Kolom M.U. Ginting: KESUCIAN AGAMA

panglima-tni



Menarik membaca pendapat dan analisa Panglima TNI di merdeka com, yang M.U. Gintingmenyebutkan Australia jadi penyumbang terbesar untuk dana terorisme di Indonesia. Negara atau siapa pun juga memang bisa jadi donator teroris di Indonesia. Persoalan besarnya selalu ialah ‘sumber duit’ nya itu, dari mana dan dimana bisa ditemukan duit berlimpah untuk membiayai teroris yang relatif biayanya sangat sedikit dibandingkan dengan duit atau sumber duit yang besar itu lebih dulu harus bisa dikuasai.

Apalah artinya duit membiayai teroris ISIS sejuta dolar kalau dari sumber minyak Irak atau Siria bisa dikeruk oleh orang luar (komplotan Divide and Conquer internasional) dan bisa dapat duit dengan jumlah miliardan dolar tiap hari?

Terorisme menurut Prof. Cossudovsky Ottawa University bilang: The so-called war on terrorism is a front to propagate America ’s global hegemony and create a New World Order. Terrorism is made in USA. The global war on terrorism is a fabrication, a big lie”. Jadi, terorisme adalah alat untuk bikin perang dan mengalihkan perhatian dari sumber duit (SDA) satu negeri tertentu, jelas terlihat di dua negara ini.

Dan biaya teroris? Apalah artinya biaya teror Thamrin tempo hari itu kalau dari sumber emas Papua bisa disedot miliardan dolar. Apalah artinya membiayai atau menyewa beberapa orang kriminal atau penyandu narkoba (seperti supir truk teroris Nice) dan beberapa pucuk senjata, bom murahan/ rakitan yang dipakai di Thamrin itu. Biaya teror ini sangat kecil dan hampir tak ada artinya dibandingkan dengan jumlah duit yang dikeruk dan dibawa keluar Indonesia tiap hari dari tambang emas Papua itu.

Atau juga. berapalah biaya demo 411 sekiranya tadi Indonesia berhasil dipecah belah dengan korban banyak dan kekuasaan pindah ke tangan Divide and Conquer seperti di Irak dan Siria, dan dengan begitu nanti lebih bebas lagi menguasai semua SDA Indonesia sumber energi itu? Otomatis tidak ada lagi yang panglima-tni-3berani buka mulut soal pemberhentian kontrak, apalagi soal nasionalisasi Freeport Papua.

“Konflik dunia, 70% dilatarbelakangi energi,” kata Panglima TNI (merdeka.com 16/11). Analisa yang pada tempatnya dan tepat waktu sekarang ini, karena sudah setengah abad bangsa ini (sejak direbutnya kekuasaan nasional dari Soekarno 1965) belum bisa atau belum ada diantara politisi/ pejabat kita mengaitkan hubungan kekuasaan atau perebutan kekuasaan dengan minyak/ SDA dan teror 3 juta 1965.   

Sekarang kita sudah bisa menganalisa politik adu domba di Siria dan di Irak, yang behasil menyibukkan penduduknya bertengkar dan saling bunuh, dan diam-diam minyaknya dijarah. Tak ada kekuatan di Siria atau Irak yang bisa atau sempat menjaga dan mempertahankan sumber minyak itu dari penjarahan terang-terangan orang luar. Penduduk Irak dan Siria lebih asyik saling bunuh diantara mereka sendiri sampai sekarang. Orang Irak/ Siria ini sangat puas semakin banyak mereka membunuh bangsanya sendiri. Hebat, kan?

Pengalaman ini tak beda dengan pengalaman kita setengah abad lalu. Orang Indonesia disuruh mempertahankan ‘kesucian agama’ dengan membantai 3 juta bangsanya sendiri, dan ‘sim salabim’ . . . orang asing diam-diam ambil alih dan menguasai SDA dan mengalirkan duit Trilunan dolar keluar, di samping mengalirkan ke dalam Triliunan dolar sebagai Utang yang sampai sekarang tambah-tambah besar saja. Bayar  bunganya saja kembang kempis.


