Kolom Darwono Tuan Guru: Vonis Berdasar UKG, Melanggar Undang-undang

Darwono Tuan GuruDengan membonceng hasil UKG (Uji Kompetensi Guru), para pengamat ikut “nggebukin” guru. Honor Rp. 3 juta yang baru diusulkan oleh DPR dianggap percuma untuk para guru honorer. Bahkan dengan alasan tidak kompeten, pernyataan yang bernada intimidasi diungkapkan “5,5 juta guru muda siap mengganti guru yang mutunya rendah”. Ada gambaran predasi akan apa yang selama ini guru-guru pertahankan dengan sabar dan dengan segala kekurangannya. Suasana yang kurang nyaman (kondusif) kembali diciptakan di kalangan para guru oleh para pengamat.

Padahal honor Rp. 3 juta itu adalah upah minimal para buruh dengan pendidikan terendah sekalipun. Sedang guru selain minimal S1, juga menjalankan fungsi-fungsi managerial dalam tugasnya; merencanakan, melaksanakan, mengontrol dan mengevalusai program pembelajaran.

Sebenarnya kompetensi guru sudah jelas, berdasar UU Guru dan dosen. Apa yang dipantau pada UKG pun sudah jelas. UKG, ibarat UN, hanyalah UN tulis, yang nilai guru 9akhirnya harus digabung dengan nilai praktek, sikap/ perilaku sebagai gabungan 4 kompetensi Pedagogik, keilmuan, kepribadian dan sosial. Jadi sekali lagi, UKG hanyalah memotret 2 kompetensi dan  itupun hanya sebagiannya, artinya hanya memotret 50% dari 50% kompetensi guru, alias hanya 25 % kompetensi guru, yang jauh dari representatif untuk memberikan Vonis seorang guru itu kompeten atau tidak sesuai standar kompetensi yang disyaratkan undang-undang.

Untuk lebih jelasnya perlu diuraikan sebagai berikut. Untuk Kompetensi Pedagogik dan keilmuan agar terpantau secara lengkap, maka  guru perlu dinilai benar-benar terkait penerapan pedagogik dalam pembelajarannya, semacam micro teaching, persiapan administrasinya, dari analisa KD hingga evaluasinya, semua yang dilakukan guru itu tentu ada nilainya. Jika hal ini diabaikan dan hanya memperhitungkan nilai test tulis, maka betapa dzalimnya kita. Bukankah tugas guru adalah transfer of knowledge? Sebagai komunikator tentu harus dinilai komunikasinya efektif apa tidak, sampai apa tidak, bukan sekedar test tertulis (teoritik).

Selain poin-poin penilaian kompetensi itu, juga perlu ditambahkan 2 kompetensi lain yang disyaratkan oleh undang-undang, yakni penilaian terhadap kompetensi kepribadian dan sosial. Penilian ini perlu instrumen lain selain apa yang ada di UKG. Bahkan perlu tenaga profesional sendiri untuk menilai masalah kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.




Memang benar UKG memotret kemapuan dari sebagian kompetensi pedagogik dan profesional, yang digunakan untuk mapping untuk pengembangan kualitasi guru terkait dengan kedua kompetensi itu. Namun sangat salah jika UKG kemudian dijadikan judgement kualitas guru secara keseluruhan. Memaksakan hasil UKG untuk dijadikan pengambilan vonis kompetensi  guru secara keseluruhan bhukan saja tidak representatif, tetapi juga Melanggar Undang-Undang.

Oleh karena itu, mohon kiranya semua pihak yang mencoba memanfaatkan UKG  atau tes lain untuk memvonis kualitas guru harus dihentikan, kecuali jika digunakan penilaian itu sesuai dengan kompetensi guru sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.