Kolom M.U. Ginting: FABRIKASI DEMO

ahok-61



M.U. GintingBahwa dalam pidatonya di Pulau Seribu, Ahok tidak bermaksud sama sekali “menistakan agama” bisa diteliti dari ucapan dengan kalimatnya. Terutama kalau dilihat dari segi bahasa, dari segi gramatiknya. Ahok bilang dalam pidatonya di Pulau Seribu: ” . . . Karena dibohongin pakai Surat Almaidah 51 macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, ya.” (bisa didengarkan di videonya).

Siapa yang berbohong dan siapa yang dibohongi, dan pakai alat apa orang yang berbohong itu, atau pakai alat apa orang-orang dibohongi, bisa diteliti dengan seksama. Dalam kalimat itu jelas ada yang membohingi (subjek), ada yang kena bohong (akusatif atau penderita), dan ada alat yang digunakan untuk membohongi (itu sebagai datif atau pelengkap), yaitu “Surat Almaidah 51”.

Dari kalimat itu tau-tau disebar luaskan kalau Ahok telah menistakan agama. Artinya, kalimat Ahok diplentir sehingga Ahoklah yang menistakan ayat Almaidah 51 itu.

Tetapi, kan tidak begitu, kalau kalimatnya betul diartikan dan diteliti. Tidak terdapat kata atau susunan kata yang menghina Ayat 51 itu. Biar bagaimanapun kata-kata dan kalimat Ahok diubah dan dirangkul, tidak mungkin menjadi penistaan Ayat Almaidah 51 itu, baik dari Ahok maupun dari pihak sipembohong sendiri, karena jelas ‘Surat Almaidan 51’ itu adalah sebagai alat bagi yang berbohong, supaya Ahok tidak dipilih dalam Pilgub DKI.

Ayat Almaidah 51 tersurat begini:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu).”  

Jadi, jelaslah bahwa kalau kalimat Ahok tidak diplintir tidak mungkin berubah jadi penistaan terhadap ayat Al Quran itu. Lantas siapa gerangan yang bisa merangkul dan mengkombinasikan kata-kata Ahok itu sehingga bisa berubah jadi ‘menghina’ ayat Al Quran?

Kalau tidak ada yang bisa mengulas dan menyimpulkan dari kalimat Ahok itu adanya penghinaan, berarti bisanya hanya melintir secara gelap sehingga tidak fabricateada yang jelas bagi banyak orang. Yang jelas hanya ‘Ahok menghina Al Quran’ tanpa dasar yang logis atau tanpa dasar sama sekali.

Karena itu, bisa disimpulkan bahwa dasar demo besar 4 November itu betul-betul hanya fabrikasi atau plentiran. Tetapi, mengapa koq kelihatannya bisa berhasil, ya?

Dalam kaitan penggunaan agama atau ayat-ayat kitab suci untuk menipu demi  kepentingan politik atau duit, bukanlah hal baru, sudah sering dilakukan oleh banyak penipu. Dari dulu dan sampai sekarang masih terus jalan belum pernah berhenti. Namanya juga penipu atau pembohong, kan semua cara dipakai, termasuk mamanfaatkan agama.

Dua tahun lalu (2014), dalam pidatonya di Shillong ibu kota Meghalaya di India utara, Dalai Lama mengatakan bahwa:

“Religion has become an ‘instrument to cheat people’ and corruption is related to education (timesofindia.indiatimes.com).

Berbicara soal korupsi dan koruptor, Dalai Lama bilang:

“They (some educated people) pray to God but the purpose of their prayer is to make their corrupt life more successful.”

 

Makin jelaslah bagi kita semua bahwa bukanlah agamanya atau ayat-ayat dalam kitab suci itu yang salah, disalahkan atau dinistakan, tetapi orang-orang tertentulah yang memanfaatkan untuk kepentingan golongan atau pribadinya (duit atau politik). Dan, yang paling mengerikan ialah, bahwa orang-orang tertentu ini demi mencapai cita-citanya tidak sungkan-sungkan mengadu domba banyak orang dengan pertumpahan darah yang besar sekalipun seperti di Timur Tengah sekarang ini. 

Mungkinkah bangsa Indonesia yang cinta damai ini diadu domba sekali lagi seperti 1965?








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.