Kolom M.U. Ginting: Filipina – AS Tegang

cory-aquino
Corazon (Cory) Aquino

 

Sejarah hubungan AS dan Filipina memang panjang. Lebih dari satu abad, dan benang merahnya sebenarnya adalah hubungan kolonial negeri jajahan. AS sejak M.U. Gintingsemula ingin menggantikan kedudukan Spanyol sebagai penjajah Filipina. Perang AS – Filipina 1899-1902 berakhir dengan pembentukan ‘self-government’ bagi republik pertama itu setelah lepas dari Spanyol. Begitu terus sampai berakhir Perang Dunia II. Di tahun 1946, disetujui oleh kedua negara bahwa seluruh Kepulauan Filipina diakui kedaulatannya oleh AS (the Treaty of Manila 1946). Wujud Kemerdekaan itu sebenarnya hanya dalam kertas, tetapi Filipina masih tetap di bawah pengaruh AS secara ekonomi, politik dan militer.  

Apalagi secara militer dimana basis militer marinir terbesar AS ada di Filipina yaitu Naval Base Subic Bay. Luas dan besarnya bisa disamakan dengan seluruh negara Singapura.

Ferdnand Marcos sebagai Soeharto Filipina adalah boneka utuh AS hampir sepanjang perang dingin. Corezon Aquino menggantikan Soeharto Filipina ini dan menghilangkan semua basis militer AS di Fillipina tahun 1991. Tetapi, oleh Presiden Benigno Aquino III dikembalikan lagi kekuasaan militer AS itu dengan Perjanjian Pertahanan Bersama kedua negara, Filipina dan AS (2014).

 

“But on Sunday, Duterte threatened to end a security pact signed in 2014 by his predecessor Benigno Aquino III, known as the Philippines-US Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA). The deal, which was only implemented in January, brought U.S. forces back onto to military bases in the Philippines for the first time since they were expelled in 1991” – cnbc.

 

Dengan berkuasanya Duterte di Filipina (2016), bisa dikatakan adalah era baru bagi Filipina, dimulainya era kebebasan sejati dari kolonial AS. Duterte lah yang memulai sejarah baru ini dan dalam kondisi dunia yang sepenuhnya baru pula dengan munculnya era KETERBUKAAN dan PARTISIPASI PUBLIK dalam semua bidang sosial kemanusiaan.

Keberanian luar biasa Presiden Corazon Aquino sebagai seorang pejuang nasional Filipina mengusir militer AS yang sudah bercokol hampir 1 abad dari Filipina (1991), dan yang terjadi sebelum era keterbukaan itu, patutlah dipuji dan dihargai tinggi sebagi keberanian seorang perempuan Asia dan sebagai seorang presiden sebuah sebuah negara Asia.

“Orang Amerika terlalu bising, kadang kasar, kurang ajar. Melakukan kerjasama dengan mereka adalah cara cepat kalian kehilangan uang,” kata Duterte sebagaimana diberitakan oleh merdeka.com.

filipina-3
Satu sudut di Filipina

Duterte terkenal dengan kata-katanya yang sangat spesifik, tak pakai term akademik tetapi sangat dimengeri oleh orang awam di seluruh negeri. Kerjasama militer yang dihapus oleh Corazon Aquino 1991, yang kemudian dikembalikan lagi oleh Presiden Benigno Aquino III (2014). Barusan saja Duterte membatalkan lagi kerjasama itu (2016). Duterte mau perjuangkan kebebasan Filipina sepenuhnya dari negeri Paman Sam itu dalam segala bidang. Kemerdekaan sepenuhnya memang harus meliputi semua bidang, terutama dari segi militer itu sebagai kekuatan riil yang kapan saja bisa memaksa dengan kekerasan. 

Dalam hubungan dengan kekuatan militer, Duterte menyatakan kecenderungannya untuk bekerjasama dengan China dan Rusia.

“Saya mungkin akan pergi ke Rusia untuk berbicara dengan Putin dan mengatakan padanya bahwa hanya kita bertiga yang akan melawan dunia: China, Filipina dan Rusia. Hanya ini caranya,” sambung mantan Walikota Davao ini.

Tentu ini lebih menunjukkan cita-cita pernyataan kebebasan sepenuhnya atau berdikari penuh dalam menempatkan diri diantara 2 atau 3 kekuatan beruang raksasa dunia itu yang giginya sangat tajam dan perutnya penuh berisi bom atom.

Harus pandai-pandai memang menempatkan diri bagi Filipina Duterte, karena mengingat juga akan ofensif berlebihan negara China di Laut China Selatan ‘South China Sea dispute’. Indonesia merasakan di Kepuauan Natuna dan Filipina di Kepulauan Spratly dan Scarborogh Shoal. Ofensif China membentuk apa yang dinamakannya ‘9 dash line’ yang membatasi negeri-negeri lain dari laut China Selatan (Filipina, Malaysia, Brunei, Indonesia Natuna, Vietnam), tetapi tak ada batasnya (dash line) bagi China sendiri sehingga semua laut China Selatan masuk China.




Penarikan garis batas dash line ini lebih mirip dengan lelucon, tetapi dibikin jadi kenyataan oleh China dan sekarang betul-betul dibangun banyak bangunan pertahanan militer di pulau-pulau itu. Kehadiran militer panda merah itu sudah ada di sana, dan terlihat jelas akan meneruskan bangunan militernya di situ. Strateginya, selain militer juga ekonomi, ialah kemungkinan kekayaan alam gas dan minyak di daerah-daerah itu.

Cita-cita suci Duterte “kita bertiga yang akan melawan dunia: China, Filipina dan Rusia” pastilah akan menggembirakan China maupun Rusia, dan mungkin juga rakyat Filipina yang sekarang mulai merasa sudah bebas dari penjajahan Paman Sam. Selama ini, itu tak kunjung terkabul walaupun dengan pergantian pemerintahan dan presiden Filipina yang sudah sering selama waktu satu abad itu.

Melihat keserakahan China di Laut China Selatan ini, dan yang jelas begitu kasar dan serampangan, hanya karena sekarang punya kekuatan militer dan ekonomi terkuat tanpa menghormati negera-negara Laut China Selatan yang ekonomi dan militernya jauh lebih lemah/ buruk. Patutlah kalau Duterte lebih waswas sedikit karena kemungkinan besar ramalan turunnya malaikat jahat (perang) di seluruh China Selatan terwujud. Berdiri di atas neraca penyeimbang dari 3 kekuatan beruang beratom itu agaknya adalah yang paling tepat.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.