[one_fourth]menjaga ‘kesucian agama'[/one_fourth]

Sama-sama puas memang, yang satu puas dapat duit triliunan dolar dari SDA, yang satunya puas dapat utang dan kehilangan SDA, tetapi berhasil ‘menjaga kesucian agama’ dari orang kafir. Penguasa Indonesiapun ikut puas karena sudah berhasil merebut kekuasaan dari tangan nasionalis Soekarno dan ikut aktif menjaga ‘kesucian agama’ dengan membantai rakyatnya sendiri. Bedanya dengan Irak/ Siria ialah bahwa di sana penduduk saling bunuh, di Indonesia aparat pemerintah yang jadi tukang bantainya.

Analisa Panglina TNI sangat mencerahkan. Energi atau sumber energi itulah yang jadi sumber konflik dunia. Teror, perang, adu domba bikin saling bunuh sesama bangsa sendiri, adalah demi duit atau melapangkan jalan ke sumber duit di satu negara tertentu terutama yang kaya SDAnya.  

Paus Fransiskus belakangan dalam mengeritik habis-habisan terorisme dan bisnis senjata internasional. Paus bilang:

 “Behind all this pain, death and destruction there is the stench of what Basil of Caesarea called ‘the dung of the devil’. An unfettered pursuit of money rules. The service of the common good is left behind. Once capital becomes an idol and guides people’s decisions, once greed for money presides over the entire socio-economic system, it ruins society, it condemns and enslaves men and women, it destroys human fraternity, it sets people against one another and, as we clearly see, it even puts at risk our common home.” http://fortune.com/

Mengutamakan dan mengidolkan kapital, mengejar duit dan kekuasaan duit, itulah salah satu sebab yang sesungguhnya merusak dan bikin busuk masyarakat. Masyarakat yang sudah behasil dirusak, dibusukkan moralnya tanpa disedari, sangat gampang dipecah belah dan diadu domba bunuh-bunuhan sesamanya tanpa sedar sama sekali bahwa di belakang semua kegiatan itu ada grup atau komplotan yang dengan sengaja mengatur supaya diam-diam bisa menguasai sumber duitnya, menjarah energi/ SDA. Itulah yang sekarang terjadi di Irak/Siria dan Indonesia 1965.

Demo 411 tidak berhasil memecah belah dan mengadu rakyat Indonesia sampai sengketa berdarah seperti di Timur Tengah. Mengapa bangsa ini bisa berhasil menghindari perpecahan dan perang sesamanya seperti 1965 walaupun Demo 411 juga adalah demi mempertahankan ‘kesucian agama’ dari ‘penistaan orang kafir’?




Bisa banyak jawaban dari pertanyaan ini. Tetapi satu soal yang pasti ialah, kita bukan lagi di Era 1965. Sudah banyak sekali perubahan dan peningkatan pemikiran dan kesedaran (berbangsa) sebagai hasil dari semua pencerahan dari banyak pemikir/ akademisi yang selama setengah abad ini telah terbaca dan dimengerti oleh sebagian besar rakyat negeri ini. Lihatlah soal terorisme misalnya dan soal pembiayaannya seperti yang dijelaskan oleh Panglima TNI itu. Biarpun begitu kita tetap harus mempertinggi kewaspadaan dari godaan pecah belah dan teror itu.

Pencerahan sebanyak mungkin harus selalu disebarkan seluas mungkin terutama dari akademisi/ ahli bidang sosial kemasyarakatan. Atau seperti seorang kompasianer (Kompasiana/ Dalbokondo) bilang: “Tentunya, masyarakat yang berpendidikan inilah yang harus memberikan pengertian kepada masyarakat yang kurang berpendidikan.”

Dalam soal ini termasuk juga pencerahan dan penjelasan yang pasti berimbas sangat positif dari Panglima TNI soal terorisme dan biayanya itu di Indonesia.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.