Kolom Sada Arih Sinulingga: TAKAL LAU (Kepala Banjir Sungai Meluap)

SADA ARIH 5Banjir bandang yang menerjang Air Terjun Dua Warna di Kecamatan Sibolangit, yang merupakan bagian dari lereng Gunung Sibayak serta perbatasan Kabupaten Deliserdang dengan Kabupaten Karo, menyisakan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Sekitar 21 orang meninggal dunia. Bahkan, hingga tulisan ini dimuat belum ada kepastian berapa jumlah korban.

Saya sangat prihatin atas kejadian ini. Saya menyampaikan rasa duka mendalam atas terjadinya musibah ini.

Untuk sekedar menambah wawasan bagi kam yang suka dan sering berekreasi atau melakukan kunjungan wisata ke aliran sungai seperti pemandian alam dan air terjun. Pengalaman saya yang pernah tinggal di pinggir aliran sungai Lau Belawan yang hulunya sama dengan aliran Air Terjun Dua Warna, yakni di kampung Gunung Merlawan, Namo Tumpa, Nagaraya, Namo Mirik (Kecamatan Kutalimbaru Kabupaen Deliserdang), kami sudah terbiasa menghadapi sungai-sungai banjir dan melihat sungai meluap.

Cara untuk melihat banjir di sungai diajarkan secara turun temurun adalah takal lau [kepala air]. Disebut takal lau karena, ketika sungai banjir, biasanya diawali oleh dwi warna 2kedatangan air yang sangat besar membawa potongan-potongan kayu-kayu, batu-batu, ranting-ranting daun dan serta sampah.

Takal lau ini sangat kuat menghanyutkan, memiliki tenaga besar, bahkan mematikan karena kayu-kayu atau batu-batuan akan menghantam siapa saja yang ada di sungai. Seekor kerbau yang sedang dimandikan di sungai dalam keadaan terikat sudah biasa jadi korban karena tiba-tiba munculnya takal lau.

Ada beberapa kemungkinan terjadinya takal lau, yaitu :

1. Hujan deras berjam-jam di areal perbukitan dan di lereng pegunungan sehingga air hujan tidak lagi meresap ke dalam tanah. Air mengalir melalui anak-anak sungai dan secara bersamaan tiba di muara sungai sehingga menjadi besar pada sungai induk.

2. Terjadi penumpukan air membentuk kolam atau danau di bagian hulu sungai, anak sungai atau lembah akibat ada kayu-kayu yang menyangganya. Ketika turun hujan deras dan cukup lama maka kayu penyangga tidak ladi mampu menahan air sehingga air jatuh ke aliran sungai dan membawa serta kayu dan batu.

3. Di bagian atasnya hulu sungai ada danau di bawah tanah. Ketika hujan deras cukup lama, danau bawah tanah itu menjadi penuh dan tidak mampu menyangga air. Air danau pun mengalir dengan kencangnya menuju aliran sungai.

Dari ketiga kemungkinan di atas, munculnya takal lau di sungai tidak harus ada hujan deras di daerah aliran sungai yang kita kunjungi. Bisa saja di hulu sungai terjadi hujan deras dan cukup lama.




Oleh karena itu perhatikan tanda-tanda berikut:

1. Ketika sedang mandi di sungai ada pertambahan air sungai dari biasanya.
2. Ada perubahan warna air dari bening bersih ke agak kecoklatan.
3. Suhu air berubah dari dingin sejuk menjadi agak hangat.
4. Jika di sungai ada kerbau sedang mandi, lalu kerbau tersebut tampak gelisah dan bahkan berusaha keluar dari area sungai.
5. Di hulu sungai kelihatan gelap atau mendung pertanda memang telah turun hujan.

Ada pun cara menghindari terjangan takal lau adalah:

1. Jangan mandi atau berada di daerah aliran sungai yang kita tidak bisa melihat ke arah hulu sungai. Misalnya, terhalang tebing atau ada belokan pada sungai. Cari lokasi yang bebas memandang ke arah hulu sungai.

2. Jangan mandi atau berada di daerah aliran sungai yang bertebing di sisi kiri dan kanan. Carilah posisi lokasi yang landai, usahakan ada jalan keluar yang mudah dilalui untuk menghindar jika terjadi banjir.

3. Apabila kondisi sungai tidak memenuhi point 1 dan 2, hendaknya dipastikan ada atau tidak apakah pemantau keselamatan pengunjung.

Semoga bermanfaat.








One thought on “Kolom Sada Arih Sinulingga: TAKAL LAU (Kepala Banjir Sungai Meluap)

Leave a Reply to Bronjong Kawat Jakarta Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.