Kolom M.U. Ginting: DENGAN BUDAYA SENDIRI

M.U. GintingKontradiksi pokok negara berkembang saat ini adalah antara kepentingan Nasional dengan kepentingan Internasional (Global Hegemony). Semua kontradiksi kepentingan yang lain mengabdi kepada kedua kepentingan besar ini atau berasal dari keduanya. Contohnya, kasus Setya Novanto atau Teror Thamrin, mengabdi kepada perpanjangan Freeport neolib global hegemony.

Kalau Kabinet Jokowi disusupi oleh orang-orang neolib, seperti yang disinyalir oleh Ray Rangkuti, juga adalah gambaran nyata dari perjuangan kedua kepentingan utama itu.

“Kelompok neoliberal tidak happy dengan Jokowi-JK. Di Nawa Cita yang dikehendaki ekonomi konstitusi, anti – neo liberal. Maka tidak mungkin tradisi penyokong neoliberalisme berhadapan keras dengan rezim. Mereka melakukan penyusupan ke jantung kekuasaan,” kata pengamat politik Ray Rangkuti.

Penyusupan tentu gelap, artinya diam-diam. Pertama, pendukung neoliberalisme sering mengambil keputusan diam-diam yang dianggap merugikan negara. Ke dua, proses pengambilan kebijakan yang tidak diketahui publik.

“Dalam hal ini, 3 kasus yang mencolok, seperti Freeport, kereta cepat, dan Blok Masela,” ujar Ray.

panorama 1Blok Masela akhirnya terbuka karena dibuka ke publik oleh Presiden Jokowi. Semula Blok Masela diam-diam akan dibuat di tengah laut (off-shore) supaya jauh dari kontrol publik dan tidak mengikutkan perusahaan nasional dalam pembangunannya.

Soal Freeport, sudah semakin jelas bagi publik Indonesia. Mulai dari kasus Setnov, saham 21 T, Teror Thamrin, Lobi direktur Freeport ke gubernur Papua, lobi Dubes AS ke Papua, dan pemecatan 2 direktur Freeport. Semuanya demi perpanjangan kontrak Freeport.

Soal kereta cepat masih dalam diskusi dan sampai sekarang banyak kontraversi. Belum lagi soal Remittance diterima Menteri Rini Soemarno. 5 juta Dollar dari perusahaan kereta api Tiongkok, dimana koruptornya sudah diadili dan menyebutkan nama Mentri Rini di pengadilan Tiongkok.

Dari segi kepentingan Neolib di negara berkembang, selalu perlu pengacau. Baik dari segi korupsi dan tambah utang juga penting. Menteri Rini juga ada di dalam Panama Paper. Jokowi sudah meresmikan kereta cepat 21 Januari 2016.

“Persaingan tergantung dari kecepatan mengantar orang dan barang,” kata Jokowi.

Tak salah memang dan tentu bisa banyak alasan lain yang juga sangat bisa diterima.

Kalau dilihat misalnya jarak Jakarta – Bandung hanya 140 Km. Tidaklah begitu banyak menentukan perkembangan maju Indonesia secara keseluruhan dengan kereta cepat Jakarta – Bandung. Apalagi dengan tambahan utang yang begitu banyak dari proyek tersebut.




Tetapi, tidaklah juga bisa dikatakan bahwa pembangunan kereta cepat itu tak ada artinya. Ada! Pembangunan infrastruktur pengangkutan orang dan barang selalu penting, dimana saja dan kapan saja. Dalam melihat kepentingan Nasional di laut atau investasi di laut, Jokowi mengecualikan investasi laut bagi orang asing.
Menteri Susi sangat setuju soal ini.

Ketertinggalan bangsa ini di laut memang sangat jauh, karena itu bersaing dengan asing di laut tak akan berkembang. Ikan akan habis saja dirampok orang dan hasilnya ke negeri orang.

Ketertinggalan bangsa kita soal laut, teknik lautan ini juga jadi alasan mengapa tadinya Blok Masela mau dibangun di tengah laut. Dengan melibatkan orang-orang Indonesia sendiri atau perusahaan Nasional saja dalam menangani teknik laut dan industri ikan khususnya. Pastilah bisa berkembang walaupun dengan kecepatan bangsa kita.

Kita bahagia kok hidup dengan Budaya dan Kultur kita.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.