Menjaga Nyala Api Ksatria Karo: Dari Kejurnas Karate Full Body Contact 2016 Surabaya

karate-10
Belpa Tarigan (berdiri) ketika mensungkurkan lawanya ke kanvas.

Ita Apulina Tarigan (Surabaya)*

 

ita-apulina-tarigan-3Lenmarc Surabaya menjadi saksi bagaimana 102 karateka dari 22 propinsi berjuang mati-matian demi mendapatkan gelar juara. Turnament full body contact yang menjadi ciri khas karate kyokushin membuat adrenalin para karateka dan penonton naik turun.

Demikian juga 6 karateka Karo yang bernaung di bawah Dojo Kala Hitam, Berastagi, dengan sepenuh tenaga mengerahkan kemampuan terbaiknya di masing-masing kelas pertarungan berusaha mendapatkan posisi terbaik. Hasil yang didapat ksatria Karo cukup lumayan, 1 gelar juara dimenangkan di kelas menengah 61-70 kg oleh karateka Belpa Noprendi Tarigan.

Pertandingan dibuka oleh kelas dewasa 71 kg, ini adalah kelas bergengsi. Karateka yang bertarung di kelas ini bisa dikatakan sudah punya banyak pengalaman tarung dan tentu saja ilmu mereka sudah di atas rata-rata karateka lainnya. Umumnya karateka yang tergolong di kelas ini sudah senior. Natal Prima Ginting, salah satau karateka Karo ada di kelas ini. Pertandingan ke dua adalah giliran Natal Prima.

Tubuh lawannya terlihat lebih tinggi. Dada mereka tegak, tangan di depan dada. Karateka lainnya mulai berteriak menyemangati. Pertandingan Natal tidak mudah, lawannya tangguh dan juga pantang menyerah. Natal terus menyerang sampai keduanya terlihat kehabisan tenaga, Natal unggul karena menjaga semangatnya dan terus menyerang dengan sisa tenaga. Bantal merah dilempar wasit ke arena. Wasit mengangangkat bendera untuk kemenangan Natal Prima.

Pelatih Jenda Kuidah yang sejak awal berlutut di samping arena menyambut Natal turun dari panggung pertarungan. Dibawa ke kursi dan diperiksa karate-11kondisinya. Dengan lembut Jenda Kuidah memberikan pandangannya tentang jalannya pertandingan. Kata-katanya terus menyemangati.

Satu persatu karateka Karo dipanggil ke arena. Jeprianto Ginting dan Aditya Sagita di kelas ringan menang mudah dari lawannya. Demikian juga Belpa Tarigan di kelas menengah 61-70 kg menang telak. Wajah kecewa Janpitra Sembiring dan Pernando Depari terlihat ketika mereka harus menelan kekalahan di kelas junior putra 60 kg ke bawah. Jenda Kuidah tidak tinggal diam. Semua karateka dia beri kekuatan dengan kata-kata lembut dan analisa jalannya pertandingan.

Pertandingan menegangkanpun tiba. Aditya harus berhadapan dengan juara kelas ringan tahun lalu. Semburat optimis terlihat di wajahnya.

“Doakan ya, Kak,” katanya kepada Sora Sirulo sambil mengepalkan kedua tangannya.

Pertandingan dimulai. Kedua ksatria sudah saling kenal, mereka bermain cepat dan gesit. Aditya aggresif, lawannya tak kalah garang. Apa daya, pertarungan dimenangkan oleh lawannya. Guman kecewa terdengar diantara penonton. Pelatih Jenda Kuidah sedikit tidak percaya dengan penilaian wasit. Aditya tertunduk, mukanya merah.

Jeprianto dipanggil ke arena. Wajah garang dan tatapannya tajam. Tubuhnya yang menjulang membuat ia kelihatan seperti karang di tengah arena. Pertandingan dimulai. Seperti pertandingan awal, Jepri tanpa ampun mengejar lawannya sampai terjatuh. Sayang sekali, ketika lawan tersudut hingga keluar arena wasit memisahkan mereka, tidak terduga kaki Jepri terangkat telak menghajar dagu lawan. Lawan tersungkur dan tidak bangun. Akhirnya, Jepri didiskualifikasi, pertandingan dimenangkan lawan. Jepri sangat marah dan berlalu dari arena, menghilang entah kemana.

Perjuangan Prima masih berlanjut di babak perempat final. Lawannya punya banyak supporter, kami kalah suara. Tubuh lawan jauh lebih tinggi. Natal bagai benteng tidak mau menyerah. Berkali-kali lawan melakukan pelanggaran dengan memukul kepala dan wajahnya. Kuping Natal sobek, wasit memanggil dokter pertandingan.

karate-13
Pertarungan Aditya Ginting.

