

Presiden Jokowi tidak menunggu kebangkitan tanggungjawab para Pangdam dan Kapolda atau Pemda, karena sudah ada bukti sejarah Indonesia bahwa itu tak pernah terjadi. Jokowi bikin dan ciptakan syarat extern yang membakar jenggot, yaitu yang dia sebut ’reward and punishment’. Politik bakar jenggot inilah ternyata yang telah bikin perubahan yang seperti disunglap itu. Faktor extern bakar jenggot inilah yang bikin ’perubahan intern’ orang-orang berjenggot itu, kalaupun ada perubahan internnya, lebih bertanggungjawab, lebih berdisplin, dsb. Tetapi itu tak begitu penting, yang penting ialah dari segi kepentingan publik/ umum tadi, orang-orang berjenggot ini terpaksa mentaati disiplin kepentingan umum atau kepentingan publik itu. Revolusi Mental ternyata tak bisa jalan di kalangan ASN/ PNS yang keburukannya sudah membudaya atau membatu sejak kolonial.

Itulah faktor external, ’reward and punishment’ dari Jokowi. Atau di DKI pakai formula Ahok, pecat, pecat, pecat. Formula Ahok ini telah dipakai juga dengan hasil bagus di Jakarta dan di Bandung oleh kang Emil ternyata sangat bermanfaat juga.

Terakhir di DKI mau dilakukan peningkatan disiplin, tanggungjawab dan kejujuran yang telah menjadi unsur-unsur utopia selama Kemerdekaan dengan alat yang lebih mantap, yaitu KPI (Key Performance Index). Tiap PNS dan kesatuan PNS punya program sendiri dengan KPI sebagai tolak ukur dalam menyelesaikan kerjaan sehari-hari. Tak ada yang bisa mengelak. Dari situ bisa dinilai kelayakan seorang PNS, karena KPI adalah ukuran yang jelas bisa dilihat dengan mata dan tertulis atau tercatat secara terperinci.




Kehebatan Indonesia yang sudah jadi kenyataan ialah formula Ahok pecat, pecat, pecat. Formula Jokowi ’reward and punishment’ dan yang ke tiga ialah KPI ini yang masih akan dijalankan sebagai pembukaan oleh Ahok di DKI. Tiga pembaruan inilah yang akan bikin Indonesia di depan dalam soal pegawai sipilnya.

Perlu disebutkan juga bahwa tradisi yang sudah membudaya pada ASN ini berlaku di seluruh dunia, di pemerintahan mana saja! Sangat payah di negeri berkembang seperti Indonesia. Tetapi Indonesia sudah menemukan cara mengatasinya, dengan caranya sendiri mulai mengubah dan sudah banyak yang berhasil. Indonesia jadi TELADAN lagi dalam soal ini.

Perlu dikaitkan juga solusi soal ini dengan keterbukaan dan partisipasi publik abad sekarang. Dengan keterbukaan dan partisipasi publik, solusi persoalan apa saja akan bisa jalan dan bisa lebih cepat, kalau keterbukaan semakin tinggi dan partisipasi publik juga semakin tinggi. Semua daerah otonom termasuk Karo, sekarang sudah bisa memulai pembaruan dengan ide-ide baru yang sudah ada ini. 

Saya yakin bahwa pembaruan yang sudah kita peroleh itu juga lahirnya dari keterbukaan dan partisipasi publik. Keterbukaan dan Partisipasi publik akan melahirkan apa saja yang berguna bagi kemanusiaan. Ayo terbuka bagi pejabat, ayo partisipasi bagi publik!




Semakin gencar keterbukaan, semakin gencar juga partisipasi publik. Keduanya saling mendorong sampai satu waktu tak ada lagi persoalan sosial atau kemasyarakatan yang tertutup. 

Badan dunia yang masih mempertahankan ketertutupan ialah neolib ’global hegemony’. Inilah benteng terakhir KETERTUTUPAN. Tetapi keterbukaan dan partisipasi publik tak bisa dilawan, tak mungkin ada tandingannya, karena keterbukaan dan partisipasi publik lahir dari proses tak henti-hentinya perubahan dan perkembangan kesedaran manusia, dan terjadi diluar kehendak manusia secara perorangan. 

Keterbukaan dan partisipasi publik adalah senjata terakhir kemanusiaan dalam melahirkan keadilan sesamanya. Ketidakadilan ribuan tahun dalam hubungan sesama manusia berakhir dengan munculnya abad keterbukaan dan partisipasi publik. Prosesnya masih panjang dan berliku-liku, tetapi arah dan kepastiannya sudah di depan mata.  




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.