Kolom Darwono Tuan Guru: Motif Bisnis di Balik Pengangkatan Guru Bantu?

Darwono Tuan GuruAlhamdulillah, sudah lebih dari 900 orang guru bantu DKI menerima SK CPNS dalam 2 periode. Grup pertama angkatan pertama menerima SK sekitar minggu ke 3 Juni lalu, sementara grup ke 2 menerima SK CPNS pada minggu ke 2 bulan Juli. Sehingga dari angkatan pertama tinggal 1 grup/ gelombang ke 3 yang konon menurut informasi yang beredar akan menerima SK CPNS pada awal Agustus.

Kebahagiaan pengangkatan CPNS guru bantu DKI tersebut sayangnya diwarnai “sedikit kekacauan” terkait dengan linieritas maupun ketidaksinkronan penempatan yang mengakibatkan inefisiensi. Perlu disampaikan di sini, dalam pengangkatan CPN itu, terjadi silang formasi dalam artian ada guru Sejarah yang mengisi formasi Seni Budaya, dan sebalinya, ada yang guru Ekonomi mengisi formasi guru Kelas SD, ada guru PKPI menjadi guru Kelas SD, dsb.

Terhadap CPNS dari guru bantu yang “mengalami ketidaklinieran akibat formasi yang guru bantuada”, diisyaratkan menempuh pendidikan lagi sesuai formasinya. Sebagai misal, Guru Sosiologi yang sertifikasinya Sejarah, kemudian mendapat SK CPNS sebagai guru Kelas SD, maka harus mengambil kuliah dan sertifikasi ulang PGSD. Demikian juga guru dengan ijasah Sejarah, sertifikasi Sejarah dan mendapat formasi Seni Budaya, maka dia harus kuliah kembali pada jurusan Seni Budaya dan sertifikasi ulang Seni Budaya.

Sementara itu, guru dengan ijasah Sejarah, sertifikasinya Sosiologi dan mendapat formasi Sosiologi maka dia hanya sekedar harus mengambil kuliah Sosiologi. Sedang guru berijasah Sosiologi, sertifikasi Sejarah, mendapat formasi Sosiologi, maka yang harus dilakukan adalah sertifikasi ulang.  Terkait dengan masalah kuliah kembali, bukti pendaftarannya bahkan menjadi syarat untuk mengajukan berkas bagi guru bantu yang akan di CPNS kan pada angkatan ke dua.

Besarnya biaya kuliah penyelarasan ini adalah Rp. 15 juta untuk kuliah 2 semester saja untuk mendapatkan gelar sarjana Strata Satu sesuai formasi yang diperolehnya. Pemerataan besarnya biaya kuliah ini menurut salah seorang calon penerima SK CPNS menjadi tidak fair, mengingat di masa lalu, ada istilah kuliah mayor dan minor, sehingga banyak mata kuliah yang sebenarnya sama. Menurutnya akan juga dilakukan konversi dulu, dan sisa mata kuliah yang belum diambil, ditarik biaya secara proporsional dan waktu kuliah yang lebih cepat juga.




Pemukulrataan biaya  Rp. 15 juta ini mengingatkan kita pada besaran biaya “sertifikasi model baru” yang harus dibayar oleh peserta sendiri, yang kita semua tahu, program itu ditunda, sebab pemerintah masih menjalankan program sertifikasi model PLPG dengan biaya dari pemerintah bagi guru yang mengajar pada tahun 2015 ke bawah. Adakah hubungan kuliah penyelarasan dengan masalah CPNS guru bantu ini? Memang masih sangat perlu ditelusuri.

Jika pooling formasi itu betul teliti dalam memplot Guru Bantu, maka menurut beberapa guru GB, “interchange” itu tidak perlu terjadi dan tidak mengakibatkan guru harus repot-repot kuliah lagi. Paling tidak, mengurangi jumlah yang harus “kuliah penyesuaiaan itu”. Jika kita perhatikan waktu perkuliahan yang hanya 3 semester untuk mendapat gelar S1, kita bisa membayangkan bagaimana kuliahnya nanti, dan bagaimana kualitas outcome, serta prediksi kesuksesan dalam tugas mengemban amanah konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mau tidak mau, kita boleh jadi mencium motif bisnis di balik penCPNSan Guru-guru Bantu DKI itu.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.