Kolom Darwono Tuan Guru: PARCEL UNTUK RAKYAT

Darwono Tuan GuruSatu kata yang terekspresikan oleh penulis atas kebijaksanaan “PNS” tidak boleh menerima parcel yang digariskan pemerintah adalah “Subhanallah”. Maha suci Allah telah mensucikan hati-hati hamba-Nya untuk secara berhati-hati menjaga kesucian atas apa yang diterimanya. Tentu saja ada banyak response yang muncul dari hati masing-masing PNS.

Ada yang merasa kesempatan menerima parsel dirampas. Ada yang biasa-biasa saja. Tentu ada yang bersyukur, karena jalan menerima sesuatu yang remang-remang, alias subhat ditutup rapat dengan peraturan itu. Respon terakhir ini tentu saja hanya datang dari mereka yang memang ingin berhati-hati dalam menerima sesuatu.

Walaupun memberi parcel sepintas tidak “ada apa apanya” namun, jika kita tinjau dari sosio-psikologi para PNS kita yang masih memegang spirit balas budi, maka pemberian itu sangat mungkin berpengaruh pada tanggungjawab profesionalnya sebagai “publik servant”. Besaran rupiah parcel sangat memungkinkan munculnya diskriminasi-diskriminasi pelayanan yang harus dilakukan oleh Pelayan Umum itu.

Penulis melihat pelarangan parcel dapat bermakna tarbiyah bagi PNS itu sendiri dan bagi pihak pemberi yang biasanya adalah para pengusaha yang sering berurusan dengan PNS tersebut terkait dengan proses-proses usahanya. Tarbiyah bagi PNS dapat berupa tidak adanya diskriminasi dalam melakukan amanah profesionalnya, sehingga semua bisa ditata sesuai prosedur karena tidak ada perasaan “ini loh yang memberi saya paling bagus”. Ini juga pembelajaran untuk dapat qona’ah dengan apa yang telah diterimanya berupa gaji dari negara yang sesungguhnya itu adalah uang rakyat.




Pembelajaran bagi pihak pemberi tentunya adalah ditanamkannya. “tepat sasaran” dalam meberi yang dapat membangun jiwa ikhlash, karena tidak terpengaruh oleh harapan “agar urusan-urusannya” dapat didahulukan oleh pelayan umum (PNS) itu sebagai pamrih terselubung. Tentu saja hal ini terkait dengan alasan mengapa mereka memberikan parcel. Jika dengan niatan yang suci untuk berbagi, maka dilarangnya pemberian parcel kepada PNS tidak menjadi halangan untaknya memberikan parcel itu. Masih banyak pihak-pihak yang dapat menjadi sasaran penerima sejumlah parcelnya itu.




Pihak-pihak itu terutama rakyak kecil, rakyat dhuafa yang sangat memerlukan bantuan, maupun uluran tangan karena keterbatasan finansialnya. Oleh karena itu, parcel yang diberikan bisa diubah sesuai bentuk yang sedang dibutuhkan rakyat. Bisa saja diberikan dalam bentuk “mentahan”, dapat juga dalam bentuk natura, sesuai berbagai keperluan yang sedang sangat dibutuhkan. Transport gratis, akomodasi selama perjalan mudik, atau bentuk-bentuk lainnya.

Mari kita hitung, jika harga parcel rata-rata Rp. 500.000, sedang PNS penerima sekitar 10 juta, maka total rupiah yang bisa dikumpulkan dari parcel itu sekitar 5 Triliun rupiah, sebuah angka yang sangat besar jika diberikan dalam hal yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, dan bukan kemewahan konsumtif yang dinikmati oleh mereka yang selama ini sudah dijamin oleh uang rakyat.

Jumlah rupiah dari total parcel itu, tentu sangat memungkinkan digunakan untuk memacu pergerakan roda pembangunan menuju Indonesia Hebat.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.