Setelah pertolongan pertama, pertandingan dilanjutkan. Natal kena lagi di wajah, gusi dan mulutnya berdarah. Dokter turun lagi, Natal ditanya apakah masih bisa melanjutkan pertandingan. Natal bangkit, memberikan perlawanan terbaiknya, kali ini lawan terjatuh, natal terus menyerbu hingga dipisahkan wasit. Pertandingan berdarah ini dimenangkan Natal. Seturunnya dari arena, Natal langsung diperiksa team medis dan diberikan pertolongan. Sementara lawannya, harus dibantu berjalan karenda cedera di kaki.

Kemenangan Natal memberikan semangat pada Belpa yang bertarung lagi di babak selanjutnya. Lawan alot dan tidak mau menyerah. Belpa dengan ganasnya terus memberikan pukulan dan tendangan. Belpa terlihat mendominasi pertandingan, dia menang telak.

Perjalanan Natal akhirnya harus berhenti di babak semifinal, setelah dia berjuang keras dan harus menerima kekalahan. Belpa akhirnya menjadi juara di kelasnya dan berhak memboyong piala.

Setelah acara penutupan selesai, saya dan seluruh karateka makan malam bersama seadanya. Pelatih Jenda Kuidah menunjukkan kualitasnya sebagai pelatih, kakak dan bapak di meja makan. Wajah kekecewaan masih jelas terlihat di wajah Aditya, Jepri, Jan Pitra dan Pernando.

“Tadi saya kecewa sekali dengan kekalahan kalian, karena sebelum berangkat saya sudah memperhitungkan lawan dan kekuatan kita. Saya yakin kita bisa bawa 3 gelar,” demikian Jenda Kuidah membuka pembicaraan.

“Sekarang, saya bisa menerima kekalahan kita dengan lapang dada. Mengapa? Pertama untuk Natal, ini adalah kelas paling berat, dia sampai ke babak semi final sudah pencapaian luar biasa, saya kira Natal bisa menganalisa sendiri jalannya pertandingan terakhir tadi,” urai Jenda.

“Iya, Senpai, lawan saya tadi luar biasa. Dia bisa meramalkan gerakan saya dan mengantisipasinya. Saya tidak kecewa dengan kekalahan ini, karena dari pertandingan dengan dia saya mendapat pelajaran. Saya akan belajar lagi,” kata Natal.




“Untuk Aditya, saya merasa kam membawa beban masa lalu ketika bertanding dengan Leonard. Selama pertandingan kam memakai gayanya, bukan gaya Aditya. Senjata-senjata yang kam punya, sama sekali tidak ada keluar. Coba ingat-ingat, apa pernah kam melakukan gedan selama pertandingan tadi? Demikian juga dengan Jan Pitra, kalian berdua bertanding bukan sebagaimana kalian aslinya. Fotokopi akan selalu kalah dengan aslinya, menjadi diri sendiri adalah yang terbaik. Nando kalah bisa saya terima, karena memang kurang latihan karena sudah bersekolah di asrama. Tidak apa, jalan masih panjang,” kata Jenda lagi dengan lembut.

“Selain itu, kadang-kadang ada hal-hal di luar kuasa kita untuk dikendalikan. Ada campur tangan Tuhan. Kita semua yakin Jepri bisa sampai ke babak final, tetapi kejadian diskualifikasi sama sekali di luar dugaan kita. Agar kita bisa kembali jernih, mari kita renungkan kembali apa-apa saja yang kita lakukan di arena tadi, ambil hikmahnya, dan bersiap lagi untuk pertarungan yang akan datang,” tambah Jenda Kuidah.

Pelan-pelan wajah kecewa kembali bersinar. Merekapun kembali berbicara normal. Api yang padam mulai lagi menyala. Semangat yang kendor kembali berpijak. Malam itu hujan. Kami berpisah di teras Lenmarc. Bangga sekali mengenal mereka, mengikuti perjuangan mereka. Di tangan saya sebuah kaos kyokushin hitam dan ornamen merah menyala menjadi kenang-kenangan dari ksatria Karo. Jenda Kuidah menghadiahkan saya jaket Kabupaten Karo. Selamat pulang kembali ke kampung halaman, selamat berlatih dan terus berjuang, pandikkar kami!

* Penulis adalah Pemimpin Redaksi SORA SIRULO









Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.