Kolom Herlina Surbakti: Metode-metode SCL dalam Pengajaran

learning



herlina 3Sebagian besar para guru di Indonesia masih mengajar dengan pendekatan tradisional. Oleh karena itu, sangat penting untuk melatih para guru untuk dapat mengajar menggunakan metode-metode SCL (Student Centered Learning). Hal ini akan menambah tingkat kenyamanan mereka dan membantu mereka mendapatkan kepercayaan diri mereka ketika mengajar di kelas masing-masing.

Sistem pendidikan Indonesia masih selalu menjadi lingkungan pendidikan tradisional. Fokusnya hampir secara eksklusif pada domain kognitif, namun kurang memperhatikan domain fisik dan sosio-emosional. Pendekatan tradisional berpusat pada Isi dan Guru, dengan Guru biasanya berfokus pada memberikan informasi tentang “apa yang diketahui.”

Para siswa ditempatkan pada posisi penerima informasi dan guru diharapkan tahu semua jawaban untuk semua masalah.

 

”For decades the teachers have ranked our students based on the traditional test where ‘items are often multiple-choice, matching, or true/false. Items test passive knowledge. Students are merely required to recognize the correct answer, not to produce it.”

(Soal-soal ujian menguji pengetahuan pasif. Siswa hanya diminta untuk mengenali jawaban yang benar, tidak untuk menghasilkan.)

Sumber: The ERIC Review Vol. 6 Issue I Fall 1998.

 

10 siswa di kelas selalu diberi label paling cerdas dan yang 30 sisanya lebih bodoh. Mereka disebut sebagai ‘bodoh’ oleh  pihak guru dan orangtua. (Di sekolah saya sebelumnya kata “BODOH” dianggap bahasa kotor dan dianggap tabu mengucapkannya).

learning-2Dalam melakukan tindakan tersebut di atas kita telah mematikan motivasi para siswa untuk belajar. Biasanya sang juara kelas tersebut tetaplah menjadi juara sampai akhir pendidikannya kelak. Tetapi apakah kita sadar manusia juara yang kita hasilkan tersebut akan menjadi manusia yang tidak bisa bekerjasama, manusia yang menghalalkan segala cara untuk tetap menjadi juara kelas karena apabila suatu saat ada anak yang lebih pandai dari dia maka dia akan menjadi sangat tertekan?

Sang “juara-juara” inilah yang telah menjadi kelompok “ELITE” yang korup di negeri kita yang tercinta ini.

Hasil pendidikan kita itu dapat kita lihat bagaimana KKN menjadi sangat subur di Indonesia termasuk di Sumatera Utara dimana persaingan suku sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan tapi tabu untuk dibahas. Persaingan ini tidak sehat dan akan membuat kita tetap tertinggal dan pada akhirnya punah. Kita seharusnya tidak bersaing dengan semua suku-suku di Indonesia. Kita harus bekerjasama. Yang menjadi pesaing kita adalah bangsa lain. Oleh karena itu kita harus segera berubah.

 

According to Jere Brophy (1987), motivation to learn is a competence acquired “through general experience but stimulated most directly through modeling, communication of expectations, and direct instruction or socialization by significant others (especially parents and teachers).”

 

Dunia telah berubah drastis. Kita sekarang hidup di Era dimana kita tidak  hanya memerlukan keterampilan kompetitif tetapi juga keterampilan kooperatif dan kolaboratif untuk mengejar ketertinggalan kita dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi informational yang amat sangat pesat.




Pada tahun 1859 Charles Darwin menulis:

”Evolution requires one to adapt or die. Those who don’t adapt become extinct … To stay competitive and make timely decisions we, too, must evolve. We must adapt. We must learn”

Marcia L. Conner, 1995

 

Untuk menciptakan siswa yang bisa  beradaptasi kita harus menyertakan Pendidikan Karakter, Inquiry dan Project Based Learning, kolaboratif dan kooperatif, situasi belajar saling bergantung satu sama lain serta situasi belajar yang kompetitif dan individualistis.

Semua topik di atas sudah tertera pada Kurikulum 2013. Kita harus mempersiapkan para siswa kita untuk menjadi manusia fleksibel sehingga mereka dapat mengenali dan beradaptasi dengan situasi interaksi sosial koperasi-kolaboratif dan kompetitif dan individualistis.

 “The collaborative nature of the investigation enhances all of these valuable experiences … As well as promotes a greater appreciation for social responsibility.”

Scott, 1994




